Loading

TITIK TERANG: Harta Warisan Nusantara Meditasi Teta dalam kekuatan Karya Film


Penulis: Sabda Pewaris Nusantara
6 Hari lalu, Dibaca : 81 kali


Sabda Pewaris Nusantara

Oleh Sabda Pewaris Nusantara

 

Peristiwa Geger Sapehi di tahun 1812, yang dilakukan Inggris terhadap keraton Ngayogyakarta Hadininggrat berdampak padamnya Lentera Ilmu Pengetahuan dan Mahakarya Nusantara, karena sumber- sumber informasi  ilmu pengetahuan yang di rekam dalam berbagai manuskrip, artefak, benda pusaka Nusantara habis dirampas dalam peristiwa tersebut.

Semua mahakarya yang kebanyakan berasal dari proses ritualis tapa, semedi sunyi, yang kadang di iringi tembang sakral, hingga menjadi beberapa karya seperti manuskrip yang berisi informasi ilmu pengetahuan, artefak hingga arsitektur candi, benteng keraton dan lainnya,  inilah bukti bahwa kejayaan budaya Nusantara lahir dari batin yang hening, rasa yang tajam, dan frekuensi teta yang menyatu dengan semesta.

Di balik kisah kejayaan Nusantara, terdapat satu rahasia ke unggulan yang jarang dibahas secara terbuka yakni olah batin dalam gelombang otak teta. Ini adalah kondisi kesadaran yang berada di antara tidur dan jaga, ketika seseorang membuka akses ke kreativitas, intuisi, bahkan wahyu spiritual. Leluhur tidak menciptakan kebudayaan agung hanya lewat kerja fisik, tetapi melalui kontemplasi, tapa, meditasi, dan rasa mendalam. Dalam bahasa spiritual Jawa disebut "ngeningaké rasa, ngelmu rasa, utawa tapa ngrasa."

Leluhur Nusantara membangun peradaban batin yang melahirkan karya-karya spiritual dan budaya adi luhung, berbagai karya yang berasal dari kedalam jiwa tersebut menurut Riset budaya dan spiritual kontemporer karena kondisi otak dalam gelombang teta (4–8 Hz) sangat dominan saat seseorang melakukan, berdoa dengan khusyuk, meditasi, tenggelam dalam seni (musik, tari, ukir), dan masuk ke kondisi trans ringan. Dan dari kondisi itulah, lahir Harta warisan Budaya Nusantara yang berwujud karya-karya monumental di antaranya seperti:

Kitab dan Naskah Spiritual

•           Suluk Wujil, Serat Centhini, Tambo Minangkabau, hingga La Galigo adalah contoh kitab batin yang ditulis dari pengalaman meditatif.

Candi dan Mandala Spiritual

•           Candi Borobudur, Prambanan, Cetho, hingga Besakih adalah visualisasi kesadaran spiritual dalam bentuk arsitektur, dibangun berdasarkan visi batin, bukan hanya cetak biru arsitek.

Musik dan Tarian Sakral

•           Gamelan Sekaten, tari Sanghyang, Reog, dan Seblang tidak sekadar pertunjukan, melainkan pintu masuk menuju trans spiritual dan penyelarasan energi batin-masyarakat-alam.

Ilmu Rasa dan Teknologi Gaib

•           Ajaran seperti Sangkan Paraning Dumadi, Ilmu Semar Mesem, hingga pengasihan dan rajah bukan klenik, melainkan bentuk energi spiritualisasi niat yang disempurnakan lewat latihan kesadaran.

Realitanya generasi terlena di Simfoni Virtual

Di era digital, generasi muda tumbuh dalam dunia yang cepat, instan, dan visual. Gen Z akrab dengan TikTok, Instagram, dan gim daring, namun semakin jauh dari gending leluhur, tembang batin, atau petuah suluk. Mereka tahu semua filter video, tapi lupa menyaring isi batin. Tahu semua tren Korea, tapi lupa rasa asli dari tanah air sendiri.

Modernitas tidak salah. Tetapi ketika hidup hanya mengejar validasi digital, gaya hidup borjuis-pop yang konsumtif, dan kehilangan makna hakiki, maka sebuah bangsa kehilangan jiwanya. Inilah alasan mengapa revitalisasi harta warisan leluhur menjadi sangat penting, bukan sebagai nostalgia kuno, tapi sebagai pondasi kesadaran yang dibutuhkan oleh generasi sekarang dalam menciptakan berbagai karya yang punya nilai lebih dalam kebutuhan masyarakat dunia.

Warisan hasil kebudayaan ini bisa dimanfaatkan oleh generasi muda untuk kembali menyentuh batin, lewat teknologi, diantaranya industri kreatif di Film.  film dapat menjadi meditasi sinematik yang membuka mata dan rasa. Sebuah Gerakan yang mengajak kita menjelajah batin leluhur, mencintai kembali sumber-sumber kearifan lokal yang mampu menyembuhkan jiwa global. Dibalut visual meditasi, tembang, gamelan, tari klasik, dan narasi tentang suluk.sehingga dapat menjadi tontonan untuk  jalan pulang ke jati diri bangsa.

Revitalisasi yang Relevan untuk Gen Z

Kita berharap berbagai industri kreatif terutama di Film yang hadir bukan untuk menggurui, melainkan mengajak generasi muda berdialog dengan jati dirinya sendiri. lewat visual sinematik yang memadukan keindahan batin dan estetika modern, film ini mengusung pesan:

•           Spiritualitas bisa dirasakan, bukan dikhotbahkan

•           Budaya bukan beban, tapi kekuatan jiwa

•           Meditasi bukan mistis, tapi metode penyembuhan jiwa urban

Kita butuh bentuk baru dari tradisi lama. Butuh aktualisasi, bukan hanya pelestarian.

Misalnya,  Meditasi teta ala gamelan yang dibalut visual digital, Tembang macapat dalam gaya lo-fi, Konten reflektif yang relevan untuk Instagram Story

Oleh sebab itu suara dari dalam diri Bangsa dapat di aktualisasikan dalam karya Film, karena film bahagian dari gerakan Pemajuan kebudayaan. Dari sebuah karya film kta dapat menggambarkan sebuah undangan untuk berhenti sejenak dari kebisingan notifikasi dan kembali mendengar suara jiwa. Dari rasa ke karya dan dari batin ke tindakan. Film dapat mengajak kita bertanya:

Apakah teknologi membuat kita lebih sadar?

Apakah budaya pop membuat kita lebih bijaksana?

Apakah kita masih tahu dari mana kita berasal?

RASA, ELEMEN VISUAL UNTUK KEBANGKITAN BANGSA

Kita tidak menolak modernitas, tapi kita perlu membangunnya di atas pondasi rasa, batin, dan warisan jiwa Nusantara. Bangsa besar bukan karena wacana, tapi karena rasa. Bangsa yang besar bukan hanya karena emas atau teknologi. Nusantara besar karena “rasa” batin yang tajam, hati yang halus, dan kehendak yang menyatu dengan alam.

Dan dengan rasa itu kita mulai menyelesaikan penyakit strutural industry kreatif perfilman kita agar mampu menjadi kekuatan besar ekonomi dan budaya yang di topang fondasi pemajuan kebudayaan dari generasi muda yang menyelaraskan dan menerapan intisari butir-butir nilai  PANCASILA kedalam industry perfilm nasional khususnya.

Apakah Anda bahagian yang akan memanfaatkan harta warisan kebudayaan nusantara ini dalam keberagaman genre produksi seperti, drama, historical, komedi dan lainnya. Karena apapun bentuk karya film yang di pertontonkan akan menjadi MAKANAN dan TERSIMPAN dalam memori otak manusia, ia bisa menjadi racun atau menjadi madu bagi pikiran manusia, mengubah cara pola piker dan pandang manusia. Penonton Film bisa termotifasi atau malah sebaliknya menjadi traumatic inferior ( watak tertekan, tak berdaya) dari pesan yang kita sampaikan, namun yang pasti semua hasil karya tersebut menjadi bukti dan saksi dari apa yang pernah kita lakukan (jejak digital) tersimpan dan menjadi sejarah hingga kemasa depan.

Leluhur kita mengajarkan untuk mulai melakukan proses berkarya dengan menenangkan jiwa di tengah hiruk pikuk kondisi yang sedang berlangsung. Meditasi energi teta mereka mendorong untuk melahirkan karya agar ilmunya dapat di manfaatkan menjadi jalan penuntun kehidupan. Leluhur kita berkarya bukan didesak oleh hawanafsu materialisme sehingga karya karya adiluhung mereka menjadi kenangan sepanjang masa baik dari estetika maupun filosofis dari pesan moralnya. 

Tag : No Tag

Berita Terkait