Loading

KOMALASARI BANGKITKAN LITERASI DI BBPMP PROVINSI JAWA BARAT


Penulis: Idris Apandi
7 Hari lalu, Dibaca : 152 kali


Komalasari, S.Pd., M.Pd., Kepala BBPMP Provinsi Jawa Barat

Oleh Idris Apandi, Widyaprada Ahli Madya BBPMP Provinsi Jawa Barat

 

”Menulis bukan sekadar aktivitas, tetapi napas profesionalisme dan jejak peradaban.”

 

Di Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Barat, ada aroma baru. Suasana kerja yang biasanya kental dengan urusan administrasi, program, dan pendampingan pendidikan kini disemarakkan oleh semangat literasi—terutama dalam hal membaca dan menulis. Di balik perubahan itu, berdirilah sosok pemimpin yang menyalakan semangat literasi bernama: Komalasari, S.Pd., M.Pd.

Pemimpin yang Menyapa Lewat Buku

Beberapa kali memimpin apel atau pembinaan pegawai, Komalasari yang menjabat Kepala BBPMP Provinsi Jawa Barat sejak Januari 2025 kerap mengutip isi buku atau hasil penelitian yang baru saja dibacanya. Dari kutipan itu, ia kemudian menautkan pesan moral dan motivasi yang menyentuh. Ia berbicara tentang kerja keras, kolaborasi, juga semangat keluarga di lingkungan kerja.

Cara ini sederhana, tapi maknanya dalam. Ia bukan hanya berbicara tentang pentingnya literasi, tetapi mempraktikkannya secara nyata. Di tengah banyak pemimpin yang gemar berbicara tentang perubahan, Komalasari menunjukkan bahwa perubahan dimulai dari diri sendiri—dari kebiasaan membaca, merenung, dan berbagi hikmah lewat kata.

Teladan ini menjadi titik awal bagi gerakan literasi di BBPMP Jawa Barat. Sebab, seperti yang sering dikatakan para pendidik hebat, literasi tak lahir dari perintah, melainkan dari keteladanan.

Menulis Sebagai Tantangan dan Cermin Diri

Tak berhenti sampai di situ, Komalasari mengajak para Widyaprada (WP)—tenaga fungsional di BBPMP untuk menulis. Ia memberikan tantangan kepada mereka agar membuat artikel, laporan praktik baik, refleksi, atau tulisan lain yang menggambarkan kiprah WP dalam pendampingan dan penjaminan mutu pendidikan. “Kalau bukan kita yang menulis tentang pekerjaan kita, siapa lagi?” begitu kira-kira semangat yang ingin ditanamkan.

Tulisan-tulisan para WP tidak hanya berfungsi sebagai laporan, tetapi juga sebagai cermin profesionalisme. Dari menulis, seseorang belajar memahami apa yang sudah dilakukan, mengevaluasi hasilnya, lalu merumuskan langkah berikutnya. Menulis membantu kita berpikir sistematis, jernih, dan reflektif.

Lebih jauh lagi, Komalasari mendorong agar karya-karya terbaik para WP dikirimkan ke ajang WP Summit 2025 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikdasmen. Bagi BBPMP Jawa Barat, ini bukan sekadar kompetisi dan ajang bergengsi. Ini adalah panggung untuk menunjukkan bahwa lembaga mereka tidak hanya bekerja di balik meja, tapi juga berpikir, menulis, dan berkontribusi di tingkat nasional.

Manfaat Menulis: Dari Gagasan Menjadi Warisan

Menulis sebenarnya bukan hanya kegiatan akademis. Ia adalah cara berpikir, cara berkomunikasi, dan cara mengabadikan pengalaman. Dengan menulis, seseorang belajar menyusun argumen, menata ide, dan menyalurkan gagasan ke dalam bentuk yang bisa dibaca dan dipelajari orang lain.

Dalam konteks lembaga seperti BBPMP, menulis berarti merekam pengetahuan organisasi. Setiap praktik baik yang ditulis akan menjadi dokumentasi berharga bagi pegawai lain, bahkan bagi pemerintah daerah atau sekolah yang menjadi mitra pendampingan. Dari tulisan-tulisan itu, gagasan tumbuh, inovasi menyebar, dan semangat belajar menular.

Menulis juga memberi manfaat pribadi: meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memperluas wawasan, dan menumbuhkan kepercayaan diri. Tulisan yang terbit di media, jurnal, atau buletin bisa menjadi bukti konkret bahwa seorang pegawai tidak hanya bekerja, tapi juga berkontribusi pada peradaban pengetahuan.

Tantangan Menulis: Antara Waktu dan Keyakinan

Meski manfaatnya besar, menulis bukan hal mudah. Banyak pegawai yang merasa kesulitan memulai. Ada yang takut tulisannya dianggap kurang bagus, ada yang merasa tidak punya waktu, ada juga yang bingung mencari ide. Sebagian besar kesulitan itu sebenarnya bukan karena tidak bisa menulis, tetapi karena belum terbiasa menulis.

Tantangan lain datang dari budaya kerja yang serba cepat dan administratif. Dalam kesibukan menyusun laporan, menghadiri rapat, dan menyiapkan pendampingan, menulis sering dipandang sebagai “kegiatan tambahan”. Padahal, justru dari kegiatan menulislah refleksi dan perbaikan kerja lahir. Membangun tradisi menulis berarti mengubah cara pandang: bahwa menulis bukan beban, tapi bentuk tanggung jawab intelektual dan spiritual seorang pendidik.

Langkah-Langkah Membangun Tradisi Menulis

Komalasari menyadari bahwa budaya menulis tidak bisa tumbuh dalam semalam. Ia memerlukan ruang, waktu, dan dukungan. Karena itu, beberapa langkah strategis penting untuk terus dijalankan:

1.      Membangun komunitas menulis internal melalui pengurus WP. Dengan adanya kelompok penulis di lingkungan BBPMP, pegawai bisa saling berbagi pengalaman, membaca karya teman, dan memberi masukan.

2.      Menyediakan media publikasi internal. Misalnya buletin NADI, jurnal, atau laman resmi lembaga.

3.      Pelatihan dan pendampingan menulis. Tidak semua orang langsung mahir. Dengan pelatihan menulis, pegawai akan lebih percaya diri menuangkan gagasan.

4.      Apresiasi terhadap karya tulis. Penghargaan bagi penulis terbaik bisa menjadi bentuk motivasi yang kuat. Pengakuan sederhana dari pimpinan pun sering kali menjadi energi besar bagi pegawai untuk terus berkarya.

5.      Menumbuhkan kebiasaan membaca. Sebab, membaca adalah bahan bakar utama menulis. Tanpa membaca, tulisan akan kehilangan arah dan kedalaman. Tradisi membaca buku pun nanti bisa dilanjutkan dengan kegiatan bedah buku atau laporan buku (book report).

Langkah-langkah ini, bila dilakukan secara konsisten, akan mengubah menulis dari aktivitas sesaat menjadi tradisi kelembagaan.

Akhir Kata: Menulis untuk Mengabadikan Jejak

Komalasari telah menyalakan api literasi di BBPMP Provinsi Jawa Barat. Api itu kini mulai menyala di tangan para Widyaprada dan diharapkan merembet pegawai lainnya. Para WP mulai menulis—tentang pengalaman, pemikiran, dan refleksi pekerjaan mereka.

Seperti kata pepatah, ucapan akan hilang ditelan masa, tetapi tulisan akan abadi. Melalui tulisan, para pegawai BBPMP dapat meninggalkan jejak pengetahuan yang kelak akan menjadi warisan berharga bagi generasi penerus.

Harapan Komalasari sederhana namun bermakna: agar semangat literasi di BBPMP Jawa Barat tidak berhenti sebagai gebrakan sesaat, melainkan tumbuh menjadi budaya kerja yang mendarah daging. Karena pada akhirnya, lembaga yang literat adalah lembaga yang terus belajar. Dan bangsa yang menulis adalah bangsa yang tidak akan pernah berhenti tumbuh.

Tag : No Tag

Berita Terkait