Loading

Kurban


Dadan Supardan
4 Tahun lalu, Dibaca : 511 kali



 

Suasana Iduladha sudah terasa saat di pinggiran jalan berderet hewan kurban diperdagangkan. Hingga tiba saatnya penyembelihan, situasi makin semarak. Usai Salat Id, halaman-halaman masjid dipenuhi oleh hirukpikuk prosesi penyembelihan hewan kurban.


Ada pesan moral yang tengah disampaikan. Di antaranya, penyerahan diri secara masif kepada Sang Pencipta. Selain itu disampaikan pesan berbagi. Berbagi dengan sepenuh hati. Tanpa syarat. Hanya berharap rida Allah. Tentunya akan berbeda dengan tanpa syaratnya berbagi kursi menteri.


Menyembelih lalu membagikan hewan kurban adalah bentuk kepedualian sosial. Di sini, kehidupan tolong menolong diimplementasikan. Hal itu sebagai pengingat supaya kita manakala lapang, siap berkurban membahagiakan orang lain, terutama kaum yang kurang beruntung.


Lebih jauh lagi, berkurban merupakan peningkatan kualitas diri. Yakni, mengokohkan kesadaran diri, pengendalian, empati, serta pengelolaan diri sebagai embrio dari akhlak terpuji.


Dalam konteks kekinian, akhlak terpuji pantas dicontohkan petinggi negeri. Misalkan, betapa eloknya apabila Prabowo dapat menyamankan perasaan rakyat lewat kekuatan partai penyeimbangnya. Prabowo konsisten melakukan aksi kontrol dengan kekuatannya. Dengan tujuan, memperbaiki dan meluruskan supaya pemerintahan berjalan tegap serta tidak salah arah. Lepas dari nafsu menjegal atau melanggengkan kesumat politik.


Lalu Jokowi mampu membuktikan mengangkat harkat dan kesejahteraan masyarakat, melalui kapasitasnya sebagai pemimpin negeri. Semua itu akan mudah jika dilandasi dengan jiwa berkurban yang sesungguhnya.

Jiwa berkurban identik dengan kata itsar. Dalam Ash-shabru wadz-zauq (2003) yang diterjemahkan oleh H Sarwedi M Amin Hasubuan, L.c dengan judul Muslim Bukan Individualis (2006), Amru menjelaskan, yang dimaksud dengan itsar adalah Anda mengutamakan saudara muslim daripada diri sendiri.


Konkretnya, memberikan salah satu nikmat duniawi yang Anda miliki untuk orang lain, sehingga ia bersenang-senang dengannya, sementara Anda tidak merasakannya. Jadi, bersikap itsar adalah lebih mengutamakan rida Allah SWT di atas yang lainnya.


Salah satu pengaruh itsar adalah keberkahan yang melimpah. Allah juga rida dan memberikan keluasan (karunia) yang lebih kepada Anda. Selain itu, itsar akan menambah kaya hati dan pemurah. Sifat iri, dengki, benci, dan dendam akan pupus dari hati. Ada kaitan yang sangat menakjubkan antara sifat itsar dan kasih sayang, kebeningan jiwa, dan sifat tawadhu’ terhadap makhluk Allah SWT. 


Namun dalam fakta kehidupan, sifat itsar sudah menjadi barang langka. Rasa peduli antarsesama terkikis sifat materialistis dan hedonis. Semuanya sudah berdiri sendiri-sendiri. Manusia tidak lagi menyandang gelar makhluk sosial. Barangkali sudah haram hukumnya untuk saling peduli.


Terkait dengan itu, intelektual muda Mesir yang banyak berkecimpung dalam manajemen qalbu, Amru Khalid, berkesimpulan yang sangat memilukan, “Ada bagian dari akhlak islami yang menjadi jurang pemisah antara kita dan para pendahulu kita”. Sebab, salah satu akhlak yakni itsar, hampir terkikis dari kehidupan.

Namun demikian, kita tetap berharap kepada pemerintahan yang baru dan para petinggi negeri, juga kita semua  agar bisa memedomani jiwa berkurban dan menghayati makna itsar. ***

Tag : No Tag

Berita Terkait