Penulis: Drs. H. Daddy Rohanady (Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat)
2 Tahun lalu, Dibaca : 541 kali
Oleh:
Drs. H. Daddy Rohanady (Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat)
Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Jawa Barat telah diparipurnakan Kamis 29 September 2022. Meskipun
hanya maju sehari, hal itu patut diapresiasi. Jadwal tersebut ada kemajuan dari
tradisi tahun-tahun sebelumnya yang mayoritas dilakukan setiap hari terakhir
bulan September.
Perdebatan cukup alot sesungguhnya terjadi
pada waktu pembahasan KUA-PPAS Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 itu. Banyak
hal menarik menyeruak ke permukaan. Hal itu bisa dipahami mengingat ada kultur
baru terkait pembahasan APBD, yakni pemberlakuan Sistem Informasi Pembangunan
Daerah (SIPD).
Beberapa hal yang sempat dibahas secara hangat
tentu saja berkaitan dengan tiga hal penting, yakni Pendapatan Daerah, Belanja
Daerah, dan Pembiayaan Daerah.
Jumlah Pendapatan bertambah Rp 559 miliar
lebih Rp 31,540 triliun lebih menjadi Rp 32,100 triliun lebih.
Belanja Daerah bertambah 7,79% dari Rp 31,525
triliun lebih menjadi Rp 33,980 triliun lebih. Penerimaan Pembiayaan bertambah
Rp 1,920 triliun dari Rp 742 miliar lebih menjadi Rp 2,662 triliun lebih.
Pengeluaran Pembiayaan bertambah Rp 25,302 triliun dari Rp 757 miliar lebih
menjadi Rp 782 miliar lebih. Pembiayaan Netto bertambah Rp 1,895 triliun.
Secara keseluruhan APBD Provinsi Jawa Barat
bertambah Rp 2,480 triliun lebih (7,86%) dari Rp 32,283 triliun lebih menjadi
Rp 34,763 triliun lebih. Perubahan tersebut menunjukkan tren positif. Artinya,
mulai tampak recovery pasca pandemi Covid-19 yang melanda negeri ini selama dua
tahun lebih. Dari semua perubahan itu, ada beberapa catatan terkait Perubahan
APBD Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2022.
Pendapatan pada tahun-tahun mendatang
diharapkan ada peningkatan. Baik dari Pendapatan Asli Daerah maupun Pendapatan
Transfer. Hal itu berkaitan dengan kian banyaknya PR pembangunan di Jawa Barat,
sedangkan fiscal gap menganga begitu besar.
Pendapatan Transfer diharapkan bertambah,
misalnya dari Dana Perimbangan dan Dana Bagi Hasil. Ini berkaitan, misalnya,
dengan PPH 21 dan PPH 25 Badan yang berasal dari berbagai kegiatan usaha yang
dilakukan di Jabar. Jabar juga harus terus mendorong kegiatan ekspor dilakukan
via Jabar, baik itu melalui BIJB Kertajati maupun Pelabuhan Patimban.
Pendapatan dari Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) juga semestinya terus ditingkatkan. Selain beberapa BUMD yang sudah
memberikan dividen yang cukup baik, sebenarnya beberapa BUMD lainnya juga
memiliki prospek yang baik untuk melakukan hal yang sama. BUMD tersebut harus
menata kembali pengelolaannya karena mayoritas masih sangat besar biaya
operasionalnya.
Di bidang Belanja Daerah ada beberapa catatan
khusus. Perhatian utama tentu pada urusan wajib, yakni belanja fungsi
pendidikan, kesehatan, dan beberapa lainnya.
Masalah yang terkait dengan dukungan
pendidikan tingkat SLTA menjadi konsentrasi utama karena hal itu menjadi
kewajiban provinsi. Alokasi yang sudah jauh di atas 20% menunjukkan betapa
besar kepedulian Pemprov Jabar akan hal itu. Demikian pua dengan belanja fungsi
kesehatan. Hal itu dibuktikan, misalnya, dengan besarnya perhatian Pemprov
Jabar pada penanganan masalah stunting.
Masalah infrastruktur juga tidak bisa
diabaikan. Perbaikan semua pintu air dan saluran irigasi amat dibutuhkan untuk
mewujudkan kemandirian pangan daerah. Itu juga merupakan langkah nyata
pemertahanan Jabar sebagai lumbung pangan nasional sekaligus implementasi Perda
Nomor 4 tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan Daerah. Mulai anggaran 2023 harus
dipikirkan memperbaiki semua jaringan irigasi dan pintu air di Jabar.
Mulai tahun anggaran 2023 Jabar juga
semestinya mulai merehabilitasi jalan milik provinsi yang panjangnya 2.360 km
itu. Umur teknis rencana 73% jalan yang sudah habis jangan sampai menjadi bom
waktu. Cukup banyak pula jembatan yang harus diperbaiki karena umurnya sudah di
atas 40 tahun. Bukankah ada slogan "Jalan mantap ekonomi lancar"?
Selain itu, tidak sedikit jembatan di Jabar
yang butuh penanganan. Cukup banyak jembatan di Jabar yang dibangun pada zaman
Belanda. Jangan sampai kita menunggu rusak parahnya jalan atau menunggu
ambruknya jembatan. Biaya dan penanganannya pasti akan membutuhkan waktu lebih
lama dan biaya yang lebih besar.
Di bidang Pembiayaan Daerah pun ada beberapa
catatan. Penyertaan modal kepada BUMD semestinya membuat mereka lebih sehat dan
bisa memberikan dividen yang lebih baik. Dengan demikian, mereka secara nyata
berkontribusi pada pembangunan Jabar. Semain besar dividen masuk, semakin
banyak pula program dan kegiatan yang bisa dilakukan.
Bantalan sosial semoga akan mengerem laju
inflasi dan agak membantu masyarakat yang terdampak kenaikan BBM. Perlu pula
dipikirkan langkah ke depan pasca dihentikannya penyaluran bantuan itu.
Masyarakat sangat membutuhkan kebijakan yang peduli nasib mereka juga.
Semoga semua ikhtiar, termasuk Perubahan APBD
Jabar TA 2022 ini akan mampu mewujudkan RPJMD dan target-target IKU dan IKD
yang telah ditetapkan dapat terealisir. Monitoring dan Evaluasi secara kontinyu
dibutuhkan untuk perbaikan setiap langkah pembangunan.
SIPD
SIPD adalah suatu sistem yang
mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pembangunan daerah
menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan sebagai bahan
pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kinerja
pemerintah daerah.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
berharap seluruh pihak dapat mendukung pemanfaatan Sistem Informasi
Pemerintahan Daerah (SIPD). SIPD
diikhtiarkan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efektif, efisien,
dan akuntabel dengan memanfaatkan teknologi informasi, dan komunikasi. Dengan
demikian APBD semakin transparan.
Sesungguhnya SIPD diluncurkan pada Oktober
2019. Jabar sempat menindaklanjutinya dalam RKPD online. Sistem berbasis daring
itu merupakan sistem informasi yang memuat sistem perencanaan pembangunan
daerah dan sistem keuangan daerah, serta sistem pemerintahan daerah yang lain,
termasuk sistem pembinaan dan pengawasan pemerintahan daerah.
SIPD merupakan amanat Pasal 391 Undang-Undang
(UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Aturan teknisnya
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah. Namun, pihak
Kemendagri juga mengakui bahwa kehadiran aturan turunannya memang relatif
terlambat.
SIPD akan memastikan penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selaras dengan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD). Ini akan menghindari terjadinya ketidaksesuaian antara
perencanaan dan penganggaran.
APBD diharapkan menjadi lebih transparan
sehingga didak mudah dipermainkan oleh tangan-tangan jahil. Sistem yang lebih
terbuka akan membuat akuntabilitas keuangan daerah semakin baik karena semuanya
bisa dilihat langsung di SIPD. Semoga.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer