Loading

Realisasi Produksi Tanaman Serealia Rp36,4 Miliar di Dinas Tanaman Pangan Jabar


Penulis: IthinK
2 Tahun lalu, Dibaca : 777 kali


Ilustrasi/Penanaman padi di Jawa Barat. (Foto: Humas Dinas TPH Jabar)

BANDUNG, Medikomonline.com – Kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia dengan sebesar Rp36,4 miliar telah direalisasikan oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2020 lalu. Anggaran ini bersumber dari dana APBN Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian tahun anggaran 2020.

Sekretaris Dinas TPH Jabar Drs M Ruslan U ESFA MM kepada Medikom mengatakan, komoditas Serealia yang utama terdiri atas padi dan jagung. Kedua komoditas ini merupakan yang paling strategis disbanding lainnya dalam komoditas pangan, sehingga selalu mendapatkan perhatian khusus dalam setiap kebijakan yang ditetapkan melalui Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Tanaman Pangan.

“Program tersebut dilakukan melalui perluasan areal tanam/peningkatan luas tanam, penyediaan input, penyediaan teknologi, sarana air, pemasaran hasil dan lain sebagainya, yang memungkinkan untuk lebih menggairahkan para petani berusaha tani yang lebih optimal, sehingga pada akhirnya diharapkan peningkatan produksi dan produksitivitas dapat dicapai,” jelas Ruslan.

Untuk mencapai sasaran yang berat tersebut, Ruslan mengungkapkan, dukungan program pemerintah yang diharapkan menjadi pemicu peningkatan luas tambah tanam dan produksi difokuskan pada kegiatan yang bersumber dari APBN Tanaman Pangan dalam DIPA Tugas Pembantuan.

“Sedangkan kegiatan yang bersumber dari pembiayaan lainnya, baik APBN maupun APBD diharapkan mendukung kelancaran pelaksanaan strategi pencapaian produksi lapangan di lapangan,” ungkapnya.

Lebih rinci Ruslan memaparkan beberapa kegiatan dalam Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia. Pertama, Peningkatan Produktivitas. Kedua, Perluasan Areal Tanam Baru (Ekstensifikasi). Ketiga, Percepatan Tanam Untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP). Keempat, Korporasi Berbasis Kawasan.  

1.Peningkatan Produktivitas

Merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produksi komoditas Serealia dengan cara mengoptimalkan lahan pertanian yang tersedia. Dalam pelaksanaan kegiatan intensifikasi difokuskan pada upaya penanganan masalah terkait pengelolaan tanah, penggunaan benih bermutu, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit pada tanaman, pemanenan dan kegiatan selama pascapanen.

Peningkatan produktivitas komoditas Serealia dilakukan melalui peningkatan penggunaan benih varietas unggul bermutu yang memiliki tingkat adaptasi lingkungan baik serta potensi produksi yang tinggi, peningkatan jumlah populasi tanaman dengan pengaturan jarak tanam, pemupukan sesuai rekomendasi spesifik lokasi serta berimbang, penggunaan pupuk organic dan pupuk bio hayati, pengelolaan pengairan dan perbaikan budidaya lainnya yang disertai dengan peningkatan pengawalan , pendampingan, pemantauan dan koordinasi.

Strategi ini terutama dilaksanakan karena perluasan areal sudah sulit dilakukan,  sehingga dengan penerapan teknologi spesifik lokasi yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produktivitas.

2. Perluasan Areal Tanam Baru (Ekstensifikasi) 

Permasalahan substantif yang dihadapi dalam peningkatan produksi adalah berkurangnya luas areal lahan sawah akibat alih fungsi dari lahan pertanian ke peruntukan du luar pertanian. Berdasarkan permasalahan tersebut, dalam upaya peningkatan produksi, kegiatannya dititikberatkan pada perluasan areal tanam baru (Ekstensifikasi) dan peningkatan indeks pertanaman pada lahan yang masih berpotensi untuk ditingkatkan melalui pengaturan jadwal tanam/pola tanam, antara lain lahan irigasi, lahan taddah hujan, lahan perkebunan, lahan hutan, lahan marginal, lahan yang tidak disuahakan dan lahan-lahan lainnya.

Guna mendukung upaya di atas, maka kegiatan dilaksanakan melalui fasilitasi stimulan antara: benih, alat dan mesin pertanian pra panen maupun apscapanen, rehabilitasi jaringan irigasi, pembangunan sumber air, (bendungan, sumur dangkal, dan lainnya), pompanisasi/pipanisasi, pengaturan pengairan yang efesien dan lain-lain.

3.Percepatan Tanam Untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP)      

Percepatan tanam merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan produksi melalui penambahan areal tanam. Hal ini didukung dengan prediksi cuaca di masing-masing daerah. Untuk mendukung strategi percepatan tanam diperlukan:

1) Memobilisasi alat mesin pertanian untuk pengolahan tanah dan tanam, seperti: traktor roda dua, traktor roda empat, kerbau/sapi, dan mesin tanam (transplanter).

2) Penyediaan sarana produksi, seperti: benih, pupuk, kapur pertanian, dan pestisida dalam jumlah dan kualitas yang mencukupi dan tepat waktu.

Penggunaan dan pemilihan benih sebaiknya memperhatikan kondisi lahan/daerah spesifikasi lokasi, memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit, berumur genjah, potensi produksi tinggi, serta memiliki pangsa pasar yang baik. Hal ini dimaksudkan agar umur panen bisa dipersingkat untuk mengejar musim tanam berikutnya serta memberikan keuntungan yang lebih baik disbanding musim sebelumnya.  

Penggunaan pupuk, selain memanfaatkan pupuk anorganik bersubsidi, juga dapat memaksimalkan potensi daerah berupa pupuk organic dari kotoran hewan dan sisa tanaman. Selain itu, dapat ditambahkan pupuk yang memmiliki kandungan mikroorganisme yang baik, seperti pupuk hayati atau pupuk organic cair.

Penggunaan pestisida, sebaiknya memaksimalkan potensi alam berupa pestisida nabati/hayati yang berpedoman pada prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu (PHT). Jika diperlukan penggunaan pestisida kimia, agar memperhatikan dosis, jenis hama/penyakit sasaran, bahan aktif,  cara penggunaan, waktu penggunaan, dan lain-lain.

Penggunaan kapur pertanian diperlukan terutama pada lahan yang tingkat keasamannya (pH) tinggi.

3)Manajemen Pengairan

Adanya perubahan iklim dan kondisi alam berdampak pada ketersediaan air yang kurang optimal. Kondisi ini digambarkan dengan terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Penyebabnya antara lain: tingkat resapan air tanah rendah, daya tahan air tanah rendah, aliran air permukaan tinggi, daya tamping air kurang, alih fungsi sumber mata air, dan lain-lain.

Khusus untuk lahan sawah irigasi teknis, diperlukan sistem pengelolaan air yang lebih baik, tertata dan teratur sesuai kemampuan dan perhitungan debit air yang tersedia. Misalnya, menggiring dan mendorong percepatan tanam dari Golongan I dan Golongan III/IV sehingga tanam akhir berada di antara Golongan II/III. Pola ini sangat diperlukan terutama pada musim hujan.

Pada saat ini, selain debit air cukup, juga adanya bantuan curah hujan dan rendahnya penguapan. Perlu diketahui, dampak pola pengaturan air ini sangat terasa pada pelaksanaan tanam di musim kemarau sehingga bagian hilir (Golongan III/IV) diharapkan dapat melaksanakan budidaya dengan jumlah air yang cukup.

Peran aparat dan lembaga terkait, seperti Gubernur, Bupati/Wali Kota, Camat, Kades/Kuwu, TNI, Petugas Pertanian, Gabungan Kelompok Tani/Gapoktan, Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), dan lainnya sangat diperlukan untuk suksesnya pengelolaan manajemen pengairan terutama di saluran irigasi teknis. Pengelolaan manajemen air yang paling sulit adalah penertiban jadwal penggunaan air dan pengamanan pintu pembagi.

Selain itu, mobilisasi pompa air antardaerah dan antarpetak irigasi guna percepatan proses pengolahan tanah dan pengamanan pertanaman. Pengaturan air yang optimal sangat diperlukan untuk efesiensi penggunaan air di lapangan, sehingga debit air cukup memenuhi kebutuhan budaya tanaman.

Di beberapa daerah di Jawa Barat mengalami musim hujan yang lebih awal, sehingga gerakan percepatan tanam dapat dilaksanakan lebih tepat waktu. Perlu diwaspadai pula, dengan kerapatan musim tanam dan curah hujan yang berlangsung terus menerus, akan berdampak negative terhadap pertumbuhan vegetatif dan generative tanaman, serta perkembangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang perlu diwaspadai di musim hujan, di antaranya: wereng coklat, BLB, blast, penggerek batang, tikus, dan lainnya.

4.Korporasi Berbasis Kawasan

Korporasi petani merupakan salah satu bentuk kelembagaan ekonomi petani yang memiliki dimensi strategis dalam pengembangan kawasan pertanian karena dibentuk dari, oleh dan untuk petani. Penumbuhan dan pengembangan korporasi petani merupakan pemberdayaan petani yang diyakini mampu mewujudkan kelembagaan ekonomi petani yang bersifat korporat (badan usaha) di kawasan pertanian.

Korporasi petani ditumbuhkembangkan untuk menjadikan petani berdaulat dalam mengelola keseluruhan rantai produksi usaha tani. Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong penumbuhan dan pengembangan korporasi petani sebagai salah satu terobosan dalam mewujudkan kesejahteraan petani yang merupakan tujuan utama pembangunan pertanian.

Penumbuhan dan pengembangan korporasi petani juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2020-2024. Kementerian Pertanian juga telah mengeluarkan “Grand Design Pengembangan Korporasi Petani sebagai Penggerak Ekonomi Kawasan Pertanian untuk Kesejahteraan Petani”.

Grand design ini merupakan penjabaran konsep pengembangan korporasi petani di kawasan pertanian yang belum pernah ada sebelumnya. Menempatkan kedudukan korporasi petani sebagai penggerak ekonomi kawasan pertanian merupakan kunci utama keberhasilan mewujudkan pertanian Indonesia yang maju, mandiri, dan modern.

Mengingat kawasan pertanian, khususnya untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan memiliki keragaman kondisi biofisik, social ekonomi, dan kelembagaan, maka grand design tersebut perlu dijabarkan lebih rinci operasionalisasinya, termasuk tahapan kerjanya ke dalam suatu pedoman.

Hal ini memegang peranan penting agar seluruh pihak yang terlibat memiliki acuan opersional yang sama di lapangan, sehingga penumbuhan dan pengembangan korporasi petani dapat dilakukan secara sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi dalam satu pola sikap dan pola tindak dalam menggerakkan ekonomi kawasan pertanian untuk kesejahteraan petani.

 

Upaya Pencapaian Sasaran Produksi

Dalam upaya mencapai sasaran produksi komoditas Serealia, diperlukan dukungan kegiatan yang nyata dari setiap sub sektor terkait,  dari mulai off farm hulu, on farm, dan off farm hilir. Dukungan kegiatan tersebut agar dikelola secara terpadu, sehingga memberikan kontribusi positif yang nyata di lapangan dan berdampak pada pencapaian produksi yang optimal.

Pemanfaatan potensi di lapangan harus lebih ditingkatkan, termasuk menggali peluang lahan baru dan mendorong peningkatan indeks pertanaman (IP). Upaya peningkatan luas tambah tanam (LTT) merupakan upaya yang lebih cepat untuk memperoleh tambahan produksi selain peningkatan produktivitas lahan pada areal yang fasilitasi. Perlu diperhatikan beberapa hal pada pelaksanaan peningkatan LTT, di antaranya tingkat keseragaman waktu tanam, pemilihan varietas yang memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit, dan lainnya.

Agar upaya yang dilaksanakan dapat berhasil mendongkrak  LTT dan peningkatan produksi, maka dukungan dari berbagai pihak yang terkait sangat diperlukan melalui gerakan yang massif,  antara lain: gerakan percepatan pengolahan tanah, gerakan tanam dan panen serentak, gerakan pemupukan berimbang, ggerakan penerapan teknologi, gerakan pengendalian OPT, gerakanan penganangan panen dan pascapanen, gerakanan lainnya melalui dukungan APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota, dana desa, dan sumber dana lainnya.

Penyuluh Pertanian/PPL, UPTD, KCD/Mantri Tani, POPT, PBT, Aparat (TNI-AD) tetap melakukan pengawalan dan pendampingan pada areal tanam di luar program. Pada prinsipnya, semua dana yang ada yang dikelola oleh provinsi dan kabupaten/kota, dan desa serta Bakorluh/Bapeluh ditujukan untuk meingkatkan produksi, baik di areal program maupun di luar areal non program.

Kegiatan yang menunjang secara langsung terhadap kinerja komoditas Serealia yang bersumber dari dana APBN tahun 2020 terdiri atas: Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia, dan Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan.

Secara rinci alokasi dan realisasi Kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia melalui Budidaya Padi Kaya Giji di 13 kabupaten dengan alokasi fisik seluas 2.500 ha dan realisasi 2.500 ha dalam tabel di bawah.

Tag : No Tag

Berita Terkait