Loading

KARAJAAN MIMPI AKIBAT FRUSTASI


Tatang Sumarsono
4 Tahun lalu, Dibaca : 1204 kali


Ditulis oleh: Tatang Sumarsono

(Staf Khusus Bidang Budaya Rektor Unpas)

 

Sunda Empire (SE), gagah nian istilahnya. Konon, itulah kekaisaran matahari yang menjadi pusat dunia. Tak tanggung-tanggung, 54 negara bergabung di dalamnya. Kontan saja menuai kehebohan di kalangan masarakat. Ada yang mentertawakan, ada pula yang menghujat—tapi rasanya belum pernah ada yang memuji, paling tidak yang terang-terangan.

Jenis permainan apa lagi ini? Kok demen-demennya ada sekumpulan orang mendirikan kerajaan, setelah beberapa hari sebelumnya di Purworejo berdiri  Keraton Agung Sejagat (KAS), yang konon kini raja dan ratunya harus berurusan dengan yang berwajib untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya.

Beberapa tahun sebelumnya, di Tasikmalaya berdiri Kesultanan Selacau. Rohidin tampil sebagai rajanya, dengan gelar Patra Kusumah VIII, konon keturunan kedelapan Prabu Surawisesa yang pada tahun 1521-1535 memimpin Kerajaan Pajajaran. Di Ciamis pun Rd. H. Rasich Hanif Radinal dinobatkan menjadi Raja Galuh. Sedangkan di Subang, Evi Silviadi naik ke tampuk Lembaga Adat Karatwan (LAK) Galuh Pakuan Mandalajati.

Di kalangan unsur masyarakat Sunda, berkumpul pula mereka yang merasa dirinya turunan ménak atau bangsawan, lalu membuat sebuah forum, yang hasil kajiannya dilansir beberapa media. Kearistokratan ternyata laku lagi, serta mulai dilembagakan. Kalau wacananya sih untuk kepentingan masyarakat.

Berdirinya beberapa kerajaanntersebut tidak membuat heboh. Mungkin itu dianggap semacam lembaga adat yang tujuan kegiatannya di bidang pemeliharaan tradisi-budaya. Bahwa mungkin ada semacam bentuan atau ketidak-sesuaian dengan kelompok lain, ya, itu bisa saja.

Kehebohan muncul setelah KAS berdiri. Apalagi setelah seseorang yang mengaku bernama Renny Khairani Miller mengunggah status di akun FB pribadinya. Menurut pengakuannya, ia adalah anggota SE. “Dalam menyambut Indonesia baru yg lebih makmur dan sejahtera, dgn system pemerintahan dunia yg dikendalikan dari koordinat 0.0 di Bandung sebagai Mercusuar Dunia. Masa pemerintahan Dunia yg sekarang akan segera berakhir sampai dgn tgl 15 Agustus 2020 . Mari kita persiapkan diri kita untuk menyongsong kehidupan yg lebih baik dan sejahtera. Agar kita tdk menjadi budak di negera sendiri dan hidup hanya utk membayar tagihan yg terus naik dan biaya hidup yg terus melambung tinggi apalagi biaya pendidikan anak yg tidak gratis, setelah itu kita tua dan mati, terus pikniknya kapan?"

Statusnya itu dilengkapi pula dengan beberapa tayangan video tentang kegiatan SE yang berlokasi di kampus UPI. Sejumlah orang berseragam militer, lengkap dengan tanda pangkat dan atributnya lainnya tampak antusias menyimak pidato seseorang yang mungkin pemimpin kelompoknya. Dan ternyata, menurut berita, “raja” yang mendirikan KAS pun hadir pada kegiatan di UPI tersebut.

Dalam wawancaranya dengan Liputan 6, seseorang yang mengaku tokoh SE menyatakan: “Sunda Empire-Earth Empire itu merupakan sebuah kekaisaran matahari.” Ditambahan deui katerangan: “ Sunda Empire terdiri dari 54 negara anggota. Ke-54 negara itu termasuk dalam Sunda Nusantara yang masih berada dalam naungan Sunda Empire. Dimulai dari benua Australia, Papua New Guinea, Indonesia di dalamnya, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam benua Cina seluruhnya, Mongolia kemudian Russia di dalamnya dari beberapa negara kemudian Jepang, kemudian sampai ke Korea Selatan dan Korea Utara. Selanjutnya Sunda Eropa, kemudian Sunda Pasifik, kemudian Sunda archipelago, kemudian Sunda Mainland.”

Kalaupun tidak mencemooh, tentunya banyak orang bertanya: sejak kapan Sunda seperti itu? Padahal sejauh ini, sumber sejarah tentang Sunda yang menurut kalangan akademisi berdasarkan data masih minim. Memang ada juga buku yang membahas bahwa Sunda pada masa lalu merupakan pusat peradaban dunia, namun apa yang disajikan pada buku tersebut baru sebatas fiksi ilmiah.

Andai saja disebut-sebut Sunda masa lalu pernah menjadi pusat peradaban dunia, namun data yang mendukungnya masih diragukan, jangan-jangan hal itu akan mengundang cemoohan orang. Saya merasa malu kalau kita hanya ngaku-ngaku saja, yang biasanya merupakan cerminan sikap imperioriti kompleks. Karena kita sekarang merasa kecil, maka kita bangga dengan masa lalu yang dianggap besar, padahal datanya belum jelas.

Saya kira, itulah di antaranya yang mengundang  kehebohan di kalangan unsur masyarakat Sunda. Berdirinya SE dianggap sebagai sesuatu yang irasional. Bahkan menurut apa yang saya baca di medsos, atas berdirinya SE tersebut, Gubernur Jabar menyebutnya sebagai kumpulan orang stres. Ada juga yang sudah mewanti-wanti, agar berhati-hati dengan gerakan tersebut, sebab siapa tahu ujung-ujungnya adalah penipuan.

Bisa jadi dalam kondisi stres ada sejumlah orang yang kemudian berpikir tidak logis. Itu sudah sejak lama, misalnya saja bagaimana sebagian orang merindukan sosok Ratu Adil yang akan turun ke bumi untuk mensejahterakan umat manusia.  Adanya kerinduan semacam itu karena “ratu” yang sekarang berkuasa di dunia nyata dianggap tidak adil. Jadi, itu adalah semacam obsesi, atau mungkin juga katarsis dari orang-orang yang yang kehidupannya terhimpit beban sangat berat.

Sebetulnya yang membuat orang-orang (atau sebagian orang, entah besar entah kecil) stres itu siapa sih? Yang membuat kehidupan lebih berat ini siapa sih?

Sejalan dengan pandangan di atas, Ahmad Buchori yang dosen di FISIP Unpad menyatakan, “Keberadaan perkumpulan yang mengklaim sebagai sistem pemerintahan dunia yang dikendalikan dari Bandung, Jawa Barat, itu merupakan cerminan dari krisis frustasi sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Kalau menurut saya ini adalah fenomena krisis yang muncul karena kejenuhan atau kebuntuan sebagian warga yang mungkin mereka hilang orientasi ke depan.”

Jadi, dalam menyikapi berdirinya SE, dan juga kerajaan-kerajaan lainnya, kita tidak bisa hanya berpikir stereotif, melainkan harus dilihat juga faktor-faktor lain yang kini terjadi masyarakat. Tentu banyak kemungkinan yang melatar-belakanginya. Karena itu, pendekatannya tidak hanya bisa mengandalkan yuridis-formal saja.***

 

 

 

Tag : No Tag

Berita Terkait