Loading

BPNT di Sukamantri Ciamis Diduga Dimonopoli dan Berujung Pengkondisian Rupiah


Penulis: Herz_Ciamis/Editor: Dadan Supardan
2 Tahun lalu, Dibaca : 1028 kali


Emed Pengusaha Penggilingan Padi di Desa Mekarwangi, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis

CIAMIS, Medikomonline - Makin kentara karut marut pendistribusian bantuan sembako bagi masyarakat kurang mampu yang lebih dikenal dengan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Meski program mulia dari pemerintah pusat ini sesuai Pedoman Umum (Pedum) Bantuan Sembako yang sudah disempurnakan tahun 2020 itu, salah satu manfaat bantuan tersebut sebagaimana pada poin lima (5) Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan.

Hal ini tampak terjadi di wilayah Kecamatan Sukamatri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Suplay bahan sembako berupa berasnya justru diduga kuat dikuasai satu perusahaan saja (monopoli). Anehnya penyuplay beras itu pun datangnya dari wilayah luar Kabupaten Ciamis dan berujung pula pada pengkondisian rupiah dengan bahasa untuk atasan per Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Emed, salah satu pelaku usaha penggilingan padi yang ada di Desa Mekarwangi, Kecamatan Sukamatri, Kabupaten Ciamis, Kamis (22/4/2021) saat ditemui beberapa jurnalis mengatakan, “Walau baru bulan kemarin kita memasuki musim panen raya, tetapi sangat sulit untuk pemasaran beras. Ya dikarenakan lagi turunnya bantuan BPNT.

"Sudah sejak tahun 2018 ini saya tidak pernah dilibatkan dalam program BPNT," ujar Emed. Ia menjelaskan, tak terberdayakan dirinya disebabkan adanya suplier dari luar kota yang memasok se-Kecamatan Sukamantri. Padahal stok padi di Sukamantri melimpah ruah dan kalau untuk menutupi kebutuhan KPM, maka akan terpenuhi.

Ditemui salah satu agen/E-Warong yang enggan disebutkan namanya mengatakan, semua agen yang ada di Kecamatan Sukamantri sudah ada ikatan kerja sama dengan suplier CV. HMT Putra dari Kabupaten Tasikmalaya untuk satu tahun ke depan. “Sehingga untuk pindah suplier ada rasa ketakutan apabila membatalkan sebelah pihak karena hal itu akan bisa dibawa kejalur hukum sesuai yang tertuang dalam isi MOU tersebut,” ujarnya.

"Penandatanganan MOU ini disaksikan langsung dulu oleh TKSK Kecamatan Sukamantri Ibu Eni di salah satu tempat yang ada di Sukamatri. Setiap agen harus membayar Rp1.000 (seribu rupiah) per KPM kepada TKSK dengan alasan untuk atasan, dan uangnya ditransfer,” katanya.

Selanjutnya beberapa jurnalis hendak menemui langsung TKSK yang dimaksud di kediamannya, meski sebelumnya jurnalis mencoba mengkonfirmasi melalui pesan WhatApp-nya. Pihaknya tidak membalas, bahkan dihubungi melalui WhatApp-nya juga tidak diangkat.

Tetapi jurnalis berhasil menemui suaminya, Agus yang bekerja sebagai salah satu staf di kantor Kecamatan Sukamantri. Ketika ditanya, Agus mengatakan, istrinya sedang tidur tidak bisa berbicara atau dikonfirmasi kalau tidak sama dirinya. “Sekarang saya ada undangan dulu, lain waktu saja,” katanya.  

"Maaf untuk bulan puasa ini tidak menerima tamu, silakan datang kembali setelah Lebaran nanti," tambahnya.

Hingga berita ini diturunkan, Medikom belum berhasil mengkonfirmasi lebih lanjut pihak terkait, baik TKSK yang dimaksud, Tikor dan pihak yang menyuplay atas nama perusahaan tersebut.

Padahal melihat aturan Pedum terkait program BPNT ini seharusnya pengusaha lokal diberdayakan agar roda perekonomian setiap daerah bisa berjalan. Tugas  TKSK di sini sebagai pengawas mulai dari agen, KPM, kualitas komoditi, kuantitas komoditi dan laporan terkait adanya kerusakan kartu KPM. TKSK tidak berhak ikut mengarahkan atau menggiring ke salah satu suplier. 

Tag : No Tag

Berita Terkait