Loading

Imam Prayogo: PSBB Tidak Boleh Beri Sanksi Pidana Ke Masyarakat


Penulis: Dudun/Editor: Dadan Supardan
4 Tahun lalu, Dibaca : 1162 kali


Imam Prayogo

BEKASI, Medikomonline - Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran covid 19 corona.

Pakar Hukum Perseroan, Advokat Imam Prayogo mengatakan hal itu kepada wartawan, usai sidang teleconference pidana di Lapas Cikarang, Selasa (14/4/2020).

Menurut dia, landasan hukum utama PSBB adalah PP No. 21 tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) lalu ditindaklanjuti dengan Permenkes  No. 9 tahun 2020 tentang pedoman PSBB dalam rangka percepatan pelayanan Covid 19 yang diikuti dengan Pergub dan Perbup dibeberapa wilayah di Indonesia.

"DKI Jakarta yang pertama kali mendapat izin PSBB, oleh karenanya sudah lebih dulu mengeluarkan Pergub untuk dijalankan dan diikuti dengan wilayah lainnya, termasuk Kabupaten Bekasi," katanya.

Patut diketahui, lanjut Imam, Peraturan Pemerintah, Permenkes, Pergub dan Perbup ini derajat hukumnya berada dibawah undang-undang.

"Karena itu, tidak boleh menjatuhkan sanksi pidana dan hanya diperkenankan menjatuhkan sanksi administratif dan/ atau denda sebab hanya undang-undanglah yang berwenang menjatuhkan sanksi pidana. Itulah batasan yang diperkenankan sistem hukum Indinesia," ujarnya.

Wakil Ketua Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (POSBAKUMADIN) Kabupaten Bekasi ini menjelaskan mengenai bkendala dikemudian hari ketika aparat hukum menjalankan tugasnya terhadap pelanggaran PSBB dan ada perlawanan dari masyarakat.

"Polisi tidak boleh melakukan tindakan projustisia karena ini bukan ranah pidana," kata Imam Prayogo.

Dia mengatakan, Kapolri memang telah mengeluarkan maklumat No. Mak/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020. Akan tetapi maklumat itu, menurut teori ilmu hukumnya bukanlah produk hukum.

"Maklumat sama sifatnya dengan imbauan, anjuran, pemberitahuan/pengumuman yang tidak berkekuatan hukum mengikat untuk menjatuhkan sanksi pidana," Imam, menegaskan.

Menurut dia, pemerintah sudah mempunyai UU No. 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dalam Pasal 93 undang-undang ini mengatur sanksi bagi pelanggar maksimal 1 tahun pidana dan denda maksimal. Kenapa tidak UU No. 6 tahun 2018 saja yang diberlakukan dan dikonversi menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) karantina kesehatan yang makna dan maksudnya diperluas dengan penambahan klausul dengan melihat jargon pandemi Covid-19," bebernya.

Sebab, kata Imam, PERPPU mempunyai derajat hukum yang sama dengan undang-undang, sehingga bisa menjatuhkan sanksi pidana bagi pelanggar dengan perbedaan PERPPU hanya bersifat temporer/sementara.

Ditanya apakah kemudian dengan PERPPU karantina kesehatan nantinya akan ditindaklanjuti dengan PP, Permenkes, Pergub dan Perbup karantina kesehatan, menurut Imam, itu sudah keharusan.

"Intinya sudah sangat cukup dengan menerbitkan PERPPU karantina kesehatan memberikan landasan hukum yang kuat bagi aparat hukum untuk mengambil tindakan projustisia bagi pelanggar," ujarnya.

Hanya saja yang menjadi antinomi di sini, kata dia, seharusnya yang diberlakukan adalah karantina teritorial/ wilayah bukan pemberlakuan PSBB guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Tag : No Tag

Berita Terkait