Loading

Warga Desa Petir Keluhkan Bau Menyengat Disebabkan Ternak Kambing Perahan


Penulis: Herz_Cms.
1 Tahun lalu, Dibaca : 1156 kali


Kandang Kambing Perahan SANPERA di Dusun Pasir Kadu, Desa Petir Hilir, Kecamatan Baregbeg, Kabupaten Ciamis. (Foto: Herz_Cms).

CIAMIS, Medikomonline.comWarga Dusun Pasir Kadu, RT 02, 03, RW 07, Desa Petir Hilir Kecamatan Baregbeg, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jabar mengeluhkan bau menyengat yang disebabkan adanya pengusaha perah susu kambing jenis Etawa atau yang disebut kambing SAPERA Saan Peranakan Etawa.

Usaha yang sudah hampir 6 tahun berjalan itu, sampai saat ini belum memiliki solusi baik dalam menyelesaikan persoalan bau menyengat (polusi udara) kambing yang menjadi sumber penghasil perahan susu kambing tersebut.

Warga sekitar khususnya yang berjarak hanya beberapa puluh meter dari kandang mengeluhkan menyengat bau kambing tidak sedap dari kandang kambing membuat tidak nyaman.

Namun warga seperti tidak bisa berbuat apa-apa. Entah apa yang membuat warga tidak bisa berbuat banyak.

"Ah tidak berani dan tidak bisa berbuat apa-apa saja," terang Ibu paruh baya warga yang dekat dengan kandang kambing kepada Medikomonline.com, Rabu (10/5/2023).

Hal yang sama juga dikeluhkan warga yang berlokasi sekitar kandang, berinisial AS. Ia mengatakan, kalau bau menyengat disebabkan adanya kandang kambing usaha perahan susu tersebut sudah bertahun-tahun lamanya.

"Sebenarnya kami sangat terganggu dengan bau menyengat tidak sedap yang disebabkan adanya kandang kambing tersebut. Warga juga sudah sering menyampaikan keluhan ke pihak pemilik. Hanya saja entah kenapa keluhan bau menyengat sampai sekarang belum bisa terselesaikan dengan baik," terang AS.

Dirinya meminta seharusnya pemerintah hadir guna menyelesaikan persoalan bau menyengat kambing (polusi) yang disebabkan adanya kandang kambing perahan susu tersebut.

Dia pun menyinggung kalau usaha di balik perahan susu itu dikelola oleh banyak karyawan.

"Bahkan pengolahan susu hasil perahan dilakukan di rumah pemilik yang tidak jauh dengan kandang kambing," imbuhnya.

Selain itu, pihaknya pun menyayangkan, pelaku usaha menggunakan tabung gas elpiji yang 3 kg bersubsidi. Dan itu masih harus menjadi telisikan pihak berwajib atau pemerintah. Karena menurutnya, keperluan usaha kategori besar itu tidak diperbolehkan menggunakan tabung gas elpiji yang bersubsidi 3 kg.

Tabung gas elpiji 3 kg bersubsidi menumpuk guna dipakai operasi pelaku usaha mengolah susu perahan kambing. (Foto: Herz_Cms).

“Adakah Beking Kuat di Balik Usaha Perahan Susu Kambing"

Direktur PT. Puja Agro Lestari, Yuda didampingi manajer pengelola usaha perah susu kambing, Zaki mengatakan, usaha ini digeluti bersama keluarganya kurang lebih 6 tahun.

"Pertama kali mengawali usaha sekitar tahun 2017 dan sekarang sudah bisa jual ke luar kota yakni Turi, Sleman, Jogjakarta. Perminggu kami baru bisa menghasilkan produksi susu 3000 kg, itu pun masih kurang untuk memenuhi permintaan," katanya.

"Perusahaan ini menggunakan PT (Perseroan Terbatas) dan kami juga bisa membesar begini berkat ada investor," terang Zaki.

Limbah dibiarkan menumpuk di pinggir jalan depan kandang kambing. (Foto: Herz_Cms).

Kemudian pengelola usaha perah susu kambing, Ramdani didampingi Zaki, Rabu siang (17/5/2023) saat dikonfirmasi Medikomonline.com mengatakan, kalau usaha ini dibagi menjadi dua bagian.

"Pertama pengelolaan di kandang kambing hingga perah susu ini ada pada kami pengelolanya. Sedang untuk pengolahan susu dari hasil perahan yang di rumah itu bukan manajemennya, melainkan mereka pengusaha asal Jogjakarta sebagai pengelolanya," ujarnya.

"Kami hanya ketempati tempatnya saja, "akunya.

Disinggung mengenai polusi udara, pihaknya menyadari betul dan tidak bisa menyangkal mengenai polusi yang disebabkan menjadi bau menyengat ke warga.

Hanya saja, pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin mengelola kotoran dengan cara dikumpulkan untuk dijual, divermentasi, juga sudah pakai bio vori supaya tidak terlalu menyengat bau kambing ke warga.

"Kalau misal harus maksimal agar tidak bau tentu kami juga butuh waktu untuk menyelesaikan itu semua. Karena sampai saat ini juga kami berupaya semaksimal mungkin agar polusi ini tidak terlalu bau menyengat. Hanya saja jika dibandingkan dengan dulu awal-awal kami melakukan usaha perah susu kambing ini tentu berbeda, dengan sekarang. Sekarang lebih agak mendingan," tutur Ramdani.

Selanjutnya, mengenai penggunaan gas elpiji bersubsidi 3 kg untuk mengolah susu hasil perahan, Ramdani mengakui di saat pas susah mendapat gas elpiji non sudsidi atau tidak ada, maka menggunakan tabung gas elpiji yang 3 kg.

"Sampai sekarang setahu kami tidak ada pengawasan mengenai tabung gas elpiji yang dipergunakan untuk mengolah susu hasil perahan. Hanya saja, untuk pengolahan susu dari perahan ini bukan ada di ranah kami, jadi kami tidak bisa masuk lebih dalam mengenai karya-karya pengolahan susu hasil perahan tersebut," kilah Ramdani.

“Sebenarnya mengenai pengolahan hasil perahan susu itu bukan ada di ranah kami melainkan itu adalah dikelola oleh pihak pengusaha dari Jogjakarta dan kami hanya ketempati tempat saja dalam mengolah hasil perahan susu," terang Ramdani.

"Kami hanya menjual susu hasil perahan dari kambing. Sedang pengolahan itu ada di mereka, dan kami tidak bisa masuk terlalu dalam mengenai manajemen pengolahan susunya," katanya.

Berkaitan dengan adakah penegak hukum atau pemerintah mengawasi mengenai penggunaan gas elpiji subsidi 3 kg, menurutnya, sampai sekarang setahu dirinya belum ada pihak manapun yang mempersoalkan penggunaan tabung gas elpiji 3 kg atau yang bersubsidi tersebut.

Namun pihaknya tidak bisa menjelaskan tabung gas elpiji 3 kg yang bersubsidi itu dapat dari mana, pihaknya hanya menjawab, tidak tahu itu dapat dari mana.

“Sebagaimana yang dijelaskan bahwa untuk pengolahan susunya itu dari mitra usaha," pungkas Ramdani didampingi Zaki.

Tag : No Tag

Berita Terkait