Loading

BANGUN INDONESIA DENGAN SPIRITUALITAS PASTI BISA


Prof. Dr.Ir. Mir Alam Beddu, M.Si
3 Tahun lalu, Dibaca : 2466 kali


Oleh Prof. Dr.Ir. Mir Alam Beddu, M.Si

Guru Besar Ekologi Pertanian Universitas Islam Makassar, Makassar Sulawesi Selatan

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Komunitas Cinta Indonesia (KACI) #PASTI BISA#

 

Kehadiran Revolusi Industri 4.0 yang diluncurkan oleh Jerman dan Sosiety 5.0 oleh Jepang, hampir menguras semua, energy, pikiran, tindakan dalam menata kebijakan di berbagai sektor, kehidupan sosial, ekonomi berbangsa dan bernegara. Termasuk berpengaruh terhadap  sektor pendidikan, kebijakan  penataan kurikulum, menggiring mindset tenaga pendidik yang mungkin lebih fokus melihatnya  sebagai tantangan baru yang “mengerikan”, bukan sebaliknya melirik sebagai peluang baru, sumber inspirasi membangun inovasi dan kreativitas, minimal menghadirkan juga tagline baru  yang dapat membangun “mindset” dunia melihat Indonesia sebagai negara yang berpeluang besar merebut peradaban dan megatrend dunia, “Spirituality” adalah kekuatan dahsyat yang build in dalam setiap diri manusia.  Penulis merumuskan gagasan ini  untuk membangun sikap “optimisme”, dan percaya diri dengan kekuatan bangsa merebut peradaban dan megatrend dunia 2045 dengan “Indonesian spirituality 0.1”.

Menurut Pengamat Marketing Yuswohady, kemunculan grand inisiatif Society 5.0 yang dicanangkan Jepang tidak lepas dari perlombaan teknologi antar negara-negara maju utama khususnya Amerika Serikat (AS), Jerman, dan Jepang. Menurut dia, kelahiran teknologi yang mendisrupsi dengan memanfaatkan big data, internet of thing (IoT), artificial intelligence (AI), robotic hingga blockchain telah memicu negara-negara maju untuk berlomba agar bisa memimpin dunia melalui kekuatan ekonomi dan teknologi. “Itulah yang mendorong Jerman pada 2014 mengeluarkan inisiatif high-tech strategies yang kini dikenal sebagai Revolusi Industry 4.0,” Indonesia harus hadir dalam perlombaan ini, dengan keyakinan bahwa high-tech strategies dan humanity tidak cukup untuk menata peradaban dunia, bahkan dapat memunculkan permasalahan baru ketika tidak dibungkus dan didasari dengan “spirituality”, kesadaran tanggungjawab kemanusiaan dan tanggung jawab ketuhanan.

Indonesia harus menata diri dengan lebih banyak meneropong ke dalam, belajar dari sejarah perjuangan bangsa, kepemilikan potensi besar yang dianugrahkan Tuhan kepada bangsa ini. Indonesia harus optimis dan kerja keras membangun kekuatan bangsa melalui pembentukan Sumberdaya Manusia (SDM) yang inspiratif, tangguh memiliki motivasi, spirit yang kuat untuk menggali  potensi bangsa, dengan kretivitas dan tanggung jawab. (baca” SDM” dengan spiritualitas yang kuat). Era pasti berubah akan tetapi apapun namanya perubahan era, spirituality merupakan  kekuatan yang paling dahsyat karena memuat  nilai-nilai kemuliaan, nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai budaya yang dapat membungkus dan menata perubahan.  Manusia hadir dipermukaan bumi membawa spiritualitas, fitra kemuliaan dari Tuhan, fitra tersebut harus teraktualkan dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan (alam-sosial) dan sebaliknya akan mempengaruhi lingkungan.

Pernyataan R Agus Sartono Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI (Koran Sindo), bahwa saat ini Indonesia masih kalah satu hingga dua langkah dibelakang Jepang, sehingga dinilai masih perlu waktu yang panjang untuk mengejar ketertinggalan, Jepang memang lebih maju karena sudah membangun big data jauh sebelum Indonesia heboh membahas Revolusi Industri 4.0. Sementara saat ini, kata dia, Indonesia masih jauh dari membangun big data. Pernyatan ini harus dijadikan motivasi menyusun strategi untuk bergerak lebih cepat

Revolusi Industri 4.0 dan society 5.0, harus dilirik sebagai peluang, sumber inspirasi dan inovasi dibungkus dengan spirituality dan  menjadi sebuah blue print nasional untuk menata peradaban merebut mega trend dunia. Modal besar Indonesia, sumberdaya alam, ekosistem yang beragam, keragaman hayati, budaya, bahasa agama/keyakinan, semua nya dapat menjadi modal daya saing bangsa. Kuncinya bagaimana membangun SDM yang mampu mengaktualkan nilai-nilai spiritual yang inhern dengan dirinya,  sumberdaya manusia dengan kesadaran kehambaan dan kekhalifaan yang kuat,  semangat berkarya yang besar untuk dirinya, masyarakat berbangsa dan bernegara sebagai modal dasar kemuliaan dan keselamatan dunia dan akhirat.

Belajar dari sejarah, bangsa di dunia menguasai peradaban karena penanaman nilai spiritual pada masyarakatnya sebagai pondasi dalam penggalian, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, serta akhlak moral dalam menata kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Indonesia bangkit melawan penjajahan untuk merebut kemerdekaan karena spirit yang kuat, jiwa dan semangat pantang mundur (tangguh), keyakinan yang kuat akan kekuatan spiritual (kekuatan Ilahiyah),yang tumbuh dari religiulitas dan cultured. Semangat kebersamaan, keikhlasan, kepercayaan, persatuan menuju pada tujuan yang sama “MERDEKA” , bukan perjuangan merebut kekuasaan dan kedudukan. Nilai-nilai tersebut akan menjadi modal besar ketika di aktualkan kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk merebut peradaban dan megatrend dunia. Pancasila, Pembukaan UUD, Bhinneka Tunggal Ika, Teks Proklamasi adalah  simbol-simbol  negara sebagai falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara mengandung kekuatan spiritual  harus membentuk kepribadian dan diaktualkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

Sipiritualitas berasal dari bahasa inggeris spirit yang berarti jiwa dan semangat, spirituality hal-hal yang berkaitan  dengan “kejiwaan” dalam kamus bahasa Indonesia spiritual berarti kejiwaan, rohani, mental moral, dalam bahasa kitab suci sesuatu yang berkenan dengan RUH, sifat-sifat mulia “Tuhan” yang  ditiupkan melalui AR RUHNYA (QS. As Sajadah (32):9.

Spirituality 0.1”, merupakan nilai-nilai mulia, kesucian yang bersumber dari yang Maha Esa, Maha mulia, Maha suci, Maha pengasih, Maha penyayang, Maha jujur, Maha cerdas  yang inhern pada setiap “diri” menjadi potensi dasar untuk di build up diaktualkan dalam kehidupan dan menjadi panduan bersikap bertindak untuk kembali bertanggungjawab ke padaNYA. Hakikat pendidikan adalah membuild up potensi mulia, potensi cerdas anak didik.

“Spirituality 0.1” harus hadir menata pengembangan ilmu dan teknologi, menata sumberdaya manusia,  menata kebijakan dan regulasi, menata kepemimpinan, menata kehidupan ekonomi, sosial. Ketika jepang fokus menggiring mindset dunia kepada “humanism” Indonesia harus hadir dengan kekuatan dahsyat dan falsafah hidup tertinggi yaitu “spiritualism”. Tanggung jawab dalam menata, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu dan tekhnologi tidak cukup hanya tanggungjawab kemanusiaan, tetapi harus dibungkus dan berujung pada tanggung jawab “spiritual”. Indonesia harus mampu menggali, mengembangkan ,manfaatkan big data, internet of thing (IoT), artificial intelligence (AI),  yang humanis dan spiritual.

Berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan diakibatkan dari pemisahan spiritualitas dan akhlak dari kehidupan  sosial penyebabnya antara lain (1) Maindset ummat beragama yang cenderung menganggap memperbaiki hubungan dengan Tuhan sudah cukup dan lebih penting dengan menata hubungan sosial (hubungan kemanusiaan dan alam lingkungan), (2) pendekatan sebagian kaum beragama lebih menekankan pada aspek ritual formal dan lahiriah, kurang memperhatikan pesan moral, ritual agama dengan  rutinitas kurang memberikan makna dalam kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara, semangat kerja keras, jujur dan bertanggungjawab kurang disadarai sebagai bagian dari perintah Tuhan, Semua bentuk ibadah ritual memiliki pesan moral dan berujung pada perubahan prilaku, (baca “spiritualitas”), (3) terjadinya dikotomi ilmu dalam sistem pendidikan yang berujung pada pola pikir “sekuler” sains terpisah dari nilai spiritual, saintis miskin dengan nilai spiritual, praktek rutinitas  ritual beragama (spiritual), kurang berpengaruh pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Pemisahan spiritualitas dan akhlak dari kehidupan sosial berdampak pada kualitas kerja yang tidak amanah. Permasalahan korupsi, narkoba, terorism, kerusakan lingkungan diakibatkan karena krisis spiritual bangsa, krisis kesadaran tanggungjawab, pribadi, sosial, negara, dan tanggungjawab kepada Tuhan.

Pertanyaan dari mana harus memulai.?. Paling mendasar dan utama adalah penataan  pendidikan secara komprehensif terintegrasi mulai dari pendidikan non formal (keluarga), PAUD – Pendidikan Tinggi, pendidikan keagamaan dan sains, menata tujuan, kurikulum dan strategi mewujudkan tujuan.  Hakikat Tujuan pendidikan adalah menghasilkan SDM yang cerdas-spiritual, serta mengembangkan ilmu dan teknologi yang berbasis dan orientasi spiritual untuk menata peradaban mulia. Ekonom Indonesia harus menguasai ekonomi konvensional dan spiritualitas ekonomi, begitu pula para politikus harus menguasai sains politik dan  akhlak politik yang bersumber dari nilai-nilai agama dan budaya, menguasai spiritual politik, Bonus demografi Indonesia tahun 2020-2045, dimana 68 % usia produktif akan menjadi kekuatan dahsyat ketika di bentuk dengan sistem pendidikan yang tepat. Kebijakan Guru penggerak, Kampus merdeka dan merdeka belajar, Organisasi Penggerak yang diluncurkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan membuka peluang untuk merumuskan strategi, pendekatan dan metode mewujudkan “Indonesian’s spirituality 0.1” mengantar nusantara bangkit memimpin peradaban dan merebut megatrend dunia.

 

Tag : No Tag

Berita Terkait