Penulis: Hafidz/Editor: Mbayak Ginting
2 Tahun lalu, Dibaca : 2335 kali
CIREBON, Medikomonline.com - Fenomena munculnya beberapa orang
yang mengaku sebagai Sultan Keraton Kasepuhan saat ini melahirkan kebingungan
di tengah masyarakat karena jelas melanggar pepakem adat yang sudah bagian dari
aturan di dalam lingkungan keraton sejak ratusan tahun silam.
Di
mana pun, penobatan Raja atau Sultan adalah hal yang sakral bukan mainan mirip
panggung sandiwara yang berdasarkan tuntutan cerita atau kemauan sutradaranya.
Penobatan Sultan berdasarkan ketentuan adat, itu harus di
Keraton bukan malah di tempat yang tidak lazim seperti obyek wisata.
Hal
ini terungkap saat Keluarga Besar Mertasinga memberikan pernyataannya
menanggapi Heru Rusyamsi yang telah menamakan dirinya Pangeran Kuda Putih
sebagai Sultan Kasepuhan dengan gelar Sultan Sepuh Jaenudin II pada Senin (27/12/2021)
di Masjid At Tin, Komplek Obyek Wisata
Sidomba, Desa Peusing, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat. Pria asal Kuningang ini mengaku
dirinya merupakan keturunan Arianatareja serta
memperoleh gelar Sultan Sepuhnya dari Keraton Kacirebonan dan Keraton
Kaprabonan.
Pembacaan
sikap dari Keluarga Besar Kasepuhan Mertasinga tersebut dilakukan di kediaman
kerabat Keraton Kasepuhan, yakni P Panji Jaya Prawirakusuma, Rabu (12/01/2022)
siang. Selain dari Keluarga Besar Kasepuhan Mertasinga, tampak pula hadir Sultan H Rahardjo Djali, AK MSc CMA CFA atau
Sultan Sepuh Aloeda II bersama para tokoh masyarakat setempat.
"Kami
menyampaikan pencerahan agar masyarakat Indonesia, khususnya warga sekitar
Cirebon agar tidak terkecoh dan bingung atas polemik di Kasultanan Kasepuhan
dan terkait saudara Heru Rusyamsi yang menamakan diri Pangeran Kuda Putih dari
Santana Kesultanan Cirebon dan
menobatkan diri selaku Sultan Kasepuhan dengan gelar Sultan Sepuh Jaenudin II Arianata. Ini jelas
menurut kami tidak sah karena melanggar pepakem adat," ujar Drs R Udin
Kaenudin MSi sesaat setelah membacakan sikap dari Keluarga Besar Kasepuhan
Mertasinga.
Sultan Aloeda II beserta Keluarga Besar Mertasinga. (Foto: Medikomonline)
Pemberian
gelar penobatan Heru Rusyamsi dari Keraton Kacirebonan dan Keraton Kaprabonan
pun disangsikan oleh berbagai pihak. Pasalnya dari pihak Keraton Kacirebonan
sendiri di salah satu media lokal membantah pemberian gelar tersebut kepada
Heru Rusyamsi sebagai Sultan Kasepuhan. Otomatis apabila satu pihak menyanggah
isi surat, maka secara keseluruhan isi surat pemberian gelar penobatan adalah
tidak berlaku dan tidak sah.
"Secara
pribadi saya menghargai setiap orang yang mengaku Sultan Kasepuhan, sebab itu
merupakan hak setiap orang. 100 yang mengaku Sultan pun tidak masalah asal bisa dipertanggungjawabkan
secara hukum dan aturan adat yang berlaku," ujar Tjandra Widyanta selaku
kuasa hukum Sultan Rahardjo Djali kepada Medikomonline.com.
Pria
yang merupakan alumni Lemhannas RI Tahun 2021 tersebut menambahkan, pengakuan
diri selaku Sultan Kasepuhan harus teruji kebenarannya di depan hukum dan tidak
berdasar pada silsilah atau garis keturunan saja. Seperti mereka yang telah
melakukan jumenengan atau penobatan sebagai Sultan Kasepuhan tapi harus diuji
melalui hukum yang berlaku termasuk hukum adat.
"Saudara
Heru Rusyamsi tidak memahami sejarah dengan mengaku-ngaku sebagai Sultan Sepuh
Jaenudin II. Pasalnya gelar tersebut merupakan gelar dari Sultan Sepuh IV
Jaenudin Amir Sena atau Sultan Jaenudin II. Artinya gelar saudara Heru Rusyamsi
sudah ada pada Sultan Sepuh IV Zainudin Amir Sena. Jelas ini melabrak akal
sehat," tandas Tjandra Widyanta.
Tjandra
menambahan, seorang menjadi Sultan menurut hukum adalah merupakan keturunan
langsung dari Sultan sebelumnya yang dibuktikan dengan putusan pengadilan
tentang ahli waris atas harta peninggalan dari Sultan sebelumnya sebagai
leluhurnya. "Apakah saudara Heru Rusyamsi memiliki harta atau peninggalan
leluhur yang menjadi Sultan sebelumnya?" tanya Tjandra Widyanta.
Surat
Penobatan Pangeran Kuda Putih. (Foto: Medikomonline)
Dalam
pernyataan sikap yang bertujuan memberi pencerahaan kepada khalayak umum
tersebut, menyinggung pula soal surat pemberian gelar dengan mengatasnamakan
dari Sultan Kaprabonan dan Sultan Kacirebonan. Diduga pemberian gelar palsu. Pasalnya,
dianggap janggal sebab kop surat kedua Keraton tersebut dalam satu lembar surat
keputusan pemberian gelar Pangeran Kuda Putih menjadi Sultan Kasepuhan kepada
Heru Rusyamsi.
Ia
juga dianggap telah mengacak-acak tatanan pepakem adat sejak dahulu di Keraton
peninggalan Syekh Gunung Jati tersebut
diduga karangannya sendiri. Pasalnya bentuk Font atau tulisannya berbeda
dengan aslinya,hal ini pun dipertanyakan oleh keluarga besar Arianatareja yang
pertanyakan Gelar Pangeran Kuda Putih kepada Heru Rusyamsi. "ngaku-ngaku
saja mungkin," ujar Ibu Tia dari Keluarga
Besar Arianatareja seperti yang dilansir di salah satu media online
(11-1-2022).
Heru
Rusyamsi yang menunjukan pemberian gelar dengan mengatasnamakan dari Sultan
Kacirebonan dan Sultan Karantina dinilai janggal. Pasalnya surat keputusan
memakai dua kop surat sekaligus sehingga diduga pemberian gelar itu palsu. Pihak
Sultan Kacirebonan sendiri dalam berita
di salah satu media online membantah
adanya pemberian gelar itu (31-12-2021).
Di
tempat terpisah pihak Kasultanan Kaprabonan belum dapat memastikan kebenaran
surat keputusan pemberian gelar tersebut, namun menduga surat itu.muncul
mungkin disebabkan oleh kedekatan antara Heru Rusyamsi dengan mendiang Pangeran Helmi Raja Kaprabonan
selaku Sultan Kaprabonan.
Kepada
Medikomonline pihak Kaprabonan yang diwakili
Pangeran Eka Jaya datang lagi menemui Pangeran Andi yang sedang ada urusan ke luar
kota. "Secara pribadi saya tidak mengenal saudara Heru Rusyamsi dan
tidak tahu asal usulnya termasuk garis ketururannya dengan jelas, namun saya
menduga surat ini muncul karena faktor kedekatan almarhum Pangeran Hempi dengan
Heru Rusyamsi. Untuk lebih jelasnya nanti ketemu Pangeran Andi yang sekarang
sedang ada urusan kerja di luar kota," ujar pria yang biasa dipanggil Cak
Gogo ini.
Dengan
demikian, apabila satu pihak menyanggah isi surat maka keseluruhan isi surat
pemberian gelar penobatan menurut keluarga besar Mertasinga tidak berlaku dan
tidak sah. Pihak Heru Rusyamsi
pun dinilai tidak memahami
terkait Cagar Budaya dan tidak memahami hukum acara perdata dengan ingin
memindahkan pemerintah Keraton Kasepuhan Cirebon ke Kabupaten Kuningan.
Pernyataan yang disampaikan saudara Hamzaiya dinilai ngawur dan tidak berdasarkan fakta sejarah
terlebih secara hukum.
"Dia
tidak memahami Undang-Undang Cagar Budaya yang dilindungi UU No II Tahun 2010
tentang Cagar Budaya, Keraton mempunyai
ahli waris yang bukan hanya satu orang
saja termasuk menggalang dukungan agar Pemerintah mengosongkan Keraton
Kasepuhan Cirebon. Itu jelas ajakan yang salah kaprah dan tidak memahami hukum
acara perdata tentang eksekusi di mana pengosongan tempat menurut aturan hokum perdata
adalah atas perintah pengadilan, sesuai
Pasal 1033 RR atau Reglement op de Rechtsvordering,” tandas Tjandra Widyanta.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer