Penulis: Mbayak Ginting
5 Tahun lalu, Dibaca : 2284 kali
“Satu
kebanggan kepada kami. Ternyata kalian masih mengingat kami guru dan sekolah SD
Inpres Ajijulu ini. Siapa lagi yang mengangkat derajat SD Inpres Ajijulu ini, kalau
bukan para alumni SD Inpres Ajijulu sendiri. Supaya adik-adik kalian yang dulu
sekolah di sini suatu saat bisa berkumpul semua,” kata Guru SD Inpres Ajijulu
Murni br Sinuhaji berpesan kepada Simponi Sinuhaji dan Predi Ginting di SD
Inpres Ajijulu, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Selasa
(16/04/2019) waktu itu.
Kebetulan
pada hari itu, Simponi Sinuhaji dan Predi Ginting memang sengaja berkunjung ke
SD Inpres Ajijulu untuk meminta data nama-nama siswa yang belajar di SD Inpres
Ajijulu pada tahun 1982. Para guru SD Inpres Ajijulu dengan gembira memberikan
data nama-nama siswa SD Inpres yang masuk tahun 1982.
Ternyata
lebih dari 40 orang siswa angkatan tahun 1982. Siswa angkatan tahun 1982 ini
pindah belajar ke SD Inpres Ajijulu pada tahun 1983 ketika sudah naik ke kelas
2. Sebelumnya kami belajar kelas 1 di SD Negeri Ajibuhara, Kecamatan Tiga
Panah, Kabupaten Karo.
Sudah
36 tahun berlalu ketika pertama kali menginjakkan kaki di bangku sekolah SD
Inpres Ajijulu. Selama 6 tahun menempuh pendidikan sekolah dasar di sekolah
yang penuh kenangan ini.
Ketika
Simponi Sinuhaji menyampaikan pesan Guru SD Inpres Ajijulu Murni br Sinuhaji
dalam sebuah Grup Whastapp Forum Alumni SD Inpres Ajijulu Angkatan 1982,
beberapa teman sesama angkatan SD tahun 1982 langsung merespons positif. “Kata
guru kita, siapa lagi yang dapat membuat citra SD Inpres baik,” ujar Simpon
yang mengaku terharu (megogo)
mendengar pesan guru tersebut.
Ternyata
pesan guru ini menambah rasa kebersamaan sesama Alumni SD Inpres Ajijulu. Sebagai
Alumni SD Inpres Ajijulu Angkatan 1982, kami merespons pesan guru kami Murni br
Sinuhaji yang begitu menyentuh hati. Dengan
satu rasa dan satu hati kami sampaikan, kami bangga pernah belajar di SD Inpres
Ajijulu.
Ketika
melihat foto sekolah SD Inpres Ajijulu yang dikirim Simponi ke Grup Whatsapp,
Johanis Sinuhaji, yang dulu Ketua Kelas Angkatan 1982 berkata, “Sudah bagus
sekali bekas sekolah kita.” Namun ungkapan bagus sekali ini juga sedikit
menggelitik karena terlihat ada sederetan bangunan SD Inpres Ajijulu sudah
tidak beratap lagi sehingga kurang elok dipandang.
Demikian
juga ketika melihat nama-nama teman SD satu angkatan yang sudah hampir
terlupakan, Johanis kembali berujar, ”Sudah sangat rindu untuk bertemu
kembali.”
Isma
br Surbakit menambahkan, ”kebersamaan Alumni SD Inpres Ajijulu berkunjung ke SD
Inpres Ajijulu sebagai bentuk penghargaan jasa para guru kita.”
Atas
jasa para Guru SD Inpres Ajijulu ini, Karmila br Sitepu juga mengakui, “Karena
kesibukan masing-masing, kita kurang menghargai jasa para guru yang sudah
mendidik kita. Jadi malu sendiri.”
Demikian
sekilas ungkapan para alumni SD Inpres Ajijulu yang selama enam tahun menempuh
pendidikan dasar di sekolah tersebut. Kurun waktu enam tahun bukanlah waktu
yang sebentar, banyak pengalaman dan kenangan yang indah untuk diingat kembali
sebagai pengikat tali silaturahmi (mburo
ate tedeh) sesama alumni.
Ketika
membuat tulisan ini, dari tanah Parahiyangan Bandung, saya mencoba mengingat
kembali masa-masa kecil yang telah 36 tahun berlalu di SD Inpres Ajijulu yang
penuh kenangan. Di sekolah ini lah pertama kali kami diajari membaca, menulis
dan menghitung atau yang lebih populer dengan istilah Calistung pada zaman kini.
Ketika
di kelas 1 dan 2 SD, mungkin sebagian dari kami masih ada yang belum bisa
membaca. Maklum, karena pada waktu itu kami tidak ada yang menempuh pendidikan
Taman Kanak-Kanak atau pun Pendidikan Anak Usia Dini seperti yang ada saat ini.
Mengutip
Khalil Gibran, penulis dari Lebanon-Amerika mengatakan, “Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan semua
hasrat serta keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan. Dan
pengetahuan adalah hampa jika tidak diikuti pelajaran. Dan setiap pelajaran
akan sia-sia jika tidak disertai cinta.”
Tentunya
kami pun para Alumni SD Inpres Ajijulu sangat berterima kasih kepada semua guru
kami, karena darimu-lah kami memperoleh pengetahuan dan pelajaran sebagai modal
kami melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP, SMA, dan perguruan tinggi.
Di
papan tulis yang lebar berwarna hitam, guru kami waktu itu menuliskan kalimat
dengan kapur tulis putih, “Ini Ibu Budi, Ini Bapak Budi.” Dengan sabar para
guru kami mengajari kami untuk bisa membaca dan menulis. Kalimat “Ini Ibu Budi,
Ini Bapak Budi” kini masih sering terngiang ketika mengingat belajar membaca di
SD Inpres Ajijulu tercinta.
Pendidikan
karakter untuk hidup jujur, disiplin, bekerja keras, bergotong royong, saling
membantu juga ditanamkan oleh guru kami di SD Inpres Ajijulu waktu itu. Saya
masih mengingat ketika waktu itu di SD Inpres Ajijulu belum ada air dari
Perusahaan Daerah Air Minum, kami pun dengan senang hati membawa air dari rumah
masing-masing. Air ini ditampung di bak air toilet. Untuk membersihkan kelas
dan sekolah, kami juga sering bergotong royong agar kami bisa belajar dengan
aman dan nyaman.
Ketika
kami melakukan kesalahan di sekolah, kami juga sering dihukum oleh guru agar
kami agar hidup disiplin dan jujur. Tidak jarang kami disuruh berdiri di depan
kelas sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan. Bahkan
pukulan sapu lidi juga sudah biasa kami terima untuk menebus kesalahan kami.
Tetapi hukuman itu tidak menjadi masalah bagi kami untuk memperbaiki diri.
Sebagaimana
dikatakan dalam Kitab Amsal 10:17, “Siapa
mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa
mengabaikan teguran, tersesat.” Demikian juga Kitab Amsal 12:1 mengatakan, ”Siapa mencintai didikan, mencintai
pengetahuan; tetapi siapa membenci teguran, adalah dungu.” Justru kini
ketika mengingat pernah dihukum oleh guru kami, hanya rasa terima kasihlah yang
pantas diucapkan. Belajar dari ganjaran hukuman, ternyata bisa mendidik dan
memperbaiki diri lebih baik lagi.
Bermain
di halaman SD Inpres yang luas juga tidak bisa kami lupakan kenangannya. Siswa
pria banyak yang bermain kelereng, bahkan permainan ekstrim ertipak pun dilakukan. Siswa perempuan
ada yang bermain karet, main lompatan (cengkah-cengkah),
dan lainnya. Permainannya berbeda sekali dengan permainan di era zaman digital sekarang
yang banyak disuguhi aplikasi game di
smartphone.
Jajanan
sekolah di SD Inpres Ajijulu pada tahun 80-an tentu sangat berbeda dengan
jajanan zaman now. Dulu memakan tebu (ngengus)
sudah hal biasa kami lakukan ketika jam istirahat sekolah. Demikian juga
memakan jambu kelutuk (galiman).
Itulan jajanan alami pada masa itu.
Kini
setelah lebih 30 tahun berlalu, telah banyak para alumni SD Inpres Ajijulu
melanjutkan pendidikan ke berbagai jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Beberapa alumni SD Inpres Ajijulu ada yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia
seperti Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Univeristas
Sriwijaya, Universitas Riau, Universitas Negeri Medan, Universitas Sumatera
Utara dan lain sebagainya. Bahkan ada juga alumni SD Inpres Ajijulu yang
berhasil lulus di Akademi Kepolisian yang saat ini berdinas sebagai perwira
menengah di Kepolisian Republik Indonesia. Tidak hanya itu, ada juga alumni
lain menempuh pendidikan di sekolah bidang kesehatan dan teologi.
Mereka
kini pun sudah berpencar di berbagai pulau dan provinsi yang ada di Negara
Indonesia tercinta ini dengan berbagai profesi. Ada yang menjadi pengusaha
angkutan, pengusaha pertanian, pedagang, pegawai swasta, pegawai negeri sipil,
polisi, pendeta, dokter, paramedis, guru, dan lain sebagainya. Jarak dan waktu
kini pun memisahkan para Alumni SD Inpres Ajijulu satu sama lain.
Tentu
ada kerinduan untuk bisa bertemu mburo
ate tedeh sesama alumni SD Inpres Ajijulu dengan guru SD Inpres Ajijulu
untuk berbagi cerita masa kecil dan pengalaman hidup. Seorang teman kami, Predi
Ginting menuliskan puisi kerinduannya dalam Bahasa Karo seperti ini, “Tengah berngi, berngina simelenget.Kutatap
kulangit simeganjang,bulan ras bintang lalit ersinalsal. Nambah-nambahi
lengetna pusuh si kubaba. Ndauh kal kugargari, engkai maka sempat pusuhku
termampa-mampa bage ateku. Berngi ras terang lalap terbaba-baba, piah sampur la
erkesehen. Ate metedeh lalap jadi temanku ibas kudalani wari-wariku. Mesikel
kal aku jumpa ras kaina, gia kentisik malem kal tedehku. O kam angin sirembus, pesehndu
sitik kata tenahku, nandangi ia kerina temanku si enggo ndauh nadingken kuta.”
Puisi
yang senada juga disampaikan sahabat kami Masmur Sinuhaji dalam Bahasa Karo.
Dia berkata, ”Berngi terang bulan,
langitna mangko-angko. Rikutken udan gembura, nuriken ate megogo. Mentas angin silumang,
tempa-tempa erdilo-dilo. Oh,,,,pusuhku kepe rate metedeh, metedeh nangdangi
teman meriah. Si enggo ibayu paksa danak-danak ndube. Tapi,,,uga ningku
ari,,,nahe kujingkang.”
Saya
berulang kali membaca puisi sahabat kami ini, terharu dan juga rindu mengingat
kenangan masa lalu. Ketika hanyut dalam perasaan membaca puisi karya sahabat
kami ini, tak terasa mata pun berkaca-kaca. Mungkin begitu juga dengan
teman-teman saya yang lain.
Akhir
kata saya pun membalas puisi sahabat kami ini dengan sebuah pantun Karo, “Bandung nari lawes ku Pasar Tangerang, ula
lupa nukur duku Palembang. Kerna tedeh nggo me lanai teralang, jumpa kita pagi
ukurta pe terang.” Mejuah-juah kita
kerina. (Penulis, Mbayak
Ginting/Alumni SD Inpres Ajijulu)
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer