Penulis: Dudung Nurullah Koswara
4 Tahun lalu, Dibaca : 3317 kali
Oleh Dudung Nurullah Koswara
(Guru SMA Dan Ketua PB PGRI)
Adalah Indra Charismiadji Sang Pengamat Pendidikan
mengatakan, “Bagaimana bisa maju pendidikan kita kalau guru di Indonesia antikritik,
maunya gaji besar, tetapi kualitasnya rendah….” Pernyataan ini menyakiti
perasaan sebagian besar para guru. Benarkah semua guru demikian? Benarkah guru
maunya gaji besar? Benarkah kualitas guru rendah?
Menarik pendapat Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia
dan Pengamat Kebijakan Publik, Prof. Dr. Cecep Darmawan. Ia mengatakan, “Indra
Charismiadji bisa mengkritik guru karena ilmu dari gurunya, namun sayang
kritiknya bukan kritik membangun tapi cenderung melecehkan profesi guru.
Padahal yang harus dikritik Indra adalah mengapa ada sebagian guru... jangan
digeneralisir semua... yang kinerjanya rendah? Banyak faktor dan variabel yang
mempengaruhinya salah satunya terkait kebijakan pendidikan yang belum sepenuhnya
berpihak pada guru. Jadi silakan Indra kritik dan turut perbaiki berbagai
kebijakan pendidikan agar guru guru kita berkualitas.”
Selanjutnya Ia mengatakan, “Silakan kritik kinerja guru
namun berikan solusi dan Ia menyarankan Indra Charismiadji untuk ikut
pembelajaran di ruang-ruang kelas”. Prof. Dr. Cecep menyatakan saat ini yang
dibutuhkan bukan kritik murahan tetapi mari sama-sama memperbaiki dunia
pendidikan dengan karya nyata.
Menurut Saya apa yang diungkapkan Indra Charismiadji tidak
100 persen benar. Malah bisa jadi 100 persen menyakiti perasaan para guru.
Indra sebagai pengamat pendidikan nampaknnya tidak efektif menyasar entitas
guru. Menyimpulkan guru anti kritik, maunya gaji besar dan kualitasnya rendah
bagai memukul nyamuk yang ada di pipi bayi dengan pentungan.
Pernyataannya “membabi buta”. Kalau Ia mengatakan, “Ada
sebagian guru yang anti kritik, ingin gaji besar dan kulitasnya rendah”. Tentu
ini lebih elok. Mengapa? Karena setiap profesi apa pun pasti ada kekurangan
atau kelemahan. Semua profesi pasti dalam kadar yang beragam ada “gangguan”
komitmen terhadap pekerjaannya. Bahkan bukankah semua profesi ingin gaji besar?
Faktanya gaji guru di Indonesia termasuk dengan gaji guru rendah, walau bukan
terendah di dunia.
Indra pun mencoba berlindung dibalik pendapat Jusuf Kalla
yang mengatakan, “Guru kalau diminta tingkatkan kualitas diam. Giliran bicara
soal kesejahteraan, semuanya riuh”. Indra sebagai pengamat harusnya mengerti
lebih dalam, mengapa guru bersikap demikian? Guru riuh pada saat berbicara
kesejahteraan adalah “kode keras”. Para guru dalam keriuhannya menyampaikan
pesan, “Kami para guru masih ada yang bergaji Rp 300 ribu perbulan”.
Bila Indra menyimpulkan bahwa “keriuhan” guru saat berbicara
kesejahteraan identik dengan ingin gaji besar, sungguh Indra salah fatal.
Sekali lagi keriuhan guru saat berbicara kesejahteraan adalah suara protes yang
mengaspirasikan nasib ratusan ribu “Oemanr Bakri” yang gajinya sangat rendah.
Indra salah tafsir, salah menterjemahkan kode keras dari para guru. Indra tak
paham tentang kebathinan para guru.
Bila Indra berpikir para guru anti kritik dan kualitas
rendah karena terlihat diam saat membahas peningkatan kualitas. Diamnya guru
saat membahas kualitas kembali salah ditafsirkan Indra. Guru diam saat membahas
peningkatan kualitas pada Jusuf Kalla pun adalah kode keras. Ini modus para
guru yang hendak menyampaikan pesan, “Kami para guru sudah berupaya
meningkatkan kualitas namun pemerintah puluhan tahun belum berupaya menuntaskan
nasib guru honorer dan perlindungan profesi guru”
Guru terdiam saat membahas peningkatan kualitas karena
faktanya ratusan ribu guru sudah melakukannya. Artinya bagai “Mengajak berenang
pada ikan” ratusan ribu guru sudah meningkatkan kualiatas dengan sekolah lagi.
Entah berapa jumlah guru karena banyak yang sudah melanjutkan pendidikan S-2
bahkan ada yang S-3. Guru diam saat berbicara peningkatan kualitas karena guru
sedang dan sudah melakukannya. Diam adalah protes dan bertanya, “Kok pemerintah
tak tahu kami sedang bergerak kearah itu? Kemana aja pemerintah?
Guru riuh saat berbicara kesejahteraan karena pemerintah
belum menyentuh keseluruhan guru terkait kesejahteraan. Mungkin ada sekitar 1
juta guru gajinya dibawah UMR/UMP/UKM. Riunya para guru saat berbicara
kesejahteraan adalah bahasa tubuh yang bisa diterjemahkan, “Kami terlalu lama
dibayar murah, buruh pabrik saja hampir semuanya UMR”. Indra nampak tidak paham
terkait bahasa tubuh guru dalam mersepon pemerintah (Jusuf kalla) saat itu.
Terimakasih Indra Charismiadji yang sudah “merendahkan”
profesi guru. Walau disisi lain Ia mencoba mengungkap sisi lemah para guru.
Itulah pengamat, selalu “pandai berkicau”. Ada kicauan yang faktual, objektif
dan tentu juga ada kicauan kacau yang fals dan menyakiti perasaan guru. Semoga
Indra Charismiadji bisa belajar lagi tentang komunikasi empatik dan komunikasi
andragogik. Bila mau menghantam perasaan guru, rasanya tidak elok. Guru boleh
direndahkan atau dituntut bila semua guru di negeri ini sudah sejahtera, sudah
UMR dan terlindungi dengan baik. ***
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer