Loading

Saat Juhur Lima Rakaat dan Ashar Enam Rakaat


Penulis: Taopik Ipebe
11 Hari lalu, Dibaca : 226 kali


Taopik Ipebe

Oleh Taopik Ipebe

(Kepala SMAN 1 Leuwiliang)

 

 

Shalat merupakan rukun kedua dari lima rukun Islam setelah syahadat. Shalat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam mencirikan seseorang apakah dia Muslim atau bukan. Islamipedia.id menuliskan pengertian shalat: Sholat berasal dari bahasa arab yang artinnya ‘’do’a’’. Sedangkan menurut isltilah sholat adalah ibadah yang dimulai dengan bacaan takbiratul ikhrom dan diakhiri dengan mengucap salam dengan syarat dan ketentuan tertentu.


Hubungan mulia antara Allah Subhanahu wata'ala sang Khalik dengan Manusia sebagai makhluk dibalut dalam bentuk ibadah khusus tanpa “campur tangan” pihak lain saat pelaksanaannya. Ibadah mulia itu adalah shalat.  Shalat, seperti halnya ibadah lainnya memiliki tujuan. Dan DIA-lah, Allah Subhanahu wata'ala yang memiliki kewenangan mutlak menentukan tujuannya.


Dalil tujuan pelaksanaan sholat terdapat dalam Al-quran surat (20:14) yang tertera sebagai berikut :


“Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku. “(QS. Taha [20:14] )


Dalam surat Ta Ha (20:14) tersebut menjelaskan bahwa tujuan sholat adalah agar setiap hambanya senangtiasa selalu berdzikir kepada Allah. Arti berdzikir disini adalah selalu mengingat Allah dimanapun dan kapanpun. Seperti ketika kita takbir membaca ‘’ Allahuakbar’’ yang beratri Allah maha besar menjelaskan tentang keagungan Allah. Ketika hati kita selalu mengingat Allah membuat jiwa kita menjadi tenang dan tentram.


Adalah jaminan Allah Subhanahu wata'ala, bahwa dengan zikir hati manusia akam tenteram.


(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram. (QS. Ar-Ra’d: 28).


Seperti tersurat dalam Al-Qur'an surat Taha ayat 14 di atas, shalat ditujukan untuk mengingat (dzikir) Allah Subhanahu wata'ala dan dzikir akan membuat hati tenteram. Namun celakanya, setan sebagai musuh manusia akan selalu mengejar dan mencari cara agar manusia mengikuti kehendaknya dan melupakan kehendak Allah Subhanahu wata'ala. Dalam shalat pun, setan akan masuk dan mengganggu privasi antara manusia dengan Allah Subhanahu wata'ala.


Upaya setan masuk dalam shalat-nya seorang Mukmin diantaranya adalah dengan menghembuskan keraguan. Mulai dari ragu untuk memenuhi panggilan mu’adzin mengajak shalat. Dilanjutkan keraguan saat berwudu terkadang ada perasaan keluar air dari kemaluan sehingga membuat seseorang ragu. Pendapat banyak ulama adalah: kalau seseorang telah buang hajat dan bersuci kemudian berwudhu, maka dia dalam kondisi suci sampai yakin benar ada sesuatu yang menjadi pembatal kesuciannya. Wudhunya tidak batal hanya sekedar ragu-ragu. Bahkan meskipun keraguannya kuat dan dominan.


Dengan demikian, maka hanya sekedar perasaan dengan keluar sesuatu dari dubur, tidak termasuk pembatal wudhu. Hendaknya  dihindari sifat was-was. Selagi anda telah bersuci (berisitnja) dan bersih tempatnya, maka anda tidak diharuskan mengecek sebelum shalat.


Sedangkan shalat-shalat yang telah anda lakukan tidak perlu anda ulangi. Karena anda dalam kondisi suci dan tidak yakin ada sesuatu yang membatalkannya.


Landasan hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, (137) dan Muslim, (361), dari Abdullah bin Zaid radhiallahu anhu  bahwa mengadu kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bahwa dirinya selalu merasa ada sesuatu keluar dari kemaluannya saat shalat, maka beliau bersabda:


“Jangan berhenti shalat, sebelum dia mendengarkan suara atau mendapatkan bau.”


An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini merupakan salah satu pondasi syariat Islam dan kaidah yang agung di antara kaidah fikih. Yaitu bahwa segala sesuatu dihukumi dari hukum asalnya sampai benar-benar yakin berbeda dari hal itu dan tidak merusak keraguan yang datang kemudian.


Di antara hal itu adalah permasalahan yang ada dalam hadits, yaitu bahwa orang yang yakin suci dan ragu batal, maka dia dihukum dengan hukum asal yaitu dalam kondisi suci. Tidak ada perbedaan masalah ini, apakah di dalam shalat atau di luar shalat. Ini adalah mazhab kami dan mazhab jumhur (mayoritas) ulama dari kalangan salaf (ulama di abad-abad pertama) maupun kholaf (ulama yang datang kemudian). Rekan-rekan ulama dalam mazhab kami mengatakan, “Tidak ada perbedaan, apakah keraguan yang terjadi sama bobotnya antara  hadats dan tidak. Atau salah satunya lebih kuat, atau ada persangkaan kuat. Maka dalam semua kondisi, tidak perlu berwudhu (lagi).” (Syarah Muslim).


Perjuangan setan dalam mengganggu manusia saat beribadah akan terus dilakukan termasuk saat shalat. Khusyu adalah kondisi yang sangat diidam-idamkan oleh seorang Muslim saat shalat. Kenyataannya kondisi ini sangat sulit dilakukan. Setan memang takut ketika adzan dan iqomah dikumandangkan, namun saat adzan dan iqomah selesai dan shalat akan dimulai, maka setan kembali mendatangi orang-orang shalat.


Para ulama sepakat mengenai disyariatkannya sujud sahwi. Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal tersebut. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,


Apabila azan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Apabila azan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan ikamah, setan pun berpaling lagi. Apabila ikamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali. Ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, ‘Ingatlah demikian, ingatlah demikian!’ untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui berapa rakaat dia salat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam keadaan duduk.” (HR. Bukhori no. 1222 dan Muslim no. 389)


Setan inilah yang sering kali datang berusaha mengganggu orang yang sedang shalat, sehingga terkadang berbagai pikiran yang sebelumnya tidak terpikirkan malah muncul ketika kita shalat.


Karena Setan itu akan melakukan segala cara agar kita tidak khusyuk dalam shalat karena nilai shalat setiap orang itu dinilai dari kekhusyukannya. Tidak khusyunya seseorang saat melaksanakan shalat, banyak menyebabkan timbulnya keraguan baik dalam bacaan maupun gerakan shalat. Sering orang lupa apakah melakukan/membaca tasyahud awal atau tidak. Sering juga ditengah-tengah shalat, seseorang lupa jumlah rakaat shalat.


Hampir setiap Muslim pernah lupa jumlah rakaat shalat, hatta penulis juga beberapa kali lupa jumlah rakaat. Ada kejadian, seorang sahabat penulis mengimami shalat juhur sampai lima rakaat. Dan yang paling parah, seorang sahabat penulis yang lain bermakmum ashar ke penulis mulai dari rakaat pertama walaupun telat, namun saat tahiyat akhir selesai dia menambah rakaat bukan satu tapi dua rakaat. Otomatis jumlah shalat asharnya enam rakaat. Sahabat itu tetap meneruskan shalatnya walaupun sudah diberi tanda.


Munculnya lupa dalam shalat itu bukan tanpa hikmah. Selalu ada hikmah yang terkandung dalam lupa saat shalat. Hikmah pertama, manusia tidak akan sombong dan selalu akan mengoreksi serta memperbaiki diri agar shalatnya semakin sempurna. Kedua, Allah Subhanahu wata'ala melalui Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam  mengajarkan ibadah pengganti lupa saat shalat yakni sujud sahwi.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, tiga ataukah empat rakaat, maka buanglah keraguan, dan ambilah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia salat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan salatnya. Lalu, jika ternyata salatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim no. 571)


 Wallaahu ta’aalaa a’lam

Tag : No Tag

Berita Terkait