Penulis: (red)
2 Tahun lalu, Dibaca : 966 kali
BEKASI, Medikomonline
– Pengosongan secara paksa Villa dan Sanggar Seni yang dikenal dengan Studio
Zoom 8 milik HY di Kampung Tepos, Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang,
Kabupaten Bogor, disesalkan Martin Iskandar, kuasa hukum HY.
Peristiwa pengosongan secara paksa tanah dan bangunan
yang diduga dilakukan oknum preman bayaran itu, terjadi pada 11 Oktober 2021.
“Selaku kuasa hukum HY, kami sangat kecewa atas tindakan pihak lain yang diduga
oknum preman bayaran,” kata Martin Iskandar kepada medikomonline di
Bekasi, Jumat (15/10/2021).
Martin Iskandar mengungkapkan, dalam amar putusan
Majelis Hakim Yang Mulia dari setiap tingkatan pemeriksaan secara jelas dan
terang tidak satu pun memerintahkan untuk mengosongkan lahan Villa dan Sanggar
Seni yang dikenal dengan Studio Zoom 8.
Ironisnya, lanjut Martin, beberapa orang oknum preman
melakukan pengosongan secara paksa villa dan sanggar seni milik HY yang berdiri
di atas tanah seluas 8.800 M2 dan telah memperoleh izin dari Pemerintah
Kabupaten Bogor melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Bogor Nomor:
591.2/002/00841/BPT/2013 tentang pemberian izin peruntukan penggunaan tanah.
“Tindakan beberapa orang oknum preman melakukan
pengosongan secara paksa tanah dan bangunan tersebut, jelas sangat merugikan
klien kami,” tegas pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum “Sosio Legal” ini.
Apalagi, menurut Martin Iskandar, kliennya sudah
melaksanakan kewajibannya dengan membayar retribusi mendirikan bangunan gedung
(IMBG) sebesar Rp63.173.000 dengan bukti SKRD Nomor: 0308041 tertanggal 14
Agustus 2014.
“Jadi, merujuk pada amar putusan Pengadilan Negeri
Cibinong Nomor: 220/Pdt.G/2016/PN.Cbi, putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor:
273/Pdt/2018/PT.BDG dan putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:
2200/K/Pdt/2019, tidak satupun dalam amar tersebut memerintahkan untuk
mengeksekusi dan mengosongkan lahan
villa dan sanggar seni yang dikenal dengan Studio Zoom 8. Hal ini
membuktikan, terdapat tindakan kesewenang-wenangan (abuse of power) yang
dilakukan oleh oknum preman bayaran,” bebernya.
Dikatakan Martin, melihat dari sudut pandang hukum,
upaya pengosongan secara paksa atau eksekusi suatu objek perkara harus melalui
permohonan ke pengadilan, dengan prosedur-prosedur yang telah ditentukan dan
dibenarkan oleh hukum.
“Apabila eksekusi objek perkara tersebut tanpa melalui
permohonan ke pengadilan maka terdapat kesalahan dan kesewenang-wenangan yang
dilakukan oleh pihak yang melakukan pengosongan paksa tersebut yang
berimplikasi pada tindakan kesewenang-wenangan (abuse of power) yang dilakukan
oleh oknum preman bayaran,” pungkasnya. (Red)
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer