AGUNG TIRTA WIBAWA
4 Tahun lalu, Dibaca : 1475 kali
Oleh
AGUNG TIRTA WIBAWA
(Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Bandung)
DI era
kekinian, kehadiran internet telah membawa angin segar bagi tranformasi radio dari
analog menuju digital. Pada 2016, seperti hasil temuan Nielsen Radio
Audience Measurement, 4 dari 10 orang pendengar radio mendengarkan radio
melalui perangkat yang lebih personal yaitu mobilephone.
Sementara itu, angka statistik
menunjukkan bahwa 57 persen dari total pendengar radio berasal dari Generasi Z
dan Millenials atau para konsumen masa depan. Hal ini mengindikasikan, bahwa
popularitas radio masih terbilang tinggi di kalangan generasi Z dan milenial
yang begitu akrab dengan internet.
Kita tak bisa menafikan,bahwa kemunculan
media online, media sosial dan booming-nya smartphone (baca:
telepon pintar) telah menggerus ketertarikan masyarakat terhadap media konvensioal
radio. Namun, di era ini, ada sebagian muda-mudi yang sering memutar siaran
radio melalui aplikasi Android atau IOS, saat terjebak kemacetan di kota-kota besar.
Kemajuan di bidang teknologi dan
informasi, ternyata telah mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia, terkhusus
generasi Z dan milenial, dalam mendengarkan siaran di radio ke arah yang lebih
personal. Bahkan, di MRT juga dapat kita temukan, sebagian muda-mudi yang
memasukkan headset ke telinganya untuk mendengarkan siaran radio melalui
aplikasi digital yang diinstal di perangkat smartphone.
Realitas pendengar radio
Menyaksikan realitas perkembangan pendengar
radio, saya optimis bahwa industri radio masih menjanjikan, karena Nielsen
Radio Audience Measurement mencatat bahwa meskipun internet tumbuh pesat, tidak
berarti jangkauan pendengar radio menjadi rendah. Mayoritas pendengar radio,
disumbangkan Generasi X rentang usia 35-49 tahun yang mendengarkan selama lebih
dari 18 jam dari total keseluruhan pendengar. Disusul kemudian, oleh generasi Baby
Boomers (50-65 tahun) dengan 17 jam 20 menit, Silent Generation (65
tahun ke atas) dengan 16 jam 22 menit, Millenials
(15-34 tahun) 15 jam 37 menit, dan Generasi Z (10-14 tahun) yang menghabiskan
waktu mendengarkan radio lebih dari 13 jam seminggu.
Mungkin, siaran Radio tidak lagi
didengarkan melalui perangkat radio tape (analog) saja, tetapi kini berubah
menjadi lebih digital, karena perilaku pendengar telah berubah menjadi
mengedepankan teknologi dan fleksibelitas dalam menciptakan pengalaman mendengarkan
siaran. Media radio kini berangkat menjadi media yang lebih personal bagi
masing-masing konsumen, dimana para pendengar tidak lagi memisahkan aktifitas online
dengan offline.
Karena itu, perusahaan media radio menghadapi
tantangan, yakni segera membuat keputusan untuk berubah dari konvensional ke
digital menuju terwujudnya “digitalisasi penyiaran” agar siaran radionya dapat menjangkau
target audience yang lebih luas.
Secara historik, awal perkembangan
media radio ialah ditemukannya gramofon (phonograph) oleh Thomas
Alfa Edison, di tahun 1877. Setelah itu, Helmholtz Hertz dan James Clerk
Maxwell, melakukan riset mengenai fenomena elektromagnetik dan berhasil
menemukan gelombang radio. Selanjutnya, di tahun 1887, Heinrich Hertz mampu
melakukan pengiriman dan penerimaan gelombang radio. Dan, di tahun 1901,
seorang ilmuwan bernama Guglielmo Marconi berhasil mengirimkan sinyal berupa
titik dan garis dari pemancar menggunakan gelombang elektromagnetik dan
diterima sebuah alat penerima. Sejak itulah hingga kini, perangkat radio masih
menjadi sarana komunikasi massa yang menjangkau berbagai lapisan masyarakat
selama ratusan tahun.
Usia yang lama tersebut,
mengindikasikan radio masih menjadi media komunikasi massa yang tidak bisa
dianggap remeh. Di tatar Sunda, misalnya pada tahun 80-an, saat siaran televisi
masih dikuasai oleh TVRI dan masih langkanya masyarakat memiliki perangkat TV; media
radio ialah media nomor satu di Indonesia yang menjadi corong berkomunikasi
masyarakat. Namun, sejak tahun 90-an, kehadiran televisi swasta telah membuat
peralihan budaya dari mendengarkan menuju budaya menonton secara massif.
UU Penyiaran Digital
Kini, ketika internet telah diakses
sekitar 200 juta lebih warga Indonesia, popularitas radio merangkak naik dalam
hati para pendengar. Menjamurnya, aplikasi Podcast ialah salah satu
pertanda bahwa media radio masih mendapatkan hati warga di Indonesia, karena
berkaitan dengan audio. Dalam bahasa lain, kehadiran internet dan
aplikasi Podcast seperti spotify, Google Podcast, Anchor, dan
lain-lain di perangkat smartphone, membuat transformasi kultural
pendengar radio berubah ke arah digital, dimana mendengarkan tidak hanya melulu
bergantung pada frekuensi AM atau FM.
Pertanyaanya, mendesakkah untuk
disahkannya “RUU Penyiaran” menjadi “UU Penyiaran”, agar regulasi “Penyiaran”
khususnya siaran Radio digital, berjalan sesuai realitas kemasyarakatan?
Dalam perspektif saya, tahun 2020 ini,
salah satu tugas kemeninfo (Kementerian Informasi) dan KPI (Komisi Penyiaran
Indonesia) ialah mengawal “RUU Penyiaran” agar sesuai dengan tuntutan kultural
masyarakat dalam mengkonsumsi media penyiaran. Selain itu, disahkannya RUU
tersebut menjadi UU tidak boleh membunuh aspek ekonomi para pengusaha media
Radio, agar ekosistem radio dan pertumbuhan ekonomi di sektor industri kreatif dapat
menyejahterakan rakyat.
Karena itu, proses migrasi penyiaran radio
analog ke penyiaran radio digital adalah keniscayaan karena perkembangan
teknologi yang terjadi. Dan, selain sosialisasi kepada stakeholders (pemerintah,
swasta, dan masyarakat) diperlukan pula kekuatan payung hukum melalui pengesahan
“RUU Penyiaran” menjadi “UU Penyiaran” agar mampu melindungi kepentingan stakeholders
bisnis penyiaran (pihak swasta dan pemerintah) guna pertumbuhan ekonomi di Indonesia
yang positif.
Dengan jumlah penduduk Indonesia
mencapai 200 juta jiwa lebih; asumsinya separuh dari mereka mendapatkan akses
internet tentunya budaya mendengarkan telah berubah, sehingga diperlukan
inovasi dalam industri penyiaran. Sebab itulah, migrasi radio analog menuju radio
digital mendesak dilakukan karena radio digital memiliki beragam keunggulan,
diantaranya kualitas penyiaran lebih jernih dan frekuensi yang bisa digunakan
berbagai saluran penyiaran sehingga pemirsa menjadi lebih banyak. Utamanya
dengan radio digital, setiap pemirsa akan mendapatkan pengalaman mendengarkan
mengasyikkan dan menggembirakan karena kualitas siaran lebih baik daripada
siaran radio analog. Wallahua’lam
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer