Loading

Radio Digital, Pentingkah


AGUNG TIRTA WIBAWA
4 Tahun lalu, Dibaca : 1260 kali


Oleh AGUNG TIRTA WIBAWA

(Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Bandung)

 

DI era kekinian, kehadiran internet telah membawa angin segar bagi tranformasi radio dari analog menuju digital. Pada 2016, seperti hasil temuan Nielsen Radio Audience Measurement, 4 dari 10 orang pendengar radio mendengarkan radio melalui perangkat yang lebih personal yaitu mobilephone.

Sementara itu, angka statistik menunjukkan bahwa 57 persen dari total pendengar radio berasal dari Generasi Z dan Millenials atau para konsumen masa depan. Hal ini mengindikasikan, bahwa popularitas radio masih terbilang tinggi di kalangan generasi Z dan milenial yang begitu akrab dengan internet.

Kita tak bisa menafikan,bahwa kemunculan media online, media sosial dan booming-nya smartphone (baca: telepon pintar) telah menggerus ketertarikan masyarakat terhadap media konvensioal radio. Namun, di era ini, ada sebagian muda-mudi yang sering memutar siaran radio melalui aplikasi Android atau IOS, saat terjebak kemacetan di kota-kota besar.

Kemajuan di bidang teknologi dan informasi, ternyata telah mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia, terkhusus generasi Z dan milenial, dalam mendengarkan siaran di radio ke arah yang lebih personal. Bahkan, di MRT juga dapat kita temukan, sebagian muda-mudi yang memasukkan headset ke telinganya untuk mendengarkan siaran radio melalui aplikasi digital yang diinstal di perangkat smartphone.

Realitas pendengar radio

Menyaksikan realitas perkembangan pendengar radio, saya optimis bahwa industri radio masih menjanjikan, karena Nielsen Radio Audience Measurement mencatat bahwa meskipun internet tumbuh pesat, tidak berarti jangkauan pendengar radio menjadi rendah. Mayoritas pendengar radio, disumbangkan Generasi X rentang usia 35-49 tahun yang mendengarkan selama lebih dari 18 jam dari total keseluruhan pendengar. Disusul kemudian, oleh generasi Baby Boomers (50-65 tahun) dengan 17 jam 20 menit, Silent Generation (65 tahun ke atas)  dengan 16 jam 22 menit, Millenials (15-34 tahun) 15 jam 37 menit, dan Generasi Z (10-14 tahun) yang menghabiskan waktu mendengarkan radio lebih dari 13 jam seminggu.

Mungkin, siaran Radio tidak lagi didengarkan melalui perangkat radio tape (analog) saja, tetapi kini berubah menjadi lebih digital, karena perilaku pendengar telah berubah menjadi mengedepankan teknologi dan fleksibelitas dalam menciptakan pengalaman mendengarkan siaran. Media radio kini berangkat menjadi media yang lebih personal bagi masing-masing konsumen, dimana para pendengar tidak lagi memisahkan aktifitas online dengan offline.

Karena itu, perusahaan media radio menghadapi tantangan, yakni segera membuat keputusan untuk berubah dari konvensional ke digital menuju terwujudnya “digitalisasi penyiaran” agar siaran radionya dapat menjangkau target audience yang lebih luas.

Secara historik, awal perkembangan media radio ialah ditemukannya gramofon (phonograph) oleh Thomas Alfa Edison, di tahun 1877. Setelah itu, Helmholtz Hertz dan James Clerk Maxwell, melakukan riset mengenai fenomena elektromagnetik dan berhasil menemukan gelombang radio. Selanjutnya, di tahun 1887, Heinrich Hertz mampu melakukan pengiriman dan penerimaan gelombang radio. Dan, di tahun 1901, seorang ilmuwan bernama Guglielmo Marconi berhasil mengirimkan sinyal berupa titik dan garis dari pemancar menggunakan gelombang elektromagnetik dan diterima sebuah alat penerima. Sejak itulah hingga kini, perangkat radio masih menjadi sarana komunikasi massa yang menjangkau berbagai lapisan masyarakat selama ratusan tahun.

Usia yang lama tersebut, mengindikasikan radio masih menjadi media komunikasi massa yang tidak bisa dianggap remeh. Di tatar Sunda, misalnya pada tahun 80-an, saat siaran televisi masih dikuasai oleh TVRI dan masih langkanya masyarakat memiliki perangkat TV; media radio ialah media nomor satu di Indonesia yang menjadi corong berkomunikasi masyarakat. Namun, sejak tahun 90-an, kehadiran televisi swasta telah membuat peralihan budaya dari mendengarkan menuju budaya menonton secara massif.

UU Penyiaran Digital

Kini, ketika internet telah diakses sekitar 200 juta lebih warga Indonesia, popularitas radio merangkak naik dalam hati para pendengar. Menjamurnya, aplikasi Podcast ialah salah satu pertanda bahwa media radio masih mendapatkan hati warga di Indonesia, karena berkaitan dengan audio. Dalam bahasa lain, kehadiran internet dan aplikasi Podcast seperti spotify, Google Podcast, Anchor, dan lain-lain di perangkat smartphone, membuat transformasi kultural pendengar radio berubah ke arah digital, dimana mendengarkan tidak hanya melulu bergantung pada frekuensi AM atau FM.

Pertanyaanya, mendesakkah untuk disahkannya “RUU Penyiaran” menjadi “UU Penyiaran”, agar regulasi “Penyiaran” khususnya siaran Radio digital, berjalan sesuai realitas kemasyarakatan?

Dalam perspektif saya, tahun 2020 ini, salah satu tugas kemeninfo (Kementerian Informasi) dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) ialah mengawal “RUU Penyiaran” agar sesuai dengan tuntutan kultural masyarakat dalam mengkonsumsi media penyiaran. Selain itu, disahkannya RUU tersebut menjadi UU tidak boleh membunuh aspek ekonomi para pengusaha media Radio, agar ekosistem radio dan pertumbuhan ekonomi di sektor industri kreatif dapat menyejahterakan rakyat.

Karena itu, proses migrasi penyiaran radio analog ke penyiaran radio digital adalah keniscayaan karena perkembangan teknologi yang terjadi. Dan, selain sosialisasi kepada stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat) diperlukan pula kekuatan payung hukum melalui pengesahan “RUU Penyiaran” menjadi “UU Penyiaran” agar mampu melindungi kepentingan stakeholders bisnis penyiaran (pihak swasta dan pemerintah) guna pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang positif.

Dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 200 juta jiwa lebih; asumsinya separuh dari mereka mendapatkan akses internet tentunya budaya mendengarkan telah berubah, sehingga diperlukan inovasi dalam industri penyiaran. Sebab itulah, migrasi radio analog menuju radio digital mendesak dilakukan karena radio digital memiliki beragam keunggulan, diantaranya kualitas penyiaran lebih jernih dan frekuensi yang bisa digunakan berbagai saluran penyiaran sehingga pemirsa menjadi lebih banyak. Utamanya dengan radio digital, setiap pemirsa akan mendapatkan pengalaman mendengarkan mengasyikkan dan menggembirakan karena kualitas siaran lebih baik daripada siaran radio analog. Wallahua’lam

Tag : No Tag

Berita Terkait