Penulis: Dadan Supardan
4 Tahun lalu, Dibaca : 1861 kali
BANDUNG, Medikomonline – Belum dapat
dipastikan kapan wabah corona akan sirna. Untuk itu, upaya yang tepat perlu
dioptimalkan guna menghadapi pagebluk yang merepotkan ini. Seperti dilakukan
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Menghadapi pagebluk covid-19 melakukan
langkah-langkah strategis.
Menurut Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dewi
Sartika ada kebijakan-kebijakan pemerintah untuk menghadapi wabah covid-19. Salah
satunya menerbitkan Surat Edaran (SE) Mendikbud No 4 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus
Disease (Covid-19).
Pada awalnya,
jelas Dewi Sartika, pembelajaran tidak menghendaki terlalu serius. Lebih
diarahkan pada pengalaman belajar yang bermakna. Bagaimana anak-anak menjadi
agen perubahan. Mereka belajar apa yang disebut covid, bagaimana terjadi, apa
virus itu dan sebagainya, sehingga anak-anak bisa mengedukasi lingkungan dan
keluarganya.
“Termasuk orang
tuanya. Termasuk bagaimana juga aktivitas belajar itu bervariasi antara peserta
didik disesuaikan dengan situasinya,” tutur Dewi Sartika saat menjadi pemateri
pada Webinar yang diselenggarakan ICMI Orwil Jawa Barat pekan silam.
Diakui Kadisdik,
menghadapi pandemi covid-19 memang belum siap. Namun dalam perjalanannya mulai
terbiasa sehingga melakukan upaya-upaya yang terbaik. “Ada self atau inner
evaluasi. Bagaimana kita menghadapi kondisi seperti ini. Kita sudah mulai
rasional,” katanya seraya menegaskan pentingnya membaca positioning ada
di mana saat ini.
Posisi pada bulan
pertama, tambah Dewi Sartika, dinamakan dengan istilah fear zone
(ketakutan). Di sini orang menjadi sensitif, mudah tersinggung, melakukan hal yang merugikan, panic buying, menyebar hoaks dsb.
“Saat kita
ketakutan ini mungkin pada bulan pertama, kita lihat bagaimana saudara-saudara
kita harus menghadapi maut. Positioningnya kita di mana? Ada yang sensitif,
mudah tersinggung. Banyak ketakutan-ketakutan termasuk orang tua yang panic
buying,” imbuhnya.
Setelah itu, masuk
pada posisi learning zone. Mulailah berupaya melakukan yang terbaik, belajar dari kondisi yang dihadapi, melakukan tindakan yang bermanfaat, dsb. Kemudian
memasuki pada posisi growing zone (perkembangan). Di sini ada
empati, tujuan kehidupan semakin jelas. Ada kesadaran betapa kesederhanaan
menjadi bagian kehidupan, membantu sesama, bahagia dengan kondisi yang ada, menggalang kekuatan/gotong royong, dsb.
“Ada
kebaruan-kebaruan. Ataupun juga rasa bersyukur. Semua itu menjadi bagian positioning
peserta didik ada di mana? Menjadi bagian evaluasi orang tua dan guru,”
tuturnya.
Kebijakan-kebijakan
yang sudah dibuat pemerintah lainnya, ia mencontohkan adanya penerbitan 15
protokol penanganan penyebaran virus corona di area pendidikan, pemberlakuan bekerja dan belajar dari rumah dengan
memanfaatkan media daring,
sistem penilaian dianjurkan dalam bentuk kualitatif, pemusatan informasi
penanganan virus corona oleh Kemendikbud, penyesuaian fungsi dana BOS dan BOP untuk pembelian pulsa internet dan alat
kebersihan pelindung diri,
dan penghapusan UN 2020.
Di Jawa Barat
sendiri, tambah Dewi Sartika sudah melakukan percepatan pembiayaan. Termasuk
membantu sekolah-sekolah swasta dengan besaran per peserta didik Rp550 ribu
untuk kurang lebih 5.112 sekolah. Anggarannya cukup besar sekitar Rp673 miliar.
“Kemarin sudah
kita selesaikan semuanya. Ini juga dalam rangka membantu sekolah-sekolah
swasta. Termasuk juga pembayaran guru-guru non PNS yang ada di sekolah-sekolah
negeri. Kita sudah siapkan di angka sekitar Rp530 miliar. Itu kita lakukan
percepatan-percepatan agar mereka bisa melakukan tanggung jawabnya,” ungkap
Kadisdik.
Langkah-langkah
strategis Dinas Pendidikan Provinsi Jabar lainnya, ujar Kadisdik, selalu meng-update
kebijakan-kebijakan mulai dari metoda pengajaran sampai pada pembelajaran yang
harus diperpanjang ketika belajar di rumah.
Selanjutnya
melakukan pembelajaran daring melalui video conference yang diampu oleh para
guru dan dipandu oleh virtual koordinator Jawa Barat.
“Alhamdulillah
sejak tahun lalu kita sudah membuat virtual koordinator. Jumlahnya ada sekitar
2.046. Targetnya setiap kecamatan dan setiap desa. Kalau di Jawa Barat ada
5.900 desa minimal ada satu orang virtual koordinator. Artinya tidak sekadar
hanya di pendidikan, karena kita punya digital desa. Mereka menjadi agen-agen
pembaharuan untuk selalu terupdate dengan informasi-informasi,” urainya.
Selain itu, untuk
membuat anak-anak bahagia di rumah, Disdik Jabar juga menggelar lomba/challenge: Jabar CovEducation Challenge dan Jabar From Home Challenge. Hadiah berupa sepeda, laptop dsb.
disiapkan bagi para pemenang. Termasuk membantu mengembangkan aplikasi
pembelajaran moda daring dan melatih penggunaan aplikasi pembelajaran untuk
guru.
Dikatakan, untuk
fasilitas peralatan teknik informasi dan komunikasinya melakukan kerja sama
dengan Tikomdik. Seperti melaksanakan Saresehan Online Jabar Juara (Seroja)
sebanyak 33 efisode yang disuguhkan seminggu dua kali.
Dalam kesempatan
tersebut Dewi Sartika menyampaikan strategi kementerian yang disebut merdeka
belajar. Menurutnya ada beberapa poin berkenaan dengan merdeka belajar. Akan tetapi
pada intinya bagaimana memberikan penguatan kepada para guru melaui kepala
sekolah.
“Kita juga ingin
semua anak-anak bisa sekolah. Tagline kita semua anak harus sekolah semua anak
bisa jadi juara. Jadi perlu menjadi perhatian dari aksesibilitas, dari mutu,
dan dari tata kelola,” imbuhnya.
Terkait dengan
kajian filosofis, ujarnya SDM ke depan yang diharapkan mempunyai nilai-nilai
dasar Pancasila. Bagaimana mereka berakhlak mulia, mandiri, bernalar krtitis,
punya sifat gotong royong, kreatif, termasuk menguasai kebhinekaan global.
Dalam hal ini,
kata Dewi Sartika pandemi covid-19 dapat digunakan sebagai tema pembelajaran. Sementara tema
pembelajaran filosofi lokal wisdom yang diangkat disebut “Masagi”. Artinya ada
kecerdasan terkait degan ilmu (intellectual quotient), ada emosional (emotional
quotient) karena di sana ada akhlak, karakter, fisik dan mental, kemudian
religius (spiritual).
“Ini yang sedang
kita kembangkan sehingga karakter-karakter inilah yang akan menghantarkan
anak-anak kita di Jawa Barat untuk menjadi anak-anak yang mandiri, berdaya
saing tetapi mereka tetap selalu berdoa untuk dirinya, untuk keluarganya dan
untuk lingkungannya,” ungkapnya.
Jadi jika berbicara
mengenai ilmu keterampilan kognitif abad 21 itu, berpikir kritis, high order
thinking, mereka harus sehat, mereka punya akhlak yang baik dan tetap
mempunyai spiritual yang bagus. Dalam bahasa Sunda diistilahkan niti bakti,
niti surti, niti harti dan niti bukti.
Ditambahkan
berkenaan dengan usulan grand design dengan adanya permasalahan
menghadapi pandemi covid-19, yang paling penting adalah dalam hal tanggap
darurat. Tanggap darurat mengajarkan tentang emergency response. Ataupun
bagaimana bicara disaster risk-nya yang harus diutamakan.
“Jadi apabila
memang Juli ini harus sekolah, berarti di tanggap daruratnya harus betul-betul
kita siapkan dengan segala SOP-nya. Kemudian nanti pada saat rehabilitasi ada
sekolah sekolah yang dalam pengawasan. Termasuk juga rekonstruksi harus ada
pusat-pusat informasi dan evaluasi atau rujukan dalam pembelajaran online. Juga
untuk mitigasi-mitigasi terkait dengan pengurangan risiko,” ungkapnya.
Lebih jauh Dewi
Sartika menegaskan dibutuhkan panduan perencanaan pembelajaran dan call centre
untuk pusat rujukan. Manajemennya juga harus diperbaiki. Hubungan antara orang
tua siswa termasuk juga dengan sekolah dan bagaimana melakukan assesment
terkait dengan kebutuhan, kekuatan dan kerentanan sekolah, efektivitas program,
dan pengembangan inovasi.
Diperlukan juga kolaborasi
antara Disdik dengan Diskominfo untuk akses internet, sekolah dengan perusahaan
yang bergerak dalam bidang teknologi, informasi, dan komunikasi. Atau ada
SMK-SMK yang sudah bisa membuat alat-alat agar daerah-daedah blank spot
bisa terkonsolidasikan.
“Lalu bantuan
seperti apa yang akan diberikan kepada sekolah-sekolah terpencil yang memiliki
keterbatasan? Strategi mengenai wellbeing juga menjadi penting agar
anak-anak tidak terlalu cemas. Kita juga bekerja sama dengan Himpunan Psikologi
Indoesia jika mereka merasa ada gangguan-gangguan kejiwaan ataupun juga ada
stress-stress lain. Mereka mempunyai call centre yang bisa diakses kapan saja,”
jelasnya.
Semua itu, tambah
Dewi Sartika, tergantung kapan pemerintah mengatakan harus mulai membuka, kapan
harus relaksasi? “Ya inilah artinya dari mulai rehabilitasi, rekonstruksi
penguatan sampai kepada kita betul-betul bisa mengimplementasikan digital system,”
imbuhnya. ***
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer