Loading

Keluarga Besar Mertasinga Cirebon Tolak Sultan Dari Sidomba


Penulis: Hafidz/Editor: Mbayak Ginting
2 Tahun lalu, Dibaca : 1824 kali


Pembacaan sikap Keluarga Besar Mertasinga yang diwakili oleh Raden Udin Kaenudin. (Foto: Medikomonline)

CIREBON, Medikomonline.com - Fenomena munculnya beberapa orang yang mengaku sebagai Sultan Keraton Kasepuhan saat ini melahirkan kebingungan di tengah masyarakat karena jelas melanggar pepakem adat yang sudah bagian dari aturan di dalam lingkungan keraton sejak ratusan tahun silam.

Di mana pun, penobatan Raja atau Sultan adalah hal yang sakral bukan mainan mirip panggung sandiwara yang berdasarkan tuntutan cerita atau kemauan sutradaranya. Penobatan  Sultan  berdasarkan ketentuan adat, itu harus di Keraton bukan malah di tempat yang tidak lazim seperti obyek wisata.

Hal ini terungkap saat Keluarga Besar Mertasinga memberikan pernyataannya menanggapi Heru Rusyamsi yang telah menamakan dirinya Pangeran Kuda Putih sebagai Sultan Kasepuhan dengan gelar Sultan Sepuh Jaenudin II pada Senin (27/12/2021) di Masjid At Tin, Komplek Obyek Wisata  Sidomba, Desa Peusing, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.  Pria asal Kuningang ini mengaku dirinya merupakan keturunan Arianatareja serta  memperoleh gelar Sultan Sepuhnya dari Keraton Kacirebonan dan Keraton Kaprabonan.

Pembacaan sikap dari Keluarga Besar Kasepuhan Mertasinga tersebut dilakukan di kediaman kerabat Keraton Kasepuhan, yakni P Panji Jaya Prawirakusuma, Rabu (12/01/2022) siang. Selain dari Keluarga Besar Kasepuhan Mertasinga, tampak pula hadir  Sultan H Rahardjo Djali, AK MSc CMA CFA atau Sultan Sepuh Aloeda II bersama para tokoh masyarakat setempat.

"Kami menyampaikan pencerahan agar masyarakat Indonesia, khususnya warga sekitar Cirebon agar tidak terkecoh dan bingung atas polemik di Kasultanan Kasepuhan dan terkait saudara Heru Rusyamsi yang menamakan diri Pangeran Kuda Putih dari Santana Kesultanan Cirebon  dan menobatkan diri selaku Sultan Kasepuhan dengan gelar  Sultan Sepuh Jaenudin II Arianata. Ini jelas menurut kami tidak sah karena melanggar pepakem adat," ujar Drs R Udin Kaenudin MSi sesaat setelah membacakan sikap dari Keluarga Besar Kasepuhan Mertasinga.

Sultan Aloeda II beserta Keluarga Besar Mertasinga. (Foto: Medikomonline)

Pemberian gelar penobatan Heru Rusyamsi dari Keraton Kacirebonan dan Keraton Kaprabonan pun disangsikan oleh berbagai pihak. Pasalnya dari pihak Keraton Kacirebonan sendiri di salah satu media lokal membantah pemberian gelar tersebut kepada Heru Rusyamsi sebagai Sultan Kasepuhan. Otomatis apabila satu pihak menyanggah isi surat, maka secara keseluruhan isi surat pemberian gelar penobatan adalah tidak berlaku dan tidak sah.

"Secara pribadi saya menghargai setiap orang yang mengaku Sultan Kasepuhan, sebab itu merupakan hak setiap orang. 100 yang mengaku Sultan  pun tidak masalah asal bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan aturan adat yang berlaku," ujar Tjandra Widyanta selaku kuasa hukum Sultan Rahardjo Djali kepada Medikomonline.com.

Pria yang merupakan alumni Lemhannas RI Tahun 2021 tersebut menambahkan, pengakuan diri selaku Sultan Kasepuhan harus teruji kebenarannya di depan hukum dan tidak berdasar pada silsilah atau garis keturunan saja. Seperti mereka yang telah melakukan jumenengan atau penobatan sebagai Sultan Kasepuhan tapi harus diuji melalui hukum yang berlaku termasuk hukum adat.

"Saudara Heru Rusyamsi tidak memahami sejarah dengan mengaku-ngaku sebagai Sultan Sepuh Jaenudin II. Pasalnya gelar tersebut merupakan gelar dari Sultan Sepuh IV Jaenudin Amir Sena atau Sultan Jaenudin II. Artinya gelar saudara Heru Rusyamsi sudah ada pada Sultan Sepuh IV Zainudin Amir Sena. Jelas ini melabrak akal sehat," tandas Tjandra Widyanta.

Tjandra menambahan, seorang menjadi Sultan menurut hukum adalah merupakan keturunan langsung dari Sultan sebelumnya yang dibuktikan dengan putusan pengadilan tentang ahli waris atas harta peninggalan dari Sultan sebelumnya sebagai leluhurnya. "Apakah saudara Heru Rusyamsi memiliki harta atau peninggalan leluhur yang menjadi Sultan sebelumnya?" tanya Tjandra Widyanta.

Surat Penobatan Pangeran Kuda Putih. (Foto: Medikomonline)

Dalam pernyataan sikap yang bertujuan memberi pencerahaan kepada khalayak umum tersebut, menyinggung pula soal surat pemberian gelar dengan mengatasnamakan dari Sultan Kaprabonan dan Sultan Kacirebonan. Diduga pemberian gelar palsu. Pasalnya, dianggap janggal sebab kop surat kedua Keraton tersebut dalam satu lembar surat keputusan pemberian gelar Pangeran Kuda Putih menjadi Sultan Kasepuhan kepada Heru Rusyamsi.

Ia juga dianggap telah mengacak-acak tatanan pepakem adat sejak dahulu di Keraton peninggalan Syekh Gunung Jati tersebut  diduga karangannya sendiri. Pasalnya bentuk Font atau tulisannya berbeda dengan aslinya,hal ini pun dipertanyakan oleh keluarga besar Arianatareja yang pertanyakan Gelar Pangeran Kuda Putih kepada Heru Rusyamsi. "ngaku-ngaku saja mungkin," ujar Ibu Tia dari Keluarga  Besar Arianatareja seperti yang dilansir di salah satu media online (11-1-2022).

Heru Rusyamsi yang menunjukan pemberian gelar dengan mengatasnamakan dari Sultan Kacirebonan dan Sultan Karantina dinilai janggal. Pasalnya surat keputusan memakai dua kop surat sekaligus sehingga diduga pemberian gelar itu palsu. Pihak Sultan Kacirebonan sendiri dalam  berita di salah satu media online  membantah adanya pemberian gelar itu (31-12-2021).

Di tempat terpisah pihak Kasultanan Kaprabonan belum dapat memastikan kebenaran surat keputusan pemberian gelar tersebut, namun menduga surat itu.muncul mungkin disebabkan oleh kedekatan antara Heru Rusyamsi dengan  mendiang Pangeran Helmi Raja Kaprabonan selaku Sultan Kaprabonan.

Kepada Medikomonline pihak Kaprabonan yang diwakili Pangeran Eka Jaya datang lagi menemui Pangeran Andi yang sedang ada urusan  ke luar  kota. "Secara pribadi saya tidak mengenal saudara Heru Rusyamsi dan tidak tahu asal usulnya termasuk garis ketururannya dengan jelas, namun saya menduga surat ini muncul karena faktor kedekatan almarhum Pangeran Hempi dengan Heru Rusyamsi. Untuk lebih jelasnya nanti ketemu Pangeran Andi yang sekarang sedang ada urusan kerja di luar kota," ujar pria yang biasa dipanggil Cak Gogo ini.

Dengan demikian, apabila satu pihak menyanggah isi surat maka keseluruhan isi surat pemberian gelar penobatan menurut keluarga besar Mertasinga tidak berlaku dan tidak sah.  Pihak  Heru Rusyamsi  pun dinilai  tidak memahami terkait Cagar Budaya dan tidak memahami hukum acara perdata dengan ingin memindahkan pemerintah Keraton Kasepuhan Cirebon ke Kabupaten Kuningan. Pernyataan yang disampaikan saudara Hamzaiya dinilai  ngawur dan tidak berdasarkan fakta sejarah terlebih secara hukum.

"Dia tidak memahami Undang-Undang Cagar Budaya yang dilindungi UU No II Tahun 2010 tentang  Cagar Budaya, Keraton mempunyai ahli  waris yang bukan hanya satu orang saja termasuk menggalang dukungan agar Pemerintah mengosongkan Keraton Kasepuhan Cirebon. Itu jelas ajakan yang salah kaprah dan tidak memahami hukum acara perdata tentang eksekusi di mana pengosongan tempat menurut aturan hokum perdata adalah atas perintah pengadilan,  sesuai Pasal 1033 RR atau Reglement op de Rechtsvordering,” tandas Tjandra Widyanta.

Tag : No Tag

Berita Terkait