Loading

Cerutu


Dadan Supardan
2 Jam lalu, Dibaca : 2 kali

Oleh Dadan Supardan

(Pemred Koran Medikom)

 

Tiba-tiba kebelet ingin memahami cerutu secara mendalam. Hasrat itu melesat setelah melihat Zulkifli Hasan di medsos baru-baru ini. Tangan kiri Menteri Koordinator Bidang Pangan tersebut menenteng cerutu sambil bersantap sate. Tampak adem, berwibawa, dan sangat menikmati suasana. Tentunya aroma khas cerutu menguar pelan dalam ruangan.

Dibanding ke sate, perhatian saya memang lebih fokus pada cerutu. Wajar saja, karena sejarah mencatat gulungan tembakau itu menjadi simbol status dan kekuasaan lintas negeri sejak zaman lampau.

Sebut saja Fidel Castro. Pemimpin revolusi Kuba itu tak dapat dipisahkan dari cerutu. Di manapun berada, cerutu senantiasa terselip di bibirnya.

Lalu mantan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill juga tersohor sebagai penggemar berat cerutu. Saking melekatnya, ada jenis cerutu yang diberi nama “Churchil”. Ukurannya lebih besar dibandingkan ukuran cerutu pada umumnya.

Di dalam negeri, Presiden RI kedua, Soeharto dikenal dengan kebiasaan menghisap cerutu. Seolah tak dapat dipisahkan, ke mana pun ia pergi, cerutu selalu menemaninya.

Lebih jauh lagi, anak buah pria kelahiran Yogyakarta, 8 Juni 1921, ini biasa membaca suasana batin Sang Presiden dari cerutu. Saat menghisap cerutu kecil, memberi arti suasananya tengah muram durja. Akan tetapi sebaliknya, jika cerutu besar yang ditenteng, itu pertanda suasana hati Soeharto dalam kondisi baik.

Memang sejak abad ke-19, cerutu bak sebuah simbol status di kalangan elit dunia. Kemewahan, kekuasaan, dan prestise seolah menyertai orang-orang yang merokok cerutu.  Oleh karena itu, banyak tokoh terkenal mengindentikkan cerutu sebagai bagian dari identitas diri.

Dengan demikian, jamak saja jika banyak yang merespons negatif melihat Zulkifli Hasan  menenteng cerutu sambil bersantap sate. Sebab waktunya beririsan dengan kunjungannya bersama rombongan ke lokasi bencana di Aceh. 

Dalam hal ini, cerutu bukan lagi simbol status dan kekuasaan. Cerutu telah mengoyak rasa perikemanusiaan.


Tag : No Tag

Berita lainnya