Loading

Beberapa SPBU di Sumedang Tak Bayar Pajak Reklame, Bappenda Diduga Tutup Mata


Penulis: Teguh Safari/Editor: Dadan Supardan
1 Tahun lalu, Dibaca : 530 kali


Pihak Bappenda mmemberikan penjelasan

SUMEDANG, medikomonline - Salah satu yang mampu meningkatkan sumber pendapataan daerah adalah dari pajak reklame. Sejatinya, pihak pemerintah, dalam hal Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappenda) bisa lebih menggali potensi tersebut dengan baik dan terkendali, agar setidaknya bisa meminamilisir terjadinya wajib pajak yang mangkir.

Salah satu potensi pendapatan daerah yang bisa dihasilkan dari pajak reklame adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Kenapa? Karena, SPBU yang tersebar di berbagai daerah sebenarnya bukanlah perusahaan BUMN atau pemerintah. Tapi, sebuah perusahaan swasta yang bekerja sama dengan PT. Hiswana Migas, sebuah perusahaan sebagai kepanjangan dari PT. Pertamina.

Namun, pada realitanya hingga saat ini diduga kuat belum ada satu pun SPBU yang ada di Kabupaten Sumedang yang membayar pajak reklame. Setidaknya, hal ini disampaikan Kabid Pengendalian Pengelolaan Pendapatan Daerah (P3D) Bappenda Sumedang, Ida Marlaida, S.H., M.Si, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (11/01/2023). Meski sebetulnya, ia mengaku, setidaknya telah ada enam SPBU yang telah membayar pajak reklame.

Mana yang benar, hanya rumput bergoyang yang tahu!

Usut punya usut, dalam laporan keuangan daerah pada Nomenklatur Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Sumedang ternyata belum menetapkan pajak reklame untuk 26 titik SPBU yang tersebar di Kabupaten Sumedang.

Padahal, meski SPBU Sumedang yang jumlahnya mencapai 26 lokasi ini terpampang logo Pertamina, seperti telah dibahas sebelumnya, hal tersebut boleh dibilang kedok untuk menghindari pajak. Padahal, berdasarkan hasil pantauan di lapangan, hampir semua SPBU yang tersebar di Kabupaten Sumedang tidak sekadar menjual BBM, tapi dilengkapi dengan reklame usaha-usaha lain. Sebut saja, tambal ban hydrogen, minyak pelumas, minimarket, air radiator, dan Ajungan Tunai Mandiri (ATM) dari berbagai BANK.

Bahkan, di dalam lingkungan SPBU juga tak sedikit ditemukan usaha-usaha semisal menjual tabung gas, minyak pelumas atau oli yang justru dikelola oleh pribadi. Dalam hal ini orang yang dipercaya sebagai pimpinan SPBU dimaksud. Semua itu jelas termasuk dalam kategori usaha komersil.

Tapi anehnya, pihak Bappenda Sumedang seolah tutup mata dengan kondisi demikian. Wajar bila akhirnya timbul dugaan bahwa lembaga pemerintah ini sengaja pura-pura tidak tahu, tidak faham atau memang telah terjadi kongkalikong dengan berlindung dibalik nama BUMN sebagai perusahaan milik pemerintah.

Guna meyakinkan dugaan-dugaan miring tersebut, tentu dibutuhkan pihak PPUD untuk turun ke lapangan langsung guna memeriksa ada tidaknya kejanggalan atas adanya dugaan kurang sedap dimaksud.

Jawaban Janggal

Sebelum bertemu langsug dengan Kabid P3D, salah seorang staf bagian teknis, Hendra mengatakan, ada penambahan satu lokasi SPBU di wilayah Cimalaka dengan pajak reklame sebesar Rp 2.500.000 per tahun.

"Dari 26 plus satu. SPBU baru di Cimalaka, hitungan pajak reklame dalam periode satu tahun mencapai Rp 67.500.000," terangnya.

Namun anehnya pernyataan tersebut diralat keesokan harinya. Sebetulnya, belum ada satu pun SPBU yang menyetorkan pajak reklamenya. Yang ada hanya tiga SPBU. Itu pun untuk membayar jenset. Kenapa hal itu teejadi? Wallahuallam bhisawab.

Namun, menurut Kabid P3D Bappenda Kabupaten Sumedang, Ida Maelaidah, S.H., M.Si, pihaknya telah melayangkan dua kali surat peringatan terhadap para pemilik SPBU yang mulai dilakukan sejak tahun 2021 atau seiring dengan munculnya surat rekomendasi dari BPK yang mengharuskan dikenakan pajak reklame SPBU.

Kendati demikian surat tersebut hingga tahun 2022 sama sekali belum ada tanggapan.

"Kami tidak akan menyerah. Artinya, pihak kami akan kembali melayangkan sura ketiga kalinya dalam waktu dekat. Bila masih bergeming, dengan sangat terpaksa, kami pun akan bekersama dengan PPUD untuk mentertibkan para pengusaha SPBU yang nakal," tandas Ida.

'Tak hanya itu, kami juga akan kembali berkoordinasi dengan pihak BPK soal item-item mana saja yang bisa dijadikam objek pajak reklame. Ini perlu kami lakukan agar tindakan yang kami lakukam nantinya tidak bertabrakan dengan regulasi. Artinya buat apa kami bisa menarik pajak sebanyak-banyaknya, bila akhirnya jadi masalah," pungkasnya.

Tag : No Tag

Berita Terkait