Penulis: Nuning Sapta Rahayu
1 Hari lalu, Dibaca : 65 kali
Oleh Nuning Sapta Rahayu
Setelah lulus dan wisuda, hidup baru dimulai. Guru, dosen, dan
orang tua perlu menanamkan resiliensi agar generasi muda tak mudah rapuh.
Musim wisuda tiba. Media sosial dipenuhi foto toga, bunga, dan
senyum bangga. Aula kampus dan sekolah berubah menjadi lautan kebahagiaan,
menandai berakhirnya satu fase perjuangan panjang. Namun di balik keriuhan
selebrasi itu, ada pertanyaan yang pelan-pelan menyusup di benak banyak orang: setelah lulus, lalu apa?
Pertanyaan sederhana, tapi penuh makna. Sebab setelah prosesi
kelulusan berakhir dan toga disimpan rapi, kehidupan nyata baru saja dimulai.
Bagi sebagian orang, ini berarti memasuki dunia kerja. Bagi yang lain, bisa
jadi masa jeda untuk mencari arah hidup. Tapi bagi banyak lulusan muda,
transisi ini justru menjadi masa yang menantang, bahkan menekan.
Euforia Wisuda dan Sunyi Setelahnya
Momen kelulusan dan wisuda selalu membawa haru. Ada rasa lega
karena perjuangan terbayar, ada rasa bangga karena berhasil melewati ujian demi
ujian. Namun setelah semua gegap gempita usai, sebagian lulusan mulai merasakan
kekosongan. Tidak ada lagi tugas yang harus dikumpulkan, tidak ada lagi jadwal
kuliah atau bimbingan. Yang tersisa hanyalah pertanyaan tentang langkah
selanjutnya.
Sayangnya, tidak semua siap menjawab pertanyaan itu. Fenomena “generasi stroberi”, istilah yang menggambarkan generasi
muda yang mudah rapuh menghadapi tekanan, semakin sering terdengar. Di tengah
tuntutan sosial dan ekonomi, beberapa lulusan mengalami tekanan mental
berat.
Ironisnya, media sempat mencatat sejumlah kasus tragis di mana
anak muda memilih mengakhiri hidup karena tak kunjung mendapat pekerjaan atau
merasa gagal memenuhi harapan keluarga. Fakta ini menunjukkan bahwa pendidikan
bukan hanya tentang ilmu dan nilai, tetapi juga tentang kemampuan menghadapi
kenyataan hidup yang tak selalu manis.
Peran Guru dan Dosen: Mengajarkan Kekuatan, Bukan Sekadar
Pengetahuan
Guru dan dosen memiliki peran strategis dalam menanamkan
resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit kembali setelah mengalami kesulitan.
Pembelajaran di sekolah dan kampus seharusnya tidak hanya berfokus pada
kognitif, tetapi juga membekali peserta didik dengan daya lenting mental.
Guru bisa menanamkan resiliensi melalui pendekatan sederhana:
memberi ruang bagi siswa untuk gagal tanpa dihakimi, mendorong mereka belajar
dari kesalahan, dan mengaitkan pelajaran dengan pengalaman hidup nyata.?
Sedangkan dosen dapat menumbuhkan
ketangguhan mahasiswa dengan menghadirkan tantangan yang realistis, misalnya,
studi lapangan, proyek sosial, atau simulasi dunia kerja.
Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi,
Riset, dan Teknologi, Prof. Nizam, dalam beberapa kesempatan, “Tugas perguruan
tinggi bukan hanya mencetak sarjana yang pintar, tetapi juga lulusan yang
tangguh, adaptif, dan tidak mudah menyerah.”
Orang Tua: Sekolah Pertama Pembentuk Mental Tahan Uji
Di rumah, peran orang tua tak kalah penting. Banyak anak muda
kehilangan arah setelah lulus bukan karena mereka tidak mampu, melainkan karena
tidak terbiasa menghadapi kegagalan.?
Sejak kecil, mereka sering dijauhkan
dari tantangan, selalu dibela, diselamatkan, bahkan dipermudah. Akibatnya,
ketika dunia nyata menuntut kemandirian, mereka belum siap berdiri sendiri.
Pola asuh modern perlu bergeser dari yang terlalu protektif
menjadi pola yang menumbuhkan daya juang. Orang tua perlu memberi ruang anak
untuk berproses, gagal, lalu bangkit. Menjadi pendengar yang bijak, bukan hakim
yang menilai.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek) juga menegaskan pentingnya pendidikan karakter, salah
satunya mencakup karakter mandiri, tangguh, dan
reflektif dalam menghadapi perubahan.
Menghadapi Dunia Pascakelulusan: Tantangan yang Nyata
Baik lulusan SMA, SMK, SLB, maupun perguruan tinggi, semuanya kini
hidup di era yang sama, era yang menuntut fleksibilitas dan kreativitas. Dunia
kerja semakin kompetitif, dan tidak semua jalur menuju sukses berbentuk
pekerjaan kantoran.
Bagi sebagian, mungkin jalannya adalah berwirausaha, melanjutkan
studi, atau mengabdi di masyarakat. Apa pun jalannya, semua membutuhkan resiliensi sebagai fondasi.
Psikolog pendidikan, Dr. Laila Andini, menjelaskan bahwa
resiliensi adalah kemampuan untuk “melihat kegagalan bukan sebagai akhir,
melainkan bagian dari proses belajar.” Anak muda yang resilien tidak takut
menghadapi kenyataan, karena tahu setiap kesulitan selalu membawa peluang untuk
tumbuh.
Dari Lulus ke Lestari: Pendidikan yang Menguatkan Mental Bangsa
Musim wisuda seharusnya tidak hanya menjadi perayaan akademik,
tetapi juga momentum refleksi bagi dunia pendidikan: sudahkah sekolah dan
kampus benar-benar menyiapkan peserta didiknya untuk hidup, bukan hanya untuk
ujian?
Guru, dosen, dan orang tua adalah tiga pilar utama yang dapat
membentuk generasi yang kuat secara mental. Mereka bukan hanya pengajar ilmu,
tetapi pembimbing kehidupan. Dengan bimbingan yang tepat, generasi muda akan
memahami bahwa perjalanan setelah lulus tidak harus sempurna, yang penting
adalah terus berproses, tetap belajar, dan tidak menyerah pada keadaan.
Sebab sejatinya, setelah toga dilepas dan ijazah disimpan, hidup
baru saja dimulai. Dan resiliensi, lebih dari sekadar gelar, ia adalah bekal
yang paling berharga untuk melangkah ke masa depan.
#ResiliensiPendidika #MusimWisuda #PeranGuru #PendidikanKarakter
#GenerasiStroberi #KesehatanMentalPelajar
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Indramayu Diguncang Gempa Magnitudo 4.4, Kedalaman 280 Kilometer
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back