Loading

APA YANG DILAKUKAN DISDIK JABAR DI MASA PAGEBLUK


Penulis: Dadan Supardan
3 Tahun lalu, Dibaca : 1429 kali


Dewi Sartika

BANDUNG, Medikomonline – Belum dapat dipastikan kapan wabah corona akan sirna. Untuk itu, upaya yang tepat perlu dioptimalkan guna menghadapi pagebluk yang merepotkan ini. Seperti dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Menghadapi pagebluk covid-19 melakukan langkah-langkah strategis.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dewi Sartika ada kebijakan-kebijakan pemerintah untuk menghadapi wabah covid-19. Salah satunya menerbitkan Surat Edaran (SE) Mendikbud No 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19).

Pada awalnya, jelas Dewi Sartika, pembelajaran tidak menghendaki terlalu serius. Lebih diarahkan pada pengalaman belajar yang bermakna. Bagaimana anak-anak menjadi agen perubahan. Mereka belajar apa yang disebut covid, bagaimana terjadi, apa virus itu dan sebagainya, sehingga anak-anak bisa mengedukasi lingkungan dan keluarganya.

“Termasuk orang tuanya. Termasuk bagaimana juga aktivitas belajar itu bervariasi antara peserta didik disesuaikan dengan situasinya,” tutur Dewi Sartika saat menjadi pemateri pada Webinar yang diselenggarakan ICMI Orwil Jawa Barat pekan silam.

Diakui Kadisdik, menghadapi pandemi covid-19 memang belum siap. Namun dalam perjalanannya mulai terbiasa sehingga melakukan upaya-upaya yang terbaik. “Ada self atau inner evaluasi. Bagaimana kita menghadapi kondisi seperti ini. Kita sudah mulai rasional,” katanya seraya menegaskan pentingnya membaca positioning ada di mana saat ini.

Posisi pada bulan pertama, tambah Dewi Sartika, dinamakan dengan istilah fear zone (ketakutan). Di sini orang menjadi sensitif, mudah tersinggung, melakukan hal yang merugikan, panic buying, menyebar hoaks dsb.

“Saat kita ketakutan ini mungkin pada bulan pertama, kita lihat bagaimana saudara-saudara kita harus menghadapi maut. Positioningnya kita di mana? Ada yang sensitif, mudah tersinggung. Banyak ketakutan-ketakutan termasuk orang tua yang panic buying,” imbuhnya.

Setelah itu, masuk pada posisi learning zone. Mulailah berupaya melakukan yang terbaik, belajar dari kondisi yang dihadapi, melakukan tindakan yang bermanfaat, dsb. Kemudian memasuki pada posisi growing zone (perkembangan). Di sini ada empati, tujuan kehidupan semakin jelas. Ada kesadaran betapa kesederhanaan menjadi bagian kehidupan, membantu sesama, bahagia dengan kondisi yang ada, menggalang kekuatan/gotong royong, dsb.

“Ada kebaruan-kebaruan. Ataupun juga rasa bersyukur. Semua itu menjadi bagian positioning peserta didik ada di mana? Menjadi bagian evaluasi orang tua dan guru,” tuturnya.

Kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat pemerintah lainnya, ia mencontohkan adanya penerbitan 15 protokol penanganan penyebaran virus corona di area pendidikan, pemberlakuan bekerja dan belajar dari rumah dengan memanfaatkan media daring, sistem penilaian dianjurkan dalam bentuk kualitatif, pemusatan informasi penanganan virus corona oleh Kemendikbud, penyesuaian fungsi dana BOS dan BOP untuk pembelian pulsa internet dan alat kebersihan pelindung diri, dan penghapusan UN 2020.

Di Jawa Barat sendiri, tambah Dewi Sartika sudah melakukan percepatan pembiayaan. Termasuk membantu sekolah-sekolah swasta dengan besaran per peserta didik Rp550 ribu untuk kurang lebih 5.112 sekolah. Anggarannya cukup besar sekitar Rp673 miliar.

“Kemarin sudah kita selesaikan semuanya. Ini juga dalam rangka membantu sekolah-sekolah swasta. Termasuk juga pembayaran guru-guru non PNS yang ada di sekolah-sekolah negeri. Kita sudah siapkan di angka sekitar Rp530 miliar. Itu kita lakukan percepatan-percepatan agar mereka bisa melakukan tanggung jawabnya,” ungkap Kadisdik.

Langkah-langkah strategis Dinas Pendidikan Provinsi Jabar lainnya, ujar Kadisdik, selalu meng-update kebijakan-kebijakan mulai dari metoda pengajaran sampai pada pembelajaran yang harus diperpanjang ketika belajar di rumah.

Selanjutnya melakukan pembelajaran daring melalui video conference yang diampu oleh para guru dan dipandu oleh virtual koordinator Jawa Barat.

“Alhamdulillah sejak tahun lalu kita sudah membuat virtual koordinator. Jumlahnya ada sekitar 2.046. Targetnya setiap kecamatan dan setiap desa. Kalau di Jawa Barat ada 5.900 desa minimal ada satu orang virtual koordinator. Artinya tidak sekadar hanya di pendidikan, karena kita punya digital desa. Mereka menjadi agen-agen pembaharuan untuk selalu terupdate dengan informasi-informasi,” urainya.

Selain itu, untuk membuat anak-anak bahagia di rumah, Disdik Jabar juga menggelar lomba/challenge: Jabar CovEducation Challenge dan Jabar From Home Challenge. Hadiah berupa sepeda, laptop dsb. disiapkan bagi para pemenang. Termasuk membantu mengembangkan aplikasi pembelajaran moda daring dan melatih penggunaan aplikasi pembelajaran untuk guru.

Dikatakan, untuk fasilitas peralatan teknik informasi dan komunikasinya melakukan kerja sama dengan Tikomdik. Seperti melaksanakan Saresehan Online Jabar Juara (Seroja) sebanyak 33 efisode yang disuguhkan seminggu dua kali.

Dalam kesempatan tersebut Dewi Sartika menyampaikan strategi kementerian yang disebut merdeka belajar. Menurutnya ada beberapa poin berkenaan dengan merdeka belajar. Akan tetapi pada intinya bagaimana memberikan penguatan kepada para guru melaui kepala sekolah.

“Kita juga ingin semua anak-anak bisa sekolah. Tagline kita semua anak harus sekolah semua anak bisa jadi juara. Jadi perlu menjadi perhatian dari aksesibilitas, dari mutu, dan dari tata kelola,” imbuhnya.

Terkait dengan kajian filosofis, ujarnya SDM ke depan yang diharapkan mempunyai nilai-nilai dasar Pancasila. Bagaimana mereka berakhlak mulia, mandiri, bernalar krtitis, punya sifat gotong royong, kreatif, termasuk menguasai kebhinekaan global.

Dalam hal ini, kata Dewi Sartika pandemi covid-19 dapat digunakan sebagai tema pembelajaran. Sementara tema pembelajaran filosofi lokal wisdom yang diangkat disebut “Masagi”. Artinya ada kecerdasan terkait degan ilmu (intellectual quotient), ada emosional (emotional quotient) karena di sana ada akhlak, karakter, fisik dan mental, kemudian religius (spiritual).

“Ini yang sedang kita kembangkan sehingga karakter-karakter inilah yang akan menghantarkan anak-anak kita di Jawa Barat untuk menjadi anak-anak yang mandiri, berdaya saing tetapi mereka tetap selalu berdoa untuk dirinya, untuk keluarganya dan untuk lingkungannya,” ungkapnya.

Jadi jika berbicara mengenai ilmu keterampilan kognitif abad 21 itu, berpikir kritis, high order thinking, mereka harus sehat, mereka punya akhlak yang baik dan tetap mempunyai spiritual yang bagus. Dalam bahasa Sunda diistilahkan niti bakti, niti surti, niti harti dan niti bukti.

Ditambahkan berkenaan dengan usulan grand design dengan adanya permasalahan menghadapi pandemi covid-19, yang paling penting adalah dalam hal tanggap darurat. Tanggap darurat mengajarkan tentang emergency response. Ataupun bagaimana bicara disaster risk-nya yang harus diutamakan.

“Jadi apabila memang Juli ini harus sekolah, berarti di tanggap daruratnya harus betul-betul kita siapkan dengan segala SOP-nya. Kemudian nanti pada saat rehabilitasi ada sekolah sekolah yang dalam pengawasan. Termasuk juga rekonstruksi harus ada pusat-pusat informasi dan evaluasi atau rujukan dalam pembelajaran online. Juga untuk mitigasi-mitigasi terkait dengan pengurangan risiko,” ungkapnya.

Lebih jauh Dewi Sartika menegaskan dibutuhkan panduan perencanaan pembelajaran dan call centre untuk pusat rujukan. Manajemennya juga harus diperbaiki. Hubungan antara orang tua siswa termasuk juga dengan sekolah dan bagaimana melakukan assesment terkait dengan kebutuhan, kekuatan dan kerentanan sekolah, efektivitas program, dan pengembangan inovasi.

Diperlukan juga kolaborasi antara Disdik dengan Diskominfo untuk akses internet, sekolah dengan perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi, informasi, dan komunikasi. Atau ada SMK-SMK yang sudah bisa membuat alat-alat agar daerah-daedah blank spot bisa terkonsolidasikan.

“Lalu bantuan seperti apa yang akan diberikan kepada sekolah-sekolah terpencil yang memiliki keterbatasan? Strategi mengenai wellbeing juga menjadi penting agar anak-anak tidak terlalu cemas. Kita juga bekerja sama dengan Himpunan Psikologi Indoesia jika mereka merasa ada gangguan-gangguan kejiwaan ataupun juga ada stress-stress lain. Mereka mempunyai call centre yang bisa diakses kapan saja,” jelasnya.

Semua itu, tambah Dewi Sartika, tergantung kapan pemerintah mengatakan harus mulai membuka, kapan harus relaksasi? “Ya inilah artinya dari mulai rehabilitasi, rekonstruksi penguatan sampai kepada kita betul-betul bisa mengimplementasikan digital system,” imbuhnya. ***

Tag : No Tag

Berita Terkait