Loading

Dinamika PKn


Agil Nanggala, S.Pd.
4 Tahun lalu, Dibaca : 6343 kali


Oleh Agil Nanggala

 

Merujuk pada konteks tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, amat mulia, yaitu membentuk warga negara Indonesia yang baik dan cerdas. Tentu bukan merupakan perkara mudah, karena terdapat berbagai hambatan dan  tantangan yang harus diatasi dengan menggunakan berbagai solusi yang ada, tanpa menghilangkan pendekatan akademisnya. Menciptakan iklim kehidupan kewarganegaraan yang sehat merupakan tanggung jawab bersama, namun hanya slogan belaka, apabila warga negaranya belum cerdas dalam berdemokrasi.

Dinamika mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

            Konflik ideologi menjadi permasalahan utama Indonesia, sebagai bangsa yang baru berdiri, lebih tidak beruntung, fenomena kemiskinan bangsa secara ekonomi menjadi problematika yang tidak dapat dihindari. Hasilnya berbagai konflik terjadi, bahkan pemberontakan akibat kepentingan ideologis yang tidak terakomodir, realita tersebut menegaskan bahwa bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan masih mengalami transisi, guna menemukan kemantapan jari diri bangsa.

            Sebagai bangsa yang memiliki cita-cita luhur mulia, termaktub jelas pada pembukaan Undang-undang Dasar Negara Indonesia 1945, yang harus direaliasikan melalui berbagai program pemerintah. Dalam konteks perealisasian yang dimaksud, pendidikan menjadi program efektif dalam mempersiapkan warga negara Indonesia yang berkompeten dalam mewujudkan tujuan mulia tersebut.

            Membentuk warga negara yang paham akan hak dan kewajibannya merupakan syarat utama dalam mewujudkan bangsa yang modern dan demokratis. Dengan rasionalitas tersebutlah lahir konsep Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sebagai disiplin ilmu yang berfokus pada peningkatan kapasitas warga negara baik dari segi spiritual, intelektual maupun emosional. Tentu seiring dinamika bangsa serta tuntutan perkembangan zaman, banyak pembaharuan dalam teori maupun pengaplikasian keilmuan tersebut dalam proses pelaksanaan pendidikan kita.

            Wacana terbaru pada Simposium Nasional yang dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Muhadjir Effendy, beliau mewacanakan ada kemungkinan kebijakan Kemendikbud akan memisahkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pancasila, karena mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hanya berfokus pada teoritik saja, pada ranah praktik kurang, padahal dalam mengajak peserta didik mengamalkan Pancasila sangat efektif apabila dengan menggunakan pendekatan praktik.

            Perubahan konsep mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bukanlah hal yang baru di Indonesia. Mulai dari awal kemerdekaan sampai saat ini reformasi, baik nomenklatur, maupun isi dari mata pelajaran tersebut, selalu berubah-ubah, tergantung kehendak sang pemangku kebijakan. Tetapi tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan dari dulu sampai saat ini tetaplah sama, yaitu membentuk warga negara Indonesia yang baik dan cerdas.

            Perlu kajian yang komprehesif, dalam menjawab wacana tersebut, dengan memperhatikan dinamika yang pernah terjadi pada konteks keilmuan pendidikan kewarganegaraan setidaknya kita bisa mengkaji pada aspek historis Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang dinamis baik nomenkluatur ataupun substansi keilmuannya, karena proses pemuktahiran keilmuan guna menjawab tantangan zaman.

Sejak tahun 1956 sampai 1968 konsep keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan dikenal dengan sebutan kewarganegaraan atau Civics. yang pada Tahun 1975 menjadi Pendidikan Moral Pancasila. Pada tahun ini kita mengenal konsep pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila atau P4. Kedudukannya tetap merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA atau sederajat. Pada 1994 Pendidikan Moral Pancasila kembali diubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan akibat dari disahkannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan resmi diubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan sampai saat ini. 

Mengutamakan Karakter

Perdebatan seputar titik berat keilmuan yang difokuskan pada aspek pengetahuan atau sikap menjadi problematika klasik pada kajian keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan, tentu sebagai disiplin ilmu yang berfokus pada pembentukan karakter peserta didik, aspek sikap perlu menjadi prioritas utama keilmuan Pendidikan Kewarganegaran, karena paradigma yang dibangun sejak dulu, peserta didik lebih berfokus pada aspek kognitif atau pengetahuan saja. Paradigma tersebut terbukti tidak tepat, bukti nyata banyak pejabat negara kita yang tertangkap KPK karena telah melakukan tindak pidana korupsi.

Pelaku tindak pidana korupsi bukan seorang individu yang biasa, tindak pidana korupsi membutuhkan jabatan, pengaruh atau kekuasaan, sehingga jelas mengindikasikan bahwa individu yang korupsi merupakan seorang yang cerdas karena mampu menempati jabatan publik yang strategis. fenomena tersebut membuktikan, cerdas saja tidak cukup untuk melengkapi peran individu atas kapasitas sebagai warga Negara, yang turut andil dalam mewujudkan keadilan sosial di Indonesia.

Sebagai bangsa modern, perkembangan pendidikan kita telah dipengaruhi oleh keilmuan global seperti filsafat barat dan yang lainnya. Hal tersebut sah saja apabila sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, sebagai Negara berfilsafat Pancasila yang menjadikan Ketuhanan sebagai dasar negaranya, tentu dalam  konteks pendidikan harus melahirkan manusia-manusia Indonesia yang beriman dan berakhlak mulia. Jelas idealisme tersebut bukan hanya tanggung jawab guru Pendikakan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan tetapi menjadi tanggung jawab semua guru, dan tidak melihat latar belakang keilmuannya.

Secara politis, pemisahan Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila jangan dijadikan kesempatan dalam mensekulerisasi pendidikan maupun kehidupan berideologi Pancasila kita, karena keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan sangat dipengaruhi oleh Pancasila, maka dari itu, penulis belum mengerti apa esensi serta orientasi Pendidikan Kewarganegaraan, tanpa didasari oleh filsafat Pancasila. Kemungkinan terburuk, suatu saat apabila Pendidikan Kewarganegaran telah dipisahkan dengan Pancasila, maka perlahan di suatu saat Pancasila akan hilang dalam dunia pendidikan kita.

 

Refleksi

Seberapa jauhkah bangsa mampu melangkah tanpa diiringi jati diri yang kuat, kiranya bangsa tersebut akan terombang-ambingkan oleh zaman lalu menghilang. Begitu pentingnya identitas bagi suatu bangsa, bahkan mampu mengantarkan bangsa pada puncak peradabannya, karena dalam merusak suatu bangsa secara efektif, cukup rusak sistem pendidikannya, mulai dari sistem pendidikan yang tidak berdasar pada ideologi bangsanya, jauhkan guru dari siswanya, sehingga tidak ada rasa saling menyayangi dan menghormati.

Guru tidak dibentuk sebagaimana guru seharusnya, tapi hanya sebagai ilmuwan, sehingga proses pembelajaran hanya sebatas transaksi informasi semata, bukan proses pendewasaan, serta tidak memberikan tauladan. Riskan apabila hal tersebut sudah terjadi pada dunia pendidikan kita, sebagai manusia yang tidak memiliki daya dan upaya, kewajiban kita hanya berdoa dan berlindung kepada-Nya, semoga bangsa ini selalu dalam lindungan-Nya.

Tag : No Tag

Berita Terkait