Loading

Surati Ketua KPK Firli Bahuri API Minta Koruptor Bansos Covid-19 Dihukum Mati


Penulis: Dudun/Editor: Dadan Supardan
3 Tahun lalu, Dibaca : 914 kali


Koordinator Tim Advokat Pembela Islam (API), H Abdul Chalim Soebri, saat mendatangi lembaga antirasuah.

BEKASI, Medikomonline – Advokat Pembela Islam (API) mendesak dan mendorong serta mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penegakan hukum tanpa mau diintervensi serta tidak pandang bulu (pilih kasih) terhadap para pelaku tindak pidana korupsi.

API juga memohon KPK agar menjerat dan menuntut hukuman mati terhadap terdakwa Juliari P Batubara, bekas Menteri Sosial dan kroni-kroninya.

“API meminta kepada KPK sebagai salah satu lembaga penegak hukum tetap konsisten dalam mengusut perkara bantuan sosial (bansos) Covid-19 dan tidak usah merasa khawatir jika ada pihak lain yang menghalang-halangi dalam proses penyidikan dan penuntutan, seperti oknum penguasa, pengusaha, partai atau oknum sejenisnya,” kata Koordinator Tim Advokat Pembela Islam (API), H Abdul Chalim Soebri kepada Medikom, Senin (11/01/21).

Abdul Chalim Soebri mengatakan, tindakan korupsi dilihat dari hukum Islam, bisa digolongkan sebagai bentuk perbuatan khianat. Sebab pejabat yang korupsi, sebelumnya telah diberi amanah dari rakyat untuk menjalankan tugasnya dengan anggaran yang telah ditetapkan.

“Namun, bukannya menjalankan amanah jabatan itu malah merugikan rakyat dengan tindakan korupsinya,” ketusnya.

Atas dasar itu, lanjut dia, Tim API belum lama ini mendatangi lembaga antirasuah, sekaligus melayangkan surat dukungan agar korupsi bansos di Kementerian Sosial bisa diusut secara tuntas dan transparan kepada publik.

“Hari Jumat 8 Januari 2021, tim API mendatangi KPK untuk meminta KPK menuntut hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi bansos Covid-19,” tegas Abdul Chalim Soebri.

Surat yang ditandatangani 21 advokat itu ditembuskan kepada Presiden, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua MPR RI, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian RI, dan Ketua Komnas HAM RI, itu kata Abdul Chalim Soebri, untuk mengingatkan Ketua KPK Firli Bahuri terkait pernyataannya yang akan menghukum mati koruptor bansos Covid-19.

“Jika ada yang berani mengorupsi uang bansos pandemi Covid-19, hukuman mati akan menanti mereka,” kata Ketua KPK Firli Bahuri.

Menurut Abdul Chalim Soebri, peringatan Ketua KPK Firli Bahuri soal hukuman mati bagi koruptor bansos pandemi Covid-19 sudah didengungkan sejak April 2020.

“Bahkan, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, pada Rabu 29 April 2020, Ketua KPK menegaskan ancaman pidana mati bagi koruptor tidak melanggar hak asasi manusia (HAM),” katanya.

“Ketua KPK Firli Bahuri juga menyatakan kalau Menteri Sosial Juliari P Batubara bisa diancam hukuman mati, jika terbukti melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi,” lanjut dia.

Pernyataan Ketua KPK ini, kata Abdul Chalim Soebri, diperkuat Presiden Joko Widodo yang menyebutkan bahwa aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin pun menilai sah-sah saja bila hukuman mati untuk koruptor diberlakukan. Asalkan penerapannya sesuai dengan yang telah di atur Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

“Bahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan dirinya setuju dengan hukuman mati terhadap para koruptor,” katanya.

Abdul Chalim Soebri menegaskan, Presiden melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Diseasi 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.

“Artinya, perbuatan Menteri Sosial Juliari P Batubara, dkk dilakukan pada saat negara dalam keadaan genting dan gawat. Jadi, sangat pantas dihukum mati,” ujarnya.

Sebelumnya, operasi tangkap tangan (OTT) KPK telah menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara (JPB), MJS dan AW. Kemudian sebagai pemberi AIM dan HS sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang atau jasa terkait bansos penanganan Covid-19. Yang jumlah fee-nya sebesar Rp17 miliar.

“Dugaan korupsi dana bansos Kemensos diduga dilakukan oleh Juniardi dan kawan-kawan. Kami Tim API meminta kepada KPK agar mengusut secara tuntas perkara ini,” pinta Abdul Chalim Soebri, yang juga pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bekasi ini.

Diketahui, dugaan korupsi dalam pengadaan bansos penanganan Covid-19, diawali adanya proyek berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dan 272 kontrak yang dilaksanakan dengan dua periode.

JPB selaku Menteri Sosial menunjuk MJS dan AW sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui MJS. Untuk fee tiap paket Bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket bansos.

JPB sendiri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara, MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Kemudian, sebagai pemberi, AIM dan HS, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (dudun)

 

 




Tag : No Tag

Berita Terkait