Penulis: Rajo Galan
4 Bulan lalu, Dibaca : 165 kali
Oleh Rajo Galan
(Ketua Umum
Gerakan Mahasiswa Pasundan/Gema Pasundan)
Akhir-akhir ini
kembali mencuat kasus Harun Masiku. Anehnya kasus Harun Masiku itu selalu
mencuat menjelang pilpres dan momentum-momentum politik. Dalam minggu ini saja
setiap harinya organisasi kepemudaan silih berganti mendesak KPK menangkap
Harun Masiku.
Pertanyaannya, seberapa
urgensi kasus Harun Masiku dibandingkan dengan kasus Joko Candra yang korupsi
546 miliar atau kasus korupsi PT Timah Rp300 triliun dan kasus BLBI Rp138
triliun.
Ataukah para
demonstran ini ikut sayembara Maruar Sirait? Untuk bisa mendapatkan sayembara 8
miliar.
Tentunya sayembara
ini sudah menginjak harkat derajat KPK karena Maruar Sirait seolah mengecilkan
lembaga KPK dengan membuat sayembara ini. Buat dong sayembara juga untuk Kirana
Kotama yang juga sampai hari ini buron.
Kenapa kasus Kirana
Kotama ini tidak diramikan dan disayembarakan? Ini sebuah kelucuan Maruar Sirait
kalau kami boleh sampaikan.
Kasus Harun Masiku
adalah kasus suap senilai Rp600 juta yang menurut pandangan kami tidak ada
sedikit pun merugikan negara. Bahkan mantan penyidik KPK menyampaikan kasus Harun
Masiku adalah kasus teri.
Kasus Harun Masiku
bermula dari operasi tangkap tangan atau OTT KPK terhadap Komisioner KPU Wahyu
Setiawan pada 8 Januari 2020. Wahyu ditangkap karena diduga menerima suap dari
Harun untuk memuluskan langkahnya menggantikan Nazarudin Kiemas, anggota DPR RI
dari PDIP yang meninggal dunia.
Nah logikanya
tidak akan ada suap bila Wahyu Setiawan eks Komisioner KPK tidak meminta
sogokan kepada Harun Masiku.
Bahkan timbul
pertanyaan kami apakah sebenarnya kasus Harun Masiku ini benar ditujukan kepada
Harun Masiku? Atau ada muatan lain di balik kasus ini?
Kalau kita melihat
banyak sekali kasus Harun-Harun Masiku di sekeliling kita. Contoh di dunia
pekerjaaan untuk masuk ke suatu perusahaan itu harus melakukan suap untuk memperlancar
dan mempermudah, selanjutnya mirisnya dalam dunia pendidikan untuk bisa masuk
sekolah/kampus ternama dan favorit ada praktek-praktek sogok menyogok dan suap
menyuap. Dan masih banyak sekali kasus suap di sekitar lingkungan kita. Bahkan
yang paling terkecil kita membuat KTP saja ada praktek sogok menyogok dan suap
menyuap karena kalau tidak pasti ada alasan "habis belangkonya".
Kami tidak sepakat
dengan praktek suap menyuap atau sogok menyogok tetapi yang kami tidak suka itu
ada Langkah-langkah praktek politisasi dan kriminalisasi dalam suatu kasus.
Menurut kami masih banyak hal sangat urgen yang harus kita kritisi, kita kawal,
dan kita lawan bersama.
Kasus-kasus di
institusi Polri ada kasus yang sangat besar yaitu Polisi backing bandar narkoba
yang jelas merugikan negara dan anak bangsa. Kasus polisi tembak polisi, kasus
polisi tembak ibu kandung, polisi tembak anak SMK bahkan kasus intimidasi Polri.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer