Loading

Indra Charismiadji “Rendahkan” Profesi Guru


Penulis: Dudung Nurullah Koswara
3 Tahun lalu, Dibaca : 3052 kali


Dudung Nurullah Koswara

Oleh Dudung Nurullah Koswara

(Guru SMA Dan Ketua PB PGRI)

Adalah Indra Charismiadji Sang Pengamat Pendidikan mengatakan, “Bagaimana bisa maju pendidikan kita kalau guru di Indonesia antikritik, maunya gaji besar, tetapi kualitasnya rendah….” Pernyataan ini menyakiti perasaan sebagian besar para guru. Benarkah semua guru demikian? Benarkah guru maunya gaji besar? Benarkah kualitas guru rendah?

Menarik pendapat Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia dan Pengamat Kebijakan Publik, Prof. Dr. Cecep Darmawan. Ia mengatakan, “Indra Charismiadji bisa mengkritik guru karena ilmu dari gurunya, namun sayang kritiknya bukan kritik membangun tapi cenderung melecehkan profesi guru. Padahal yang harus dikritik Indra adalah mengapa ada sebagian guru... jangan digeneralisir semua... yang kinerjanya rendah? Banyak faktor dan variabel yang mempengaruhinya salah satunya terkait kebijakan pendidikan yang belum sepenuhnya berpihak pada guru. Jadi silakan Indra kritik dan turut perbaiki berbagai kebijakan pendidikan agar guru guru kita berkualitas.”

Selanjutnya Ia mengatakan, “Silakan kritik kinerja guru namun berikan solusi dan Ia menyarankan Indra Charismiadji untuk ikut pembelajaran di ruang-ruang kelas”. Prof. Dr. Cecep menyatakan saat ini yang dibutuhkan bukan kritik murahan tetapi mari sama-sama memperbaiki dunia pendidikan dengan karya nyata.

Menurut Saya apa yang diungkapkan Indra Charismiadji tidak 100 persen benar. Malah bisa jadi 100 persen menyakiti perasaan para guru. Indra sebagai pengamat pendidikan nampaknnya tidak efektif menyasar entitas guru. Menyimpulkan guru anti kritik, maunya gaji besar dan kualitasnya rendah bagai memukul nyamuk yang ada di pipi bayi dengan pentungan.

Pernyataannya “membabi buta”. Kalau Ia mengatakan, “Ada sebagian guru yang anti kritik, ingin gaji besar dan kulitasnya rendah”. Tentu ini lebih elok. Mengapa? Karena setiap profesi apa pun pasti ada kekurangan atau kelemahan. Semua profesi pasti dalam kadar yang beragam ada “gangguan” komitmen terhadap pekerjaannya. Bahkan bukankah semua profesi ingin gaji besar? Faktanya gaji guru di Indonesia termasuk dengan gaji guru rendah, walau bukan terendah di dunia.

Indra pun mencoba berlindung dibalik pendapat Jusuf Kalla yang mengatakan, “Guru kalau diminta tingkatkan kualitas diam. Giliran bicara soal kesejahteraan, semuanya riuh”. Indra sebagai pengamat harusnya mengerti lebih dalam, mengapa guru bersikap demikian? Guru riuh pada saat berbicara kesejahteraan adalah “kode keras”. Para guru dalam keriuhannya menyampaikan pesan, “Kami para guru masih ada yang bergaji Rp 300 ribu perbulan”.

Bila Indra menyimpulkan bahwa “keriuhan” guru saat berbicara kesejahteraan identik dengan ingin gaji besar, sungguh Indra salah fatal. Sekali lagi keriuhan guru saat berbicara kesejahteraan adalah suara protes yang mengaspirasikan nasib ratusan ribu “Oemanr Bakri” yang gajinya sangat rendah. Indra salah tafsir, salah menterjemahkan kode keras dari para guru. Indra tak paham tentang kebathinan para guru.

Bila Indra berpikir para guru anti kritik dan kualitas rendah karena terlihat diam saat membahas peningkatan kualitas. Diamnya guru saat membahas kualitas kembali salah ditafsirkan Indra. Guru diam saat membahas peningkatan kualitas pada Jusuf Kalla pun adalah kode keras. Ini modus para guru yang hendak menyampaikan pesan, “Kami para guru sudah berupaya meningkatkan kualitas namun pemerintah puluhan tahun belum berupaya menuntaskan nasib guru honorer dan perlindungan profesi guru”

Guru terdiam saat membahas peningkatan kualitas karena faktanya ratusan ribu guru sudah melakukannya. Artinya bagai “Mengajak berenang pada ikan” ratusan ribu guru sudah meningkatkan kualiatas dengan sekolah lagi. Entah berapa jumlah guru karena banyak yang sudah melanjutkan pendidikan S-2 bahkan ada yang S-3. Guru diam saat berbicara peningkatan kualitas karena guru sedang dan sudah melakukannya. Diam adalah protes dan bertanya, “Kok pemerintah tak tahu kami sedang bergerak kearah itu? Kemana aja pemerintah?

Guru riuh saat berbicara kesejahteraan karena pemerintah belum menyentuh keseluruhan guru terkait kesejahteraan. Mungkin ada sekitar 1 juta guru gajinya dibawah UMR/UMP/UKM. Riunya para guru saat berbicara kesejahteraan adalah bahasa tubuh yang bisa diterjemahkan, “Kami terlalu lama dibayar murah, buruh pabrik saja hampir semuanya UMR”. Indra nampak tidak paham terkait bahasa tubuh guru dalam mersepon pemerintah (Jusuf kalla) saat itu.

Terimakasih Indra Charismiadji yang sudah “merendahkan” profesi guru. Walau disisi lain Ia mencoba mengungkap sisi lemah para guru. Itulah pengamat, selalu “pandai berkicau”. Ada kicauan yang faktual, objektif dan tentu juga ada kicauan kacau yang fals dan menyakiti perasaan guru. Semoga Indra Charismiadji bisa belajar lagi tentang komunikasi empatik dan komunikasi andragogik. Bila mau menghantam perasaan guru, rasanya tidak elok. Guru boleh direndahkan atau dituntut bila semua guru di negeri ini sudah sejahtera, sudah UMR dan terlindungi dengan baik. ***

Tag : No Tag

Berita Terkait