Penulis: Eli Maymunah
4 Bulan lalu, Dibaca : 684 kali
Oleh Eli Maymunah
(SMAN 1
Sagaranten, Kab. Sukabumi)
Pekan ini banyak
orangtua mengeluh bahkan meneteskan airmata demi anaknya yang belum mendapatkan
kursi disekolah negeri. Perubahan sistem
penerimaan siswa baru membawa dampak yang sangat luas terhadap mental orangtua dan siswa. Menurut
yoursay.id yang terbit 22 juli tahun 2022 telah mencatat bahwa sistem zonasi
didunia telah dilakukan oleh 3 negara sebelum diikuti oleh negara-negara lain
didunia, yaitu Jepang, Inggris, dan Australia. Jepang merupakan salah satu negara
terbaik yang menerapkan sistem zonasi. Di negara ini, seluruh kebijakan yang
berjalan dan yang direncanakan telah teritegrasi dengan sistem kependudukan.
Terkait masalah pendidikan, setiap warga jepang baik penduduk asli maupun imigran,
otomatis tercatat dalam data kependudukan mereka. Tidak ada lagi yang diragukan
tentang sistem data dinegara ini. Jika
mereka memiliki anak usia sekolah, maka pemerintah setempat akan menyurati
keluarga itu untuk memberitahu sekolah terdekat. Ketika keluarga ini datang ke
sekolah, pihak sekolah pun pasti menerima karena mereka telah mendapatkan data
calon siswa dari pemerintah. Sistemnya telah diatur sedemikian rupa sehingga
hal yang akan terjadi beberapa tahun yang akan datang telah dipersiapkan
pelaksanaannya.
Tentu tidak diragukan
juga mengenai sekolah-sekolah di Jepang yang memiliki standar kualitas yang
sama dengan Quality Control yang ketat. Tidak ada pembedaan kualitas antara di
kota maupun di desa. Para guru sangat profesional dan bertanggung jawab. Dalam
jangka waktu tertentu, para guru ini mengalami rotasi sekolah. Jadi, tidak ada
kisah guru di sekolah A bagus sedangkan di sekolah B tidak. Dengan kondisi ini,
tidak ada orang tua yang khawatir akan masa depan anak-anaknya. Bahkan tidak
ada yang protes terhadap pembagian sekolah yang telah ditetapkan oleh sistem
ini.
Selain Jepang,
Inggris dan Australia juga telah lama menerapkan sistem zonasi. Sebagai
negara persemakmuran, Australia mengadopsi sistem zonasi ala Inggris.
Jika di Jepang seluruh mutu sekolah sama bagusnya, di dua negara ini ternyata tidak
demikian. Tetap ada perbedaan sekolah
paling bagus (outstanding) atau mungkin diIndonesia sering disebut favorit dan juga ada sekolah yang tidak layak
(inadequate).
Pemerintah secara
berkala meng-update mutu sekolah-sekolah dan domisili orangtua berpindah-pindah
mengikuti pergerakan mutu sekolah ini sehingga aksi membeli rumah, sewa-menyewa
apartemen di dekat sekolah, memakai alamat kerabat pun masih terjadi. Berhubung
sistem kependudukannya terintegrasi dengan seluruh bidang, aksi-aksi seperti
ini mudah ketahuan. Adakalanya, pemerintah secara mendadak mengecek keberadaan
penghuni aparteman-aparteman ini demi melindungi hak anak-anak yang berdomisili
asli di wilayah itu.
Keberadaan sekolah
dengan kualitas outstanding dan inadequate ini akhirnya melahirkan pola
penerimaan siswa yang berbeda. Selain zonasi, Australia menerapkan dua model
pendaftaran lainnya, yaitu sistem zonasi-seleksi pada kelas 5 SD (primary
school) dan seleksi (selective high school) atau sekolah-sekolah favorit.
Sistem penerimaan model ketiga dilakukan ini diberlakukan bagi siswa di luar
zona itu. Di Inggris, ada sekolah selevel SMP/SMA yang disebut Grammar School
yang diisi anak-anak cerdas dan berprestasi. Pola pendaftarannya dengan
seleksi.
Ternyata Indonesia tidak
satu pun yang ditiru secara penuh sistem zonasinya. Adanya proses ATM (amati, tiru, dan modifikasi)
dalam sistem ini masih disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Kesiapan mental
rakyat Indonesia dengan berbagai sistem yang harus dipersiapkan belum dapat
mengantarkan rakyat Indonesia menuju kepada penerimaan siswa baru dengan sistem
zonasi ini. Sinkronisasi pada sistem data kependududkan masih harus ditinjau
ulang agar dapat menjadi adil pada setiap wilayahnya.
Informasi yang
diberikan oleh sekolah dan dinas-dinas yang terkait dengan penerimaan siswa
baru telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Akan tetapi hal ini tidak
dibarengi dengan penerimaan dan respon yang sesuai dari siswa dan orangtua
siswa. Hal ini terbukti dengan banyaknya orangtua yang belum paham anaknya
diterima atau tidak disekolah tempatnya mendaftar. Bahkan banyak juga orangtua
yang baru mengetahui bahwa anaknya tidak diterima disekolah itu karena
informasi yang terputus.
Satu hal yang dapat
kita pelajari dari kegaduhan sistem zonasi bahwa perubahan kebijakan
membutuhkan persiapan matang seiring dengan tujuan pendidikan yang ingin diraih.
Sebuah sistem bagus dan berhasil diterapkan di negara lain, belum tentu
berhasil diterapkan di Indonesia. Apalagi ketiga negara model merupakan
negara-negara maju. Itikad menyetarakan kualitas pendidikan sangat perlu
diapresiasi, tidak ada sekolah favorit ataupun sekolah berprestasi, semua
sekolah negeri memiliki taraf yang sama dan sepadan. Akan tetapi hal ini
terbantahkan ketika pada kenyataannya sekolah-sekolah negeri masih belum sama
pada banyak hal seperti sarana prasarana, tenaga pendidik, infrastruktur dan sebagainya.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer