Loading

Uu Ruzhanul Ulum: Wartawan Menjadi Sarana Komunikasi Antara Pemerintah dan Masyarakat


Penulis: IthinK/Editor: Mbayak Ginting
5 Tahun lalu, Dibaca : 733 kali


Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum dalam acara Silaturahim Idul Fitri 1440 Hijriah bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat di Bandung. (Foto: Humas Jabar)

BANDUNG, Medikomonline.com – Menurut Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, media dan wartawan menjadi sarana komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Menjadi bagian dari lima unsur pembangunan atau pentahelix (birokrasi, komunitas, akademisi, pengusaha, dan media), media mempunyai peran penting dalam proses pembangunan. Terlebih saat ini, Jawa Barat menerapkan Birokrasi 3.0, yang mana semua elemen masyarakat bisa terlibat dalam program pembangunan.

“Wartawan merupakan elemen penting bagi kami (Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat),” kata Uu Ruzhanul Ulum dalam acara Silaturahim Idul Fitri 1440 Hijriah bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat di GOR PWI, Jl. Wartawan II Kota Bandung, Selasa (25/6/2019).

“Dengan adanya media dan wartawan, kami secara tidak langsung mampu berkomunikasi dengan masyarakat. Dengan adanya media maka program-program pemerintah secara tidak sadar ditulis oleh para wartawan dan dibaca oleh masyarakat,” katanya.

“Juga bukan hanya kebijakan yang diputuskan oleh kami, tetapi harapan dan keinginan masyarakat pun sampai kepada kami secara tidak langsung melalui media,” lanjutnya.

Selain itu, Uu mengatakan bahwa media bukan hanya sebagai penyebar informasi, tapi juga sarana evaluasi pemerintah. Karena banyak hal terkait program pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah, mendapatkan masukan dari media.

Pemdaprov Jawa Barat sendiri, kata Uu, menyadari tantangan peredaran informasi di masyarakat. Terutama terkait maraknya berita bohong atau hoaks, yang sebagian besar menyebar melalui media sosial (medsos).

“Kita menyadari bukan hanya akan ada sanksi dari pihak aparat hukum (bagi penyebar hoaks), tapi juga dosa yang akan ditanggung. Karena bohong itu haram, jangan sampai sesat menyesatkan,” ucapnya.

Oleh karena itu, Uu berharap media bisa menjadi penyaring atau filter informasi yang beredar di masyarakat. Dia pun meyakini tingkat akurasi informasi yang disampaikan media bisa menjadi landasan informasi yang benar untuk masyarakat.

“Saya berharap awak media ini justru sebagai filter. Kalau ditulis di media ini kebenarannya kami yakin bisa mencapai sekian persen, sekalipun ada keterangan yang namanya berita bisa benar dan bisa salah. Tetapi, kalau ditulisnya oleh media mainstream ini kami yakin kebenarannya. Tetapi kalau yang ada di medsos, saya belum bisa menjamin,” katanya.

“Jangan dulu percaya (informasi) yang ada di medsos, baca dulu di media yang benar, yang legal, ada enggak (beritanya). Kalau beritanya ada, berarti kebenarannya bisa diakui,” lanjutnya.

Hal senada disampaikan Ketua PWI Jawa Barat Hilman Hidayat. Dalam sambutannya, Hilman menuturkan bahwa media mainstream harus menjadi tempat bagi masyarakat untuk mengklarifikasi sebuah informasi.

“Ketika berita bohong atau hoaks begitu merajalela di media sosial, tempat masyarakat untuk mengonfirmasi mencari kebenaran itu harus ada di media mainstream. Untuk tempat klarifikasi,” katanya.

Era teknologi digital saat ini mulai menggerus eksistensi media mainstream. Menurut Hilman, era teknologi digital menjadi masa yang genting bagi wartawan, selain dihimpit oleh teknologi dan media platform yang juga sudah mulai berubah. “Munculnya media platform, media sosial mulai menggeser media tradisional,” ucapnya.

Dengan kondisi tersebut, kata Hilman, para wartawan harus tetap lurus menjalani profesinya sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik. Artinya, media jenis apapun yang ada sekarang apabila kontennya masih tetap mengacu pada Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, peran media pers tidak akan terpinggirkan oleh zaman.

“Tetapi kita PWI sebagai organisasi profesi, tetap lurus ke depan sesuai aturan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan arahan-arahan dari Dewan Pers, juga mengacu pada Kode Etik Jurnalistik. Meskipun, platform-nya berbeda-beda dan berubah-ubah, tetapi kontennya itu tetap saja,” katanya.

Tantangan media informasi ke depan akan semakin berat. Untuk itu, Hilman menambahkan, Dewan Pers terus mendorong PWI di daerah melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW).“Wartawan didorong keras untuk ikut UKW baik itu yang level reporter bahkan sampai ke pemimpin redaksinya,” katanya.

“Dewan Pers juga mendorong perusahaan untuk ikut program verifikasi perusahaan pers. Belakangan Dewan Pers dan Kominfo sudah membicarakan adanya Satgas (Satuan Tugas) untuk menelisik media-media mana saja yang sering dilaporkan oleh masyarakat,” tutupnya.

Tag : No Tag

Berita Terkait