Loading

HANTU DI RUMAH ANGKER KELUARGA ORCHIDS


Penulis: Hendrius Candra, M.Si.
2 Hari lalu, Dibaca : 91 kali


Hendrius Candra, M.Si.

Oleh Hendrius Candra, M.Si.

(Tim Biologi SMAN 1 Ciampea Bogor)

 

 

Malam itu, bulan bersembunyi di balik awan tebal, menyisakan kegelapan pekat yang menelan setiap sudut desa. Candra, seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bogor melirik ke arah Jam dinding yang berdentang dua belas kali. Setiap dentangnya terasa seperti palu yang memukul-mukul dada, menggema dalam keheningan yang menyesakkan. Hawa dingin menusuk tulang, bukan karena suhu, tetapi karena sensasi aneh yang merayap di sepanjang tengkuk. Pohon-pohon di luar jendela meliuk-liuk tertiup angin, bayangannya menciptakan siluet-siluet aneh yang seolah hidup.

Tiba-tiba, sebuah penampakan muncul di atas ranting sebuah pohon besar yang telah tumbuh sejak lama di samping sebuah rumah dinas milik negara itu. Pohon tua yang rimbun dan batang dengan akar-akar gantung yang saling berkaitan. Aroma seperti apel atau sabun, menyebar menyengat di sekitar rumah tepi hutan tua itu. Tiba-tiba, ketika dia menatap ke arah pohon itu, semakin jelas terlihat penampakan seperti makhluk- makhluk aneh berwarna putih, yang melayang-layang bergentayangan. Seakan-akan tertawa dan melirik ke arahnya. Jenis makhluk apakah itu, gumam pria yang kebetulan berencana menginap di situ untuk melakukan sebuah riset Biologi Kehutanan.  Petualang alam itu yakin sekali bahwa, siang hingga sore sebelumnya tidak ada makhluk aneh di sekitar pohon tersebut.

Dari sudut kamarnya, sekelebat bayangan itu bergerak-gerak lagi. Bukan bayangan biasa, tapi sebuah bentuk yang jelas mengintip, mengawasinya. Ia tahu ia seharusnya tidak melihatnya, tapi ketakutan membuatnya terpaku. Dengan napas tertahan, ia menutupi seluruh wajahnya dengan bantal, berharap bisa menghilang dari pandangan gelap itu, lalu memejamkan mata, mencari perlindungan dalam kegelapan yang ia ciptakan sendiri.

Merasa tidak nyaman dan dilanda ketakutan mencekam, ia memutuskan untuk segera angkat kaki dari rumah mess kehutanan di tepi hutan percobaan tersebut. Ketika mahasiswa Biologi itu hendak pulang melewati jalan pintas yang gelap, bulu kuduknya seketika merinding. Terasa ada hawa dingin yang menyelimuti tubuhku, dan di antara semak-semak, matanya juga menangkap beberapa pasang mata yang menatap tajam ke arahnya. Muncul dari tanah seperti Zombie? Dengan mulut berkomat-kamit mohon perlindungan dari Sang Pencipta, dia pun nekad menembus pekatnya malam menuju desa terdekat untuk menumpang menginap di rumah penduduk terdekat. Dia berharap bisa tidur istirahat malam ini dan besok melanjutkan penelitiannya di kawasan sekitar itu, sambil meneliti makhluk aneh semalam dengan bantuan masyarakat setempat. Sosok makhluk unik yang misterius!

Bersama beberapa orang setempat, betapa terkejutnya Candra ketika siang hari dia menemukan bahwa makhluk aneh semalam adalah jenis-jenis tumbuhan yang merupakan anggota Orchidacea. Sebutan bagi penduduk sekitar adalah Anggrek Hantu! Hahhhhhhhh….!!!

Ghost Orchids

Anggrek selama ini dikenal sebagai salah satu jenis tanaman indah karena warna bunganya yang beragam. Namun di balik fakta keindahan tersebut, nyatanya ada anggrek yang justru bertolak belakang dengan kesan berwarna atau cerah, yakni anggrek hantu.

Ditambah lagi, anggrek hantu umumnya tumbuh tanpa daun sehingga hanya memiliki bagian batang, akar, serta bunga. Lalu bagaimana mereka melakukan proses fotosintesis? Anggrek hantu bertahan hidup dengan hanya mengandalkan proses fotosintesis pada bagian akar mereka.

Mengutip National Geographic, setidaknya disebutkan bahwa ada sebanyak 2.000 sub-spesies anggrek hantu di dunia. Dari ribuan sub-spesies tersebut, beberapa di antaranya dapat ditemui di Indonesia. Anggrek Hantu adalah sekelompok anggrek langka yang tumbuh di berbagai belahan dunia, terutama di Florida, Kuba, Eropa, Rusia, Asia, dan Indonesia (Papua, Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat). Spesies seperti Dendrophylax lindenii (ditemukan di Florida dan Kuba) dan Epipogium aphyllum (ditemukan di Eropa, Rusia, dan Asia) adalah contoh anggrek hantu yang dikenal. Beberapa anggrek hantu di Indonesia adalah Gastrodia bambu dan Taeniophyllum obtusum.

Anggrek Hantu, tidak Berdaun. Sebagian besar anggrek hantu tidak memiliki daun dan menggantungkan hidupnya pada akar hijau mereka yang mampu melakukan fotosintesis atau pada jamur mikoriza. Mereka disebut "hantu" karena sulit ditemukan, kadang tumbuh di area gelap atau di bawah permukaan tanah, dan baru terlihat saat berbunga. Anggrek hantu dapat tumbuh menempel pada tanaman lain (epifit) seperti pohon atau tumbuh menempel pada pohon bambu. Beberapa bahkan bersifat parasit dan tidak dapat hidup tanpa inang. Anggrek unik ini terkenal dengan bunga putihnya yang mencolok dan kadang memiliki aroma seperti apel atau sabun, terutama pada malam hari.

Lokasi Penyebaran tiap jenisnya berbeda.  Dendrophylax lindenii, ditemukan di daerah lembap dan lebat di Florida dan Kuba. Epipogium aphyllum, tumbuh di Eropa, Rusia, dan Asia. Di Indonesia, Anggrek Hantu ditemukan endemik Papua (Taeniophyllum maksimum dan Taeniophyllum conoseras). Gastrodia bambu tumbuh di wilayah Jawa Barat dan Yogyakarta, dan kadang juga ditemukan di Vietnam. Di Sumatera, Taeniophyllum obtusum ditemukan.

Anggrek Hantu cukup langka karena  sangat sulit dibudidayakan, dan kemungkinan akan mati jika dipindahkan dari habitat aslinya. Populasinya telah menurun drastis, dan banyak spesiesnya terancam punah. Pembungaan yang tidak selalu teratur, membuatnya sulit untuk diprediksi kapan dan di mana bunga ini akan muncul.

Eulophia zollingeri Anggrek Zombie

Eulophila zollingeri, umumnya dikenal sebagai anggrek bangkai adalah tanaman dalam keluarga anggrek dan berasal dari daerah tropis dan subtropis Asia hingga Queensland. Ini adalah anggrek terestrial tanpa daun, berwarna kecokelatan dengan hingga empat puluh bunga berwarna coklat kemerahan, beraroma tajam dengan labellum merah tua dan kuning. Tumbuh di kayu yang membusuk di dalam dan di dekat hutan hujan.

Selain dikenal sebagai Anggrek Hantu Zombie, dikenal juga sebagai Anggrek bangkai. 

Anggrek ini diklasifikasikan sebagai mikoheterotrof parsial yang mempertahankan hubungan simbiosis khusus dengan jamur pelapuk kayu Psathyrellaceae di seluruh tahap kehidupannya. Analisis isotop dan data klorofil menunjukkan bahwa anggrek ini juga melakukan fotosintesis sendiri selama tahap pembuahan. Kebiasaannya yang tidak berdaun di bawah tanah merupakan ciri khas anggrek saprofit, tetapi ia juga dapat melakukan fotosintesis di batangnya.

Eulophia zollingeri adalah herba terestrial dengan pseudobulb bawah tanah . Ia tidak memiliki daun hijau tetapi bracts berdaging dan runcing pada batang berbunga. Antara enam dan empat puluh bunga coklat kemerahan 40-50 mm panjang dan 50-60 mm ditanggung pada batang berbunga. Bunga-bunganya memiliki bau tajam dan tidak menyenangkan. Sepal dorsal berbentuk elips hingga lonjong, dan melengkung ke depan. Sepal lateral lebih atau kurang berbentuk lonjong. dengan ujung yang runcing. Kelopaknya berbentuk lanset. Labellumnya berwarna merah tua, kuning di bagian luar, berbentuk lonjong hingga telur. Memiliki tiga lobus. Lobus tengah melengkung ke bawah dan memiliki rambut pendek dan tebal, sementara lobus samping tegak. Bunga mekar antara Desember dan Februari di Australia dan dari April hingga Mei di Tiongkok.

Anggrek bangkai pertama kali dideskripsikan secara formal pada tahun 1857 oleh Heinrich Gustav Reichenbach yang memberinya nama Cyrtopera zollingeri dan menerbitkan deskripsinya di Bonplandia . Pada tahun 1905, Johannes Jacobus Smith mengganti namanya menjadi Eulophia zollingeri.

Eulophia zollingeri tumbuh di dalam dan di dekat tepi hutan hujan tropis dengan kayu yang membusuk. Tumbuhan ini ditemukan di Tiongkok, Taiwan, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Nugini, Filipina, Sri Lanka, Thailand, Vietnam, dan Queensland utara yang beriklim tropis.

Epipogium aphyllum, Anggrek Kematian

Bagi para penonton drama Korea ‘Little Women’, tentu sudah tidak asing dengan bunga anggrek biru yang muncul di setiap episode. Bunga bernama Epipogium aphyllum ini identik dengan peristiwa kematian salah satu tokoh. Horor, menyeramkan!

Spesies ini juga dikenal sebagai ‘Eurasian Ghost Orchid’. Tumbuhan ini tumbuh di bawah permukaan tanah dan tidak terlihat. Sedangkan pada saat berbunga tumbuhan ini baru muncul, sehingga dijuluki sebagai anggrek hantu. Bunga anggrek ini muncul pada bulan Juli dan Agustus, dan bunganya memiliki bibir yang berkerut dan berwarna lembut seperti putih hingga merah muda mawar. Anggrek ini sangat sulit ditemukan dan terkadang menghilang dalam waktu singkat, membuatnya dijuluki "anggrek hantu".

Epipogium aphyllum adalah spesies anggrek hantu yang merupakan tanaman tanpa daun dan tanpa klorofil, sehingga berwarna pucat, seringkali putih atau kekuningan, dan tidak dapat berfotosintesis. Anggrek ini mendapatkan nutrisi melalui hubungan mikoriza (simbiosis) dengan jamur di bawah tanah dan tumbuh di dataran tinggi hutan lebat yang sangat teduh, di antara serasah daun yang lembap. Epipogium aphyllum merupakan tanaman langka yang tersebar di wilayah Eropa dan Asia beriklim sedang, termasuk Spanyol, Siberia, dan Himalaya.

Epipogium aphyllum termasuk tanaman yang sangat langka dan bahkan pernah dinyatakan punah di beberapa wilayah seperti Inggris sebelum ditemukan kembali. Karena kelangkaannya, lokasi penemuan tanaman ini sering dirahasiakan untuk melindunginya dari eksploitasi.

Meskipun sama-sama dijuluki anggrek hantu, Epipogium aphyllum berbeda dengan Dendrophylax lindenii yang merupakan anggrek hantu Amerika. Epipogium aphyllum adalah tanaman terestrial (tumbuh di tanah), sementara Dendrophylax lindenii adalah epifit yang tumbuh menempel pada pohon, memiliki akar hijau yang dapat berfotosintesis.

Dendrophylax lindenii Bergentayangan di udara

Spesies ini merupakan jenis anggrek yang paling ikonik di dunia. Hanya mekar sekali dalam setahun atau tidak sama sekali. Ini adalah salah satu tanaman epifit yang paling unik dan misterius serta menakjubkan di dunia. karakteristik fisiknya unik. Tidak memiliki daun. Salah satu hal membuatnya begitu menonjol adalah bentuk bunganya yang tak tertandingi. Bunga putih pucat transparan yang tampak seperti hantu yang melayang di udara alam liar.  Bunga anggrek hantu terdiri dari sepasang kelopak transparan yang tipis, dengan warna putih kehijauan yang khas Selain itu hidupnya bertumpu pada akar yang menempel pada batang pohon.

Akar-akarnya yang datar dan hijau berfungsi sebagai pusat fotosintesis dan pertukaran gas (memiliki pneumatodes) yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Anggrek jenis ini hanya berbunga pada musim panas, menghasilkan bunga harum yang khas dengan aroma mirip apel. Bunga anggrek hantu mengeluarkan aroma yang paling kuat pada pagi hari. Bunganya tumbuh dari jaringan akar dan terkadang tampak seolah melayang di udara, yang memberikan tanaman ini julukan anggrek hantu.

Mereka tanaman epifit di hutan. Anggrek ini sangat langka dan sulit ditemukan, tumbuh di ruang tersembunyi di hutan rawa yang lembap. Meskipun ghost orchid berasal dari daerah rawa terpencil dan mendiami pulau-pulau kecil berhutan, anggrek ini masih menghadapi berbagai ancaman. Mulai dari perubahan iklim, perburuan manusia, penyerbuk, dan hilangnya habitat yang terus menurun.

Habitatnya hanya terbatas di hutan rawa yang lembap di Florida, Kuba, dan Karibia. Anggrek hantu biasanya ditemukan di hutan lembap yang tergenang air, seperti hutan rawa-rawa dan daerah lembap lainnya. Bunga ini adalah epifit, yang berarti mereka tumbuh di atas permukaan pohon atau substrat lainnya. Mereka tidak menarik nutrisi dari inangnya, tetapi hanya menempel pada pohon untuk mendapatkan dukungan.

Ghost orchid adalah epifit abadi langka dari keluarga anggrek atau Orchidaceae. Di beberapa tempat tanaman ini hanya terlihat sekali dan dilindungi. Ghost orchid sangat langka sehingga tidak boleh dipindahkan dari habitatnya ataupun diganggu. Mereka hanya mekar sekali setahun atau libur setahun. Bunga yang berwarna putih ini mekar antara bulan Juni hingga Agustus hanya sekali setahun. Itu pun hanya beberapa minggu saja. Terkadang tidak mekar sama sekali sepanjang tahun, karena hanya 10% jenis ini yang dapat mekar dalam satu tahun. Hal ini menyebabkan bunganya tidak mekar dengan baik. Parahnya lagi hanya 10% dari bunga ini yang dapat diserbuki. Tak heran kalau tidak banyak orang yang bisa menyaksikan keindahannya.

Akar ghost orchid berwarna hijau menyatu dengan kulit pohon, di mana anggrek tersebut tumbuh. Tercamouflase dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini membuatnya bisa tersamarkan dengan baik saat tidak berbunga, terutama di bagian bawah yang remang-remang. Dalam waktu singkat ketika bunganya mekar, bunga akan tumbuh pada tangkai tipis yang menjulur keluar dari akarnya. Akarnya menyatu dengan lingkungan sekitarnya, sehingga membuat bunga menggantung seolah-olah melayang bebas di hutan. Palm polly atau anggrek katak putih (sebutan lainnya) yang merujuk pada sepasang sulur lateral panjang dari kelopak bawahnya yang samar-samar seperti kaki belakang katak.

Tumbuhan ini memiliki serbuk sari yang tersembunyi jauh di dalam bunganya. Penyerbukan hanya dilakukan oleh satu ngengat. Ada Polinator spesialis. Tanaman ini hanya bisa diserbuki oleh serangga yang memiliki belalai yang panjang untuk bisa menjangkau bagian dalamnya. Untuk anggrek ini penyerbuk berlidah panjang sudah lama diidentifikasi sebagai ngengat shpinx raksasa. Ngengat ini merupakan satu-satunya penyerbuk karena memiliki belalai yang panjang. Larvanya memakan pohon apel kolam yang juga merupakan inang penting ghost orchid.

Tanaman yang misterius dan eksotis ini ternyata menyimpan banyak mitos dan legenda. Beberapa orang percaya bahwa anggrek hantu adalah penghuni hutan yang misterius. Mereka menganggap tanaman ini sebagai wujud roh hutan yang menjaga kelestarian hutan lembap di mana mereka tumbuh.

Dalam beberapa legenda, anggrek ini dianggap sebagai bunga penyihir yang memiliki kekuatan magis. Dikatakan bahwa mereka yang berhasil menemukan dan memelihara anggrek akan mendapatkan keberuntungan dan perlindungan dari kekuatan gaib.

Beberapa mitos menghubungkan anggrek hantu dengan konsep keabadian atau reinkarnasi. Dikatakan bahwa melihat anggrek ini dalam keadaan berbunga dapat menjadi tanda dari kehidupan setelah kematian atau siklus kelahiran dan kematian yang tak berujung.

Karena kemampuannya untuk hampir mengambang di udara saat berbunga, anggrek hantu dianggap memiliki kehadiran gaib. Beberapa meyakini bahwa melihat anggrek hantu di alam liar adalah pertanda dari pertemuan dengan roh atau entitas gaib.

Dalam beberapa cerita rakyat, anggrek ini dianggap sebagai simbol cinta yang abadi atau kisah cinta yang tak tergoyahkan. Legenda menceritakan kisah cinta antara anggrek hantu dan polinatornya, ngengat sphinx raksasa, sebagai kisah cinta yang tak terpisahkan.

Beberapa masyarakat pribumi yang tinggal di daerah tempat anggrek hantu tumbuh percaya bahwa tanaman ini adalah penjaga hutan yang melindungi lingkungan alaminya. Mitos dan legenda ini memberikan nuansa magis dan misterius pada anggrek hantu, yang telah lama menjadi ikon keunikan alam dan keindahan alam liar. Meskipun tanaman ini tidak memiliki kekuatan magis sejati, mereka tetap menjadi subjek inspirasi dan kekaguman di seluruh dunia.

Gastrodia bamboo, Hantu Hutan Bambu

Satu lagi spesies anggrek hantu yang secara alami menyandang gelar endemik dari Indonesia, yakni Gastrodia bambu. Subspesies satu ini tumbuh secara alami di wilayah Jawa Barat dan Yogyakarta. Sesuai namanya, penamaan bambu sendiri ditujukan karena mereka tumbuh dengan menempel pada pohon bamboo atau di sekitar pohon bamboo. Anggrek dari genus Gastrodia ini tidak memiliki kemampuan fotosintesis dan bertahan hidup melalui hubungan yang saling menguntungkan dengan jamur mikoriza.

Gastrodia bambu memiliki bentuk seperti lonceng dengan warna cokelat gelap, berbentuk panjang sekitar 1,7-2 sentimeter dan lebar 1,4-1,6 sentimeter. Sementara itu pada bagian bibir bunganya, anggrek hantu ini berbentuk mata tombak berwarna jingga.

Dalam hal karakter permerkaran, Gastrodia bambu umumnya hanya muncul pada satu periode pendek yakitu sekitar 2-4 minggu dalam satu tahun. Di mana pola perbungaannya secara tiba-tiba akan muncul dari permukaan tanah/seresah, kemudian setelah 1-2 minggu perbungaan akan nampak layu busuk dan lenyap.

Fakta lainnya meski bersifat endemik Indonesia, jenis anggrek hantu satu ini kerap ditemukan juga di beberapa titik lokasi hutan negara lain, salah satunya Vietnam.

Didymoplexis pallens Kehidupannya antara Ada dan Tiada

Tumbuhan yang umumnya dikenal sebagai lonceng kristal atau anggrek hantu (Indonesia). Herba mikotrofik terestrial ini tak berdaun, memiliki rimpang berdaging, dan batang kuning berdaging setinggi 60–250 mm. Dalam satu batang dapat muncul hingga lima belas bunga kecil yang berwarna putih, merah muda, atau kecokelatan. Bunganya mekar satu per satu dan mekar dalam waktu yang singkat (hanya sehari kemudian layu/mati). Sosoknya hanya berupa bunga yang muncul di rumpun bambu pada awal musim hujan atau di akhir musim kemarau.

Anggrek hantu tersebar luas di Asia, Asia Tenggara, New Guinea, Australia, dan beberapa Kepulauan Pasifik. Anggrek hantu tumbuh di hutan hujan, hutan berumput, dan hutan bambu. D. pallens pertama kali dideskripsikan pada tahun 1844 oleh William Griffith dari spesimen yang dikumpulkan dari hutan bambu.

Karena tak berhijau daun (aklorofil) kebutuhan makanannya diperoleh dari proses bersimbiosis dengan sejenis jasad renik yang hidup dalam serasah bambu. Kemunculan anggrek ini akan dipicu oleh terjadinya hubungan simbiosis yang tepat dan seimbang dengan mikroorganismenya, sehingga tidak semua rumpun bambu dapat memberinya kehidupan. Lahan ini telah diketahui menjadi habitat asli bagi anggrek Didymoplexis pallens sejak awal tahun 1900an oleh para botanist Jerman dan Belanda. Dalam sejarah ilmu konservasi peranggrekan, pemahaman dasar tentang ketergantungan anggrek alam akan mikroba jenis tertentu dipelajari dari kehidupan unik anggrek ini.

Didymoplexis stella-silvae

Pada tahun 2021, sejumlah ilmuwan dari Royal Botanic Gardens Kew dan pihak lainnya menemukan spesies baru, yaitu anggrek hantu, di hutan Madagaskar. Tumbuhan ini diberi nama Didymoplexis stella-silvae. Sama seperti Gastrodia Bambu, anggrek ini bersimbiosis dengan jamur untuk bertahan hidup.

Didymoplexis stella-silvae hidup dalam kegelapan, dan memiliki bentuk bunga menyerupai bintang. Ada satu hal unik, yaitu bunga anggrek ini hanya mekar selama satu hari untuk menarik perhatian pollinator seperti semut.

Taeniophyllum pusillum

Pesona tersendiri dan kemampuan adaptasi luar biasa yang dimiliki anggrek hantu ini yaitu tumbuh di kondisi bebatuan dan minim air atau hutan karst Daerah Istimewa Yogyakarta. Meskipun memiliki keunikan yang luar biasa, ancaman terhadap habitat aslinya perlu dicegah dan diatasi melalui berbagai upaya konservasi, seperti perlindungan habitat, budidaya ex-situ, serta peningkatan kesadaran masyarakat

Taeniophyllum pusillum merupakan anggrek spesies yang hidup secara epifit, yang artinya anggrek ini menempel pada ranting atau dahan pohon, tetapi tidak mengambil nutrisi dari pohon inangnya, jadi keberadaannya tidak merugikan. Anggrek ini memanfaatkan kelembaban udara dan hujan untuk memenuhi kebutuhan air dan nutrisinya. Hal inilah yang menjadikan anggrek ini istimewa, salah satunya adalah kemampuan bertahan di lingkungan bebatuan keras, kering, dan tandus seperti di hutan karst namun anggrek ini masih mampu berkembang dengan baik.

Selain itu anggrek hantu ini memiliki keunikan tersendiri secara morfologi yaitu tidak memiliki daun. Bunganya berwarna kontras, kuning mencolok dengan akar yang berwarna hijau cenderung coklat. Akarnya tampak menyerupai kawat kecil yang melekat pada kulit pohon, sementara bunga kecilnya yang berwarna cerah menambah kesan anggun meskipun ukurannya mungil. Di antara bebatuan karst yang kering, keindahan anggrek hantu ini menjadi pesona lam yang tersembunyi.

Di kawasan pegunungan karst seperti di DI Yogyakarta, Taeniophyllum pusillum menjadi salah satu contoh bagaimana tumbuhan mampu beradaptasi di lingkungan yang kurang ideal dan minimnya ketersediaan air. Wilayah karst seperti di pegunungan Nglangeran cenderung memiliki kondisi tanah yang kering, kurang subur, dan drainase air yang cepat. Namun begitu anggrek ini mampu memanfaatkan air di udara seperti adaptasi dari akar epifit yang efisien, yang menjadikannya mampu bertahan hidup pada kondisi alam yang mencekam.

Selain itu, jenis ini juga menunjukkan kemampuan beradaptasi pada pencahayaan yang relatif rendah di bawah kanopi daun-daun pada hutan karst, anggrek ini tetap mampu melakukan fotosintesis, berbunga dan berbuah meskipun cahaya terbatas.

Saat ini spesies ini belum secara spesifik terdaftar dalam Red List IUCN (International Union for Conservation of Nature), sehingga status konservasinya belum dikategorikan secara jelas terperinci. Namun, secara umum, banyak anggrek spesies baik epifit maupun terentrial yang mengalami ancaman habitatnya akibat deforestasi, perambahan liar, perdagangan anggrek liar.
Anggrek Taeniophyllum pusillum tercantum dalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dengan appendix II CITES yang berarti species anggrek ini belum terancam punah keberadaannya di alam liar, namun tetap membutuhkan pengaturan ketat dalam perdagangannya agar tidak dieksploitasi secara berlebihan, yang dapat berpotensi sebagai ancaman keberlangsungan hidupnya di masa depan.

Oleh karena itu, upaya konservasi atas jenis-jenis anggrek spesies termasuk Taeniophyllum pusillum ini sangat diperlukan. Beberapa strategi konservasi yang bisa diterapkan di antaranya: pertama adalah perlindungan habitat. Kedua, melakukan konservasi ex-situ atau pengembangan budidaya anggrek species di luar habitat aslinya, seperti di kebun raya, laboratorium, greenhouse, atau oleh konservationist pecinta anggrek. Upaya ketiga adalah dengan melakukan penyuluhan terhadap masyarakat lokal yang berada di sekitar pegunungan karst. Memberikan edukasi kepada masyarakat lokal dalam meningkatkan kesadaran tentang menjaga ekosistem dan melindungi spesies dari kepunahan di masa depan. Keempat adalah dengan pengaturan perdagangan, regulasi perdagangan tanaman liar tetap harus diterapkan.

Taeniophyllum conoceras

BKSDA Papua Barat mencatat sejarah baru yaitu dengan adanya penemuan Taeniophyllum conoceras di Taman Wisata Alam Sorong pada tahun 2018. Tumbuhan ini ditemukan 105 tahun kemudian sejak 1913. Jumlah tumbuhan yang ditemukan hanya satu buah di daerah hutan hujan tropis di dalam taman wisata alam.

Taeniophyllum conoceras hidup secara epifit atau menumpang pada tumbuhan lain. Bagian spur dari anggrek ini memiliki bentuk seperti conic (tanduk), berwarna kuning, dan tidak berdaun. Masa berbunganya sangat pendek yaitu hanya satu hari.

Taeniophyllum maximum

Merupakan jenis anggrek hantu terbesar yang secara endemik ditemukan di Papua. Ciri-ciri utamanya memiliki akar hijau pipih yang berfungsi sebagai organ fotosintesis. Anggrek ini tidak memiliki daun yang jelas, hanya batang yang sangat pendek dan ditutupi oleh akar yang menyerap cahaya. Bunga-bunga kecil, tidak berumur panjang, dan berwarna putih kehijauan atau kuning mekar pada tangkai pendek, menunjukkan penampilan yang sangat halus dan rentan terhadap kekeringan. 

Taeniophyllum obtusum

Anggrek hantu satu ini memiliki ciri bunga dengan perpaduan warna kuning dan putih pada hampir seluruh bagian bunganya. Kemudian di bagian tengah atau kepala sari, didominasi warna ungu.

Karena bentuknya sangat kecil, anggrek Taeniophyllum obsutum sangat sulit ditermukan jika tidak diperhatikan secara seksama. juga sulit ditemukan apabila tidak berbunga

Anggrek hantu jenis ini bertahan hidup melalui proses fotosintesis dengan akarnya, karena tidak memiliki daun. Penyebaran alami jenis anggrek hantu satu ini sebenarnya ditemukan di hutan Cina Selatan-Tengah, Malaysia, Kamboja, dan Thailand.

Sedangkan di Indonesia, keberadaannya dapat ditemukan di hutan Sumatra, Kalimantan, dan Jawa. Mereka biasanya tumbuh di hutan pegunungan primer rawa dan menumpang pada tanaman bakau dan kopi, pada lahan dengan ketinggian 150 hingga 1.600 meter.

Taeniophyllum apiculatum

Ini dia spesies anggrek hantu yang bersifat endemik asli Papua, ditemukan di Taman Wisata Alam Sorong tahun 2018. Masuk kategori yang sulit untuk ditemukan. Taeniophyllum apiculatum diketahui pertama kali ditemukan dan diklasifikasikan pada tahun 1935, oleh Johannes Jacobus Smith.

Saat itu titik penemuan awalnya berasal dari sekitar Sungai Mamberamo, Provinsi Papua. Namun, pada eksplorasi lain, keberadaan satu individu juga ditemukan di Taman Wisata Alam Sorong, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat.

Karakter yang paling disorot dari jenis anggrek hantu endemik Indonesia ini adalah masa berbunganya yang membutuhkan waktu sangat lama. Lain itu, ukuran bunga dari anggrek ini juga sangat kecil namun dapat mekar dalam jumlah banyak.

Taeniophyllum apiculatum secara alami tumbuh di habitat yang teduh di hutan hujan tropis Papua, pada ketinggian lahan sekitar 100 meter di atas permukaan laut.

Chiloschista javanica

Anggrek hantu ini memiliki pesona dan kemampuan beradaptasinya luar biasa, yaitu tumbuh di bebatuan dan minim air atau hutan karst daerah Istimewa Yogyakarta. Meskipun memiliki keunikan, ancaman terhadap habitat aslinya perlu dicegah dan diatasi melalui berbagai upaya  konservasi, seperti perlindungan habitat, budidaya ex-situ, serta peningkatan kesadaran masyarakat.  

Anggrek hantu ini merupakan anggrek spesies yang hidup secara epifit Keberadaannya tidak merugikan. Mereka  memanfaatkan kelembaban udara dan hujan untuk memenuhi kebutuhan air dan nutrisinya. Hal inilah yang menjadikan anggrek ini istimewa, salah satunya adalah kemampuan bertahan dilingkungan bebatuan keras, kering, dan tandus seperti di hutan karst namun anggrek ini masih mampu berkembang dengan baik.

Selain itu anggrek hantu memiliki keunikan tersendiri secara morfologi yaitu tidak memiliki daun. Bunganya berwarna kontras, kuning mencolok dengan akar yang berwarna hijau cenderung coklat. Akarnya tampak menyerupai kawat kecil yang melekat pada kulit pohon, sementara bunga kecilnya yang berwarna cerah menambah kesan anggun meskipun ukurannya mungil.

Di antara bebatuan karst yang kering, keindahan anggrek hantu ini menjadi pesona alam yang tersembunyi.  Di kawasan pegunungan karst seperti di Yogyakarta, anggrek hantu menjadi salah satu contoh bagaimana tumbuhan mampu beradaptasi dilingkungan yang kurang ideal dan minimnya ketersediaan air. 

Wilayah karst seperti di pegunungan Nglangeran, tanahnya cenderung kering, kurang subur, dan drainase air yang cepat. Namun begitu anggrek ini mampu memanfaatkan air di udara seperti adaptasi dari akar epifit yang efisien, yang menjadikannya mampu bertahan hidup pada kondisi alam yang mencekam.

Selain itu, anggrek hantu juga menunjukkan kemampuan beradaptasi pada pencahayaan yang relatif rendah di bawah kanopi daun-daun pada hutan karst. Meski begitu, anggrek ini tetap mampu melakukan fotosistesis, berbunga dan berbuah meskipun cahaya terbatas.     

Chiloschista tjiasmantoi

Anggrek hantu yang ditemukan di Aceh merujuk pada Chiloschista tjiasmantoi, sebuah spesies anggrek baru dari genus Chiloschista yang merupakan endemik daerah tersebut. Spesies ini dijuluki "anggrek hantu" atau "anggrek akar" karena tidak memiliki daun dan berfotosintesis melalui akarnya yang berwarna kehijauan, membuatnya sulit dikenali dan tampak seperti tumpukan akar. C. tjiasmantoi pertama kali ditemukan dan diumumkan penemuannya oleh peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada tahun 2025 dan status konservasinya kini terancam punah karena konversi lahan untuk perkebunan.

Anggrek ini sangat unik karena tidak memiliki organ daun, proses fotosintesisnya dilakukan sepenuhnya oleh akarnya yang tebal dan berwarna kehijauan.  Ukuran bunganya mungil, sekitar 1,5 cm dengan kelopak berwarna kuning dan bintik-bintik jingga atau kemerahan. Mereka adalah epifit yang tumbuh menempel pada tanaman lain, seperti batang pohon kopi dan pohon peneduh (Leucaena).

Spesies ini ditemukan di daerah Aceh pada ketinggian 700–1000 meter di atas permukaan laut, seringnya pada batang pohon kopi. Nama spesies diberikan untuk menghormati filantropis lingkungan Wewin Tjiasmanto.

Populasi anggrek ini  sangat terbatas, hanya ditemukan di lima lokasi terbatas dengan luas persebaran yang kecil, sehingga dikategorikan terancam punah menurut kriteria IUCN. Konversi lahan menjadi perkebunan kopi skala besar menjadi ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup spesies ini.       Diperlukan upaya konservasi segera untuk melindungi habitat dan populasinya.

Akhirnya, beberapa waktu kemudian, setelah berhasil “keluar”, ia pun balik kembali ke mess yang jarang ditinggali  itu, Candra menghela napas lega. Ia paham bahwa yang ia sangka sebelumnya adalah Hantu cantik yang banyak diminati para fans tertentunya. Anggrek-anggrek yang bergentayangan dan juga tiba-tiba muncul dari dalam tanah, dengan karakter biologinya yang unik. Dan dia pun menyangka ia sudah aman. Namun, saat ia menengok ke belakang, sesosok lain tersenyum tipis terukir di wajahnya. Ia tidak hanya melihat rumah kosong itu, tetapi juga serangkaian wajah lain di sepanjang jalan yang terdiam gelap. Suara tawa kuntilanak dan yang sama persis terdengar lagi, kali ini datang dari pohon tinggi lain di sebelahnya, kemudian suara tertawa Mak Lampir dari pohon-pohon lainnya di pinggir  jalan itu. Ia sadar, malam itu, tempat ini tidak akan pernah lagi aman baginya. Kabur …..!!!!!!   Hi hi hi hi hi hi hi hi hi….…..he he he he he he he he he !!!……..….. Hi hi hi hi hi hi hi hi hi…!!!  Hiyyyyyyyy……ternyata, suara Burung Rangkong Gading (Buceros rhinoceros) khas Hutan Tropis saling bersahutan ? ? ? ? ? ? ? ? ? Gubraakkkk  ! (Hendrius Candra, dari berbagai sumber)

 

 

 

 

 

Berita Terkait