Loading

RIDWAN KAMIL CONTOH PEMIMPIN MENCLA MENCLE DULU BERI PENGHARGAAN KEPADA PENGGUNA BAHASA KASAR KINI GA SUKA KEPADA PENGGUNA BAHASA KASAR


Penulis Mansurya Manik
1 Tahun lalu, Dibaca : 1259 kali


Mansurya Manik

Oleh Mansurya Manik

#Pegiat Pendidikan,#Ketua Persatuan Orang Tua Peserta Didik.

 

Ramai diperbincangkan di media sosial dan pemberitaan media elektronik serta media cetak tentang guru sekolah diberhentikan sebagai guru di tempatnya mengajar gegara dianggap berbahasa kasar dalam mengomentari unggahan kegiatan gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di akun Instagram Ridwan Kamil. Guru tersebut bernama Muhammad Sabil Fadhilah pengampu pelajaran Design Komunikasi Visual (DKV) di sekolah SMK Swasta Mambaul Ulum dan SMK Telkom Sekar Kemuning Cirebon. Dalam tangkapan layar yang beredar di media sosial komentar Muhammad Sabil Fadhilah di Instagram @ridwankamil tersebut menggunakan bahasa Sunda tingkatan loma (kasar) dan komentar tersebut dibalas kembali oleh Ridwan Kamil dengan menggunakan bahasa Sunda tingkatan loma (kasar) juga.

Sebenarnya, karena Ridwan Kamil membalasnya dengan menggunakan Bahasa Sunda loma (kasar) maka sudah impas artinya telah terjadi keakraban. Dan tidak perlu menjadi tidak nyaman hati karena menganggap ada salahsatu pihak menggunakan bahasa kasar. Kecuali Ridwan Kamil membalasnya dengan bahasa Sunda halus maka bahasa Muhammad Sabil Fadhilah menjadi kasar. Apalagi Muhammad Sabil Fadhilah orang Cirebon yang kesehariannya di Cirebon bukan petutur bahasa Sunda seperti orang Priangan sebagai petutur bahasa Sunda asli.

Pertanyaan Muhammad Sabil Fadhilah kepada Ridwan Kamil sangat sederhana "Dalam zoom ini, maneh teh keur jadi gubernur jabar ato kader partai ato pribadi @ridwankamil???? ("Dalam zoom ini, anda lagi jadi gubernur Jabar atau kader partai atau pribadi)". Pertanyaan tersebut dijawab oleh Ridwan Kamil dengan pertanyaan pula “Ceuk maneh kumaha? (menurut Anda bagaimana..?”). Padahal pertanyaan tersebut tidak perlu dijawab dengan pertanyaan lagi. Tinggal dijelaskan saja dengan bijak bahwa Ridwan Kamil dalam zoom tersebut sebagai Gubernur Jawa Barat, bukan sebagai kader partai atau pribadi. Bahwa Ridwan Kamil memakai jas atau jaket berwarna kuning janganlah kemudian diasosiakan dengan salah satu partai. Sebab kalau itu yang terjadi, banyak warna yang akan terasosiakan ke partai. Kecuali ada logo atau lambang partai yang dipakai di jas atau jaket yang dikenakan.

Muhammad Sabil Fadhilah dan Ridwan Kamil menggunakan kata “maneh” sebagai kata ganti untuk menyebut orang pertama tunggal, yang dalam bahasa Indonesia kata “maneh” juga berarti Anda, kamu, engkau. Bagi Ridwan Kamil kata “maneh” itu adalah kalimat kasar yang takutnya nanti akan ditiru. Hal tersebut disampaikan Ridwan Kamil dalam sesi wawancara oleh stasiun televisi menanggapi ramainya perbincangan tentang guru sekolah yang diberhentikan setelah mengomentari unggahan Instagram Ridwan Kamil. Dalam wawancara tersebut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berkata “pertanyaannya, saya tanya ke akang. Kita mengizinkan ga orang berbicara kasar? Kan ga..! Nantikan ditiru..!”

Menjadi aneh ketakutan Ridwan Kamil bahwa kata-kata kasar itu nantinya akan ditiru. Seharusnya Ridwan Kamil menjadi bangga bahwa misinya telah berhasil menjadikan banyak orang di Jawa Barat terbiasa berkata kasar. Sekitar dua tahun yang lalu Ridwan Kamil mencanangkan misi itu dan sekarang sudah tumbuh dan menyebar hasilnya. Mari kembalikan ingatan Ridwan Kamil supaya tidak lupa akan pencanganannya itu, bahwa pada bulan Oktober tahun 2020 dengan penuh bangga dan bahagia Gubernur Jawa Barat ini memberikan hadiah kepada Nandar Ukandar alias Ade Londok berupa telepon genggam dan mengangkat Ade Londok sebagai duta promosi UMKM kuliner Jawa Barat. Bukankah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tahu bahwa kemampuan utama Nandar Ukandar alias Ade Londok adalah berkata kasar cenderung kepada caci maki padahal Ade Londok ini asli orang Sunda dan hidup di lingkungan petutur bahasa Sunda. Boleh lihat kembali jejak digital betapa kekasaran bahasanya melebihi bahasa dari Muhammad Sabil Fadhilah orang Cirebon, yang bisa jadi di Cirebon kata “maneh” itu sesuatu yang biasa. Bukankah dengan memfasilitasi dan memberikan penghargaan pada Ade Londok maka sesungguhnya Ridwan Kamil menginginkan agar penggunaan kata-kata kasar menjadi budaya di masyarakat?

Kalau Ridwan Kamil konsisten terhadap apa yang pernah dia lakukan kepada Ade Londok dengan memberikan penghargaan berupa telepon genggam dan duta promosi kuliner Jawa Barat karena kemampuan Ade Londok berkata kasar cenderung kepada caci maki maka seharusnya Ridwan Kamil memberikan hadiah dan penghargaan pula kepada Muhammad Sabil Fadhilah dengan mengangkatnya menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di lingkungan Dinas Pendidikan Jawa Barat serta menjadikannya Duta Pendidikan Jawa Barat. Atau barangkali bahasa Muhammad Sabil Fadhilah kurang kasar dibandingkan bahasa Ade Londok sehingga Ridwan Kamil menjadi tersinggung? Atau barangkali bahasa komentar Muhammad Sabil Fadhilah di Instagram Ridwan Kamil dianggap telah menjatuhkan Ridwan Kamil yang lagi turut serta panjat sosial menikmati ketenaran anak-anak SMP yang viral karena patungan mengumpulkan uang membelikan sepatu untuk temannya?

Jika benar Ridwan Kamil takut bahasa kasar Muhammad Sabil Fadhilah nantinya ditiru masyarakat, maka Ridwan Kamil harus konsisten, dengan meminta maaf kepada masyarakat Jawa Barat karena telah salah memberikan penghargaan kepada Ade Londok orang yang terbiasa berkata dengan kata-kata kasar. Untuk itu jangan ada alasan apapun, konsistensi itu penting, bahwa bahasa kasar itu tidak boleh dipergunakan apalagi sampai diberi hadiah dan penghargaan.

Janganlah murka terhadap orang yang berkata kasar tetapi diri sendiri sebagai pemimpin memfasilitasi dan memberikan penghargaan terhadap orang yang kemampuannya berkata kasar. Orang seperti ini ibarat kata pepatah menepuk air di dulang terpercik muka sendiri.

Tag : No Tag

Berita Terkait