Penulis: Daddy Rohanady/Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat
2 Tahun lalu, Dibaca : 618 kali
Oleh: Daddy
Rohanady/Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat
Provinsi
Jawa Barat memiliki Perda Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat (Jabar) 2009-2029. Melihat "usia dan
jangkauannya", tentu saja Perda tersebut sudah harus di-up date.
Perda
Nomor 22 Tahun 2010 tersebut pernah
dibahas oleh Pansus VII di DPRD selama 11 bulan. Namun, hingga DPRD Jabar periode
2014--2019 berakhir, Pemerintah Pusat tak kunjung memberikan persetujuan.
Dalam
perkembangannya, banyak produk perundang-undangan yang telah lahir pasca
terbitnya Perda tersebut. Misalnya saja Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja (UUCK). Undang-Undang tersebut lebih dikenal sebagai
omnibus law dan sederet aturan yang menyertainya semisal Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Selain
itu, ada pula Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2021 Tentang Percepatan
Pembangunan Kawasan Rebana dan Kawasan Jawa Barat Bagian Selatan. Bahkan,
sebelumnya, ada Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
UUCK
juga mengamanatkan penggabungan Perda RTRW dan Perda Rencana Zonasi dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Jawa Barat juga sudah memiliki Perda Nomor 5 Tahun
2019 tentang RZWP3K. Dengan amanat UUCK, berarti Perda Jabar Nomor 10/2010
tentang RTRW dan Perda Nomor 5/2019 tentang RZWP3K harus digabungkan.
Mempertimbangkan hal itu, Jabar pun akan membuat perda baru.
Pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang RTRW dilakukan oleh
Panitia Khusus VI. Kurun waktu jangkauan perdanya pun berubah menjadi
2022-2042.
Banyak
hal lain yang harus dibahas dengan penggabungan dua perda tersebut. Mengapa
demikian?
Banyak
isu strategis yang memang harus mendapat perhatian karena menyangkut
perencanaan tata ruang wilayah dan prencanaan zonasi wilayah pulau-pulau kecil
dan pesisir 0-12 mil dari bibir pantai Provinsi Jawa Barat.
Isu
lain yang tak kalah menarik, misalnya bagaimana dengan rencana bandara Cikembar
di Kabupaten Sukabumi. Pada pembahasan Raperda RTRW tahun 2019, ada pertanyaan
yang belum terjawab. Mengapa bergeser dari Citarate? Padahal Jabar sudah
memutuskan bandara di Sukabumi itu ada di Citarate. Lagipula, bagaimana
penanganan obstacle yang ada?
Cikembar
berada di antara menara sutet dan bukit. Celah untuk melakukan manuver hanya
sekitar 150 meter saja. Jika sayap pesawat rentangnya mencapai 60 meter,
berarti hanya ada celah kiri-kanan 45 meter saja. Itu berarti, pilot yang
mendarat atau terbang dari bandara Cikembar nantinya hanyalah mereka yang
"bernyali".
Bagaimana
pula nasib Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)? Bagaimana menentukan
luasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)? Bagaimana kaitannya dengan
Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD)?
Rekapitulasi
Pemprov Jabar hanya 730.898,31 hektare, itu pun baru 2 kabupaten saja yang
sudah ada SK kepala daerahnya. Padahal Keputusan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1589/2021 menyebutkan bahwa LSD
Jabar sekitar 878.587,73 hektare. Ada perbedaan sekitar 140.000 hektare.
Padahal dengan KP2B tersebut, Jabar baru memiliki sekitar 21% dari target
kewajiban 30%.
Sebenarnya
masih banyak isu lain yang harus dibahas oleh Pansus RTRW. Masih ada soal-soal
yang berkaitan dengan Transit Oriented Development (TOD) Kereta Cepat
Jakarta-Bandung (KCJB). Ini berkaitan dengan difungsikannya TOD Padalarang. Di
sisi lain TOD Walini ditunda lebih dahulu pembangunannya. TOD Tegalluar juga
penyelesaiannya dilakukan paralel, tetapi belum difungsikan.
Ada
pula pembahasan seputar rencana pembangunan beberapa ruas jalan tol. Selain
itu, ada isu seputar tanah timbul dan lahan yang justru hilang akibat abrasi.
Lahan-lahan seperti itu juga, karena jumlahnya tidak sedikit, butuh penyikapan.
Ini
semua nantinya pasti akan berkaitan dengan indikasi arahan zonasi serta
berpengaruh pada rencana struktur dan rencana pola ruang dalam RTRW Provinsi
Jabar yang sedang disusun. Padahal kita semua juga tahu bahwa ketika ada proyek
strategis nasional (PSN), semua harus diakomodir. Itu juga pasti akan menggerus
angka-angka tersebut.
Dalam
salah satu konsultasi ke Jakarta, ada pernyataan menarik. Jika Perda RTRW yang
baru tidak dapat diselesaikan oleh Jabar, dalam hal ini Pansus, penyelesaian
akan diambil alih oleh Pemerintah Pusat. Benarkah demikian? Andai benar
terjadi, bukankah itu bertentangan dengan samangat desentralisasi atau justru
ini memang untuk melakukan re-desentralisasi?
Semoga
semua masalah dapat selesai pada waktunya. Semoga pula semua pihak dapat
mengakomodir kepentingan pihak lainnya. Dengan demikian, memang dibutuhkan
win-win solution sehingga semua pihak akan merasa bahagia.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer