Loading

Angin Segar Pendidikan Vokasi


Penulis: Dadan Supardan
4 Tahun lalu, Dibaca : 1049 kali


Tita Lestari

BANDUNG, Medikomonline – Pendidikan vokasi sedang mendapat angin segar. Harapan yang telah lama dinanti oleh para penyelenggara Pendidikan SMK, kini terpenuhi. Belum lama ini telah disahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang salah satunya berisi pasal tentang keberadaan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi.

Demikian disampaikan Pengawas SMK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Tita Lestari kepada medikomonline.com, Rabu (8/4/2020).

Menurut Tita, selama puluhan tahun, Direktorat Pembinaan SMK berada dalam satu sistem pengelolaan di Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Saat ini setelah terbitnya Perpres tersebut, menjadi Direktorat Jenderal tersendiri. Publik menaruh harapan besar agar pendidikan vokasi menjadi lebih fokus dalam pengelolaannya.

Ia menyarankan agar Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi yang baru membuat program-program prioritas. Pertama, penyelarasan kurikulum SMK dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/DI). Kedua, program untuk mengatasi persoalan kekurangan guru kejuruan dan instruktur kejuruan yang kompeten serta sesuai dengan bidang keahliannya. Ketiga, menyediakan ruang kreativitas yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah bagi lulusan SMK untuk mandiri berwirausaha. Keempat, mempersiapkan lapangan kerja yang lebih luas bagi lulusan yang tidak melanjutkan studi.

Selanjutnya, kelima, merumuskan sistem penilaian yang sesuai dengan karakteristik SMK, seperti mekanisme Uji Kompetensi Keahliaan (UKK), Ujian Paket Kompetensi (UPK), termasuk program untuk memenuhi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Tujuannya agar kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi di berbagai sektor lebih jelas.

“Dan keenam, perlu disusun sebuah pedoman yang jelas dan terukur dalam bentuk model Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) terhadap peserta didik sebagai dasar pengakuan atas capaian pembelajaran seseorang yang diperoleh dari pendidikan formal, non-formal, informal, dan/atau pengalaman kerja ke dalam pendidikan formal,” tutur Tim Ahli Standar Pengelolaan BSNP ini.

Dikatakan, untuk mendukung tercapainya program-program tersebut, perlu dibangun koordinasi dan harmonisasi antara Kemdikbud dan 11 Kementerian lain sesuai dengan amanat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), termasuk koordinasi dengan dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang lebih intensif.

Standar Nasional Pendidikan SMK

Lebih jauh Tita menagatakan, dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2019 disebutkan bahwa Kemdikbud memerankan fungsi untuk menetapkan standar nasional pendidikan dan kurikulum nasional pendidikan menengah, pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini, dan pendidikan non-formal.

Terkait dengan hal tersebut, jelasnya, Kemdikbud telah menetapkan Standar Nasional Pendidikan pada tahun 2018 yang lalu, yaitu dengan  terbitnya Permendikbud Nomor 34 Tahun 2018 tentang Standar Nasional Pendidikan untuk SMK. Isinya menyebutkan bahwa Standar Pengelolaan SMK perlu didukung oleh keterampilan guru dalam memanfaatkan teknologi untuk mengatasi permasalahan di dunia kerja.

“Ini adalah pekerjaan rumah Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi untuk membekali para guru SMK melalui program magang di dunia industri. Semua regulasi yang dibuat tersebut diharapkan dapat membuka jalan untuk pengembangan SMK, menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi yang sesuai dengan pengguna lulusan (link and match), serta meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan SMK,” imbuhnya seraya menegaskan agar kebijakan tersebut semakin mengokohkan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dunia usaha, serta meningkatkan akses sertifikasi dan akreditasi SMK.

Pendidikan Vokasi Negara lain

Menurut Tita, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi yang baru terbentuk harus proaktif melakukan kajian terhadap praktik-praktik terbaik (best practices) dalam pendidikan vokasi di negara-negara maju, baik di Amerika, Eropa, Australia, maupun Asia. Indonesia perlu belajar bagaimana menghadapi tantangan persaingan global abad 21 dan revolusi industri 4.0. Pendidikan vokasi harus menyelaraskan kebutuhan kompetensi dan kualifikasi lulusannya serta mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi di dunia kerja.

Amanah Nawacita dan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 dalam rangka pemenuhan tenaga kerja terampil sampai 2030, tambahnya, merupakan tantangan lain yang harus disiapkan oleh pendidikan vokasi khususnya di perguruan tinggi. Dalam hal ini, para dosen adalah ujung tombak dalam menjawab tantangan tersebut.

Namun ia menyayangkan, sebagian besar dosen pendidikan vokasi masih berasal dari perguruan tinggi non-vokasi. Padahal, dosen-dosen vokasi seharusnya memiliki keterampilan profesional untuk mengelola pembelajaran yang berkaitan dengan pembentukan pengalaman belajar dan penguasaan keterampilan kerja lulusannya. Hal inilah yang selama ini menjadi kendala besar dalam merealisasikan program revitalisasi guru SMK.

Untuk itu, ujar Tita kegiatan magang guru SMK di dunia industri yang telah dirintis oleh Direktorat Pembinaan SMK melalui program revitalisasi diharapkan membawa dampak yang signifikan bagi pengembangan SDM yang bermuara pada kompetensi peserta didik abad 21. Kompetensi tersebut diantaranya meliputi cara berfikir, cara bekerja, kemampuan menggunakan teknologi dan keterampilan hidup di dunia.

“Kita berharap nantinya kebijakan dan program dari Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi yang baru ini mampu menjawab tantangan dan kebutuhan kompetensi global tersebut. Sehingga masa depan pendidikan vokasi di Indonesia semakin cerah,” imbuhnya. ***

Tag : No Tag

Berita Terkait