Penulis: Dudun/Editor: Mbayak Ginting
4 Tahun lalu, Dibaca : 1424 kali
BEKASI, Medikomonline.com – Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga superbody anti rasuah yang berperan
ganda sebagai Penyidik di tingkat pertama, sekaligus sebagai Jaksa Penuntut
Umum dalam sidang pengadilan adhoc tipikor.
Demikian
dikatakan Praktisi Hukum Advokat Imam Prayogo kepada wartawan di Cikarang,
Kabupaten Bekasi, Selasa (12/5/2020), menyikapi pernyataan Ketua
KPK Firli Bahuri yang akan menuntut pidana mati para koruptor dana
Covid-19 dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI di Komplek Parlemen
Senayan Jakarta (29/4/2020).
Imam
Prayogo berpendapat, dalam Undang-Undang Tipikor memang ada tercantum opsi
ancaman maksimal pidana mati bagi koruptor. Aturan ini tertuang dalam UU No. 31
tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi, tepatnya dalam Pasal 2 ayat (2)
undang-undang ini.
Pasal
2 ayat (1) UU tipikor menerangkan: "Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling
sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar".
Dalam
ayat (2) nya menyatakan: "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu maka pidana mati dapat
dijatuhkan".
Wakil
Ketua Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (POSBAKUMADIN) Kabupaten Bekasi
menegaskan, penerapan hukuman mati itu tidak sembarangan dijatuhkan. Hukuman
tersebut, kata dia, hanya dapat diterapkan dalam keadaan tertentu dengan syarat-syarat
seperti dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Topikor.
"Yang
dimaksud keadaan tertentu yaitu keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan
pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana tersebut
dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukan bagi
penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan
akibat kerusuhan yang meluas, penanggulangan akibat krisis ekonomi dan moneter
serta pengulangan tindak pidana korupsi," paparnya.
Lebih
lanjut Imam menjelaskan, yang perlu diperhatikan di sini unsur-unsur dalam
penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU tipikor yang menjadi dasar pemberatnya adalah:
keadaan bahaya, bencana alam nasional, kerusuhan yang meluas, krisis ekonomi
dan moneter, pengulangan tindak pidana korupsi.
"Dalam
penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor ini tidak ada penjelasan unsur pandemi
akibat wabah penyakit. Jadi, pidana mati menurut teori ilmu hukumnya tidak bisa
diterapkan terhadap perkara koruptor dana Covid-19," ujarnya.
Sebagaimana
diketahui sistem hukum Indonesia menganut mazhab hukum Eropa Continental, maka
asas legalitas berlaku dalam tata hukum pidana positif Indonesia yang
berdasarkan sejarah hukumnya diadopsi dari adagium legendaris Von Feuerbach yg
berbunyi "Nullum delictilum nulla poena sine praevia lege poenali"
yang diartikan menjadi "tidak ada tindak pidana (delik), tidak ada hukuman
tanpa didasari peraturan yang mendahuluinya.
Kemudian
prinsip/asas legalitas ini dimasukan dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Nasional Indonesia yang berbunyi: "Bahwa suatu
perbuatan tidak bisa dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah ada".
"Maka
berdasarkan asas legalitas sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP
ancaman pidana mati dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor tidak bisa diterapkan
dalam kasus/perkara tindak pidana korupsi dana Covid-19, karena tidak memenuhi
unsur deliknya," tandas Imam Prayogo.
Sebelumnya,
telah diutaran oleh Ketua KPK Firli Bahuri akan bertindak keras dengan memberikan
tuntutan pidana mati kepada koruptor dana Covid-19, walaupun memang hak KPK
sebagai penuntut umum dalam persidangan untuk memaksakan diri menerapkan
dakwaan dan tuntutan pidana mati terhadap koruptor dana Covid-19.
"Akan
tetapi hal ini akan menjadi lain ketika Penasehat Hukum Terdakwa membuka
eksepsi dan pleidoinya sudah pasti akan terjadi perdebatan yang cukup panjang
diseputar norma-norma, teori-teori dan kaidah-kaidah hukumnya," pungkas
Imam Prayogo.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer