Loading

Sirup adalah Dosa Besar


Dadan Supardan
3 Bulan lalu, Dibaca : 48 kali

Oleh Dadan Supardan

(Ketua Sekber Kang Haru)

 

Jika ada sebutan dosa besar pada pemilukada, sirup adalah salah satunya. Bukan. Bukan berarti minuman manis menyegarkan berwarna oren, merah, hijau, ungu, atau kuning. Sirup di sini walaupun sama-sama “menyegarkan” memiliki makna berbeda. Yaitu kependekan dari siraman rupiah. Sebuah gerakan haram pemenangan calon pada pemilihan umum. Lebih lazimnya, sirup diistilahkan dengan praktik politik uang.

Sekarang, mari kita berkalkulasi sikap atas praktik sirup dalam pemilukada. Ada dua sikap. Sebagian kalangan sudah tentu sangat jijik dengan praktik sirup. Namun ada pula pihak yang mendewakan.

Bagi kalangan yang menjijikkan, sirup dinilai sebagai praktik lancung merugikan. Lantaran suara bisa ditukar dengan uang. Bahkan dengan harga yang sangat murmer. Ada yang menghargakan Rp20 ribu, Rp50 ribu, seratus ribu rupiah, atau top-topnya di angka Rp300 ribu hingga Rp500 ribu.

Lewat praktik sirup, masyarakat pemilih dibuat dungu. Mereka tak akan lagi mempertimbangkan baik buruk kondisi daerah dan masyarakat lima tahun ke depan. Asalkan dapat cuan, pihak manapun yang memberinya akan dipilih.

Pada kondisi seperti itu, tak berlaku lagi hasrat untuk menakar rekam jejak, kapasitas, dan integritas calon. Dengan kata lain, gerakan sirup merupakan bentuk pembodohan rakyat yang akan melahirkan pemimpin tidak berkualitas.

Pemimpin produk sirup hanya akan peduli pada kepentingan pribadi dan golongan. Lantaran kepentingan rakyat pemilih sudah tandas dibayarnya dengan cuan “recehan”.

Namun anehnya, sebagian pihak malah mendewakan praktik sirup. Mereka menilai siraman rupiah sebagai senjata ampuh untuk memenangi perhelatan pemilukada. Sehebat dan sekredibel apapun calon dari pihak lawan, mereka dijamin takakan merasa gentar. Sebab, dengan praktik sirup dipastikan pemilih dapat dibutakan dan akan berpihak.

Mereka tak peduli bahwa praktik sirup sama saja dengan melecehkan kecerdasan pemilih. Tatanan demokrasi pun sebetulnya diluluhlantakkan.

Lebih anehnya lagi, masyarakat menganggap sirup sebagai hal lazim. Tengok saja hasil survei dari LSI (Lembaga Survei Indonesia) tahun 2019. Nyaris sebanyak 48 persen masyarakat beranggapan sirup sebagai hal yang biasa.

Jadi dibutuhkan gerakan yang menyadarkan masyarakat bahwa sirup itu berbahaya. Sirup adalah pelanggaran mendasar. Bahkan sirup adalah dosa besar. Sirup perbuatan haram, seperti difatwakan MUI.

 

Tag : No Tag

Berita lainnya