Penulis: Dadang Solihin
5 Bulan lalu, Dibaca : 391 kali
Oleh
Dadang Solihin
(Taprof
Lemhannas RI)
Pendahuluan
Baru-baru
ini seorang pakar hukum tata negara mengatakan Jakarta sudah bukan lagi ibu
kota negara Indonesia sejak 15 Februari 2024[1]. Hal tersebut sesuai
ketentuan dalam Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu
Kota Negara yang berbunyi: "Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang
ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia diubah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Ini."
Banyak
pertanyaan tentang bagaimana nasib Jakarta setelah tidak menjadi Ibu Kota
Negara lagi. Sebagian besar masyarakat berkomentar bahwa Jakarta akan menjadi
pusat bisnis. Jakarta diproyeksikan akan menjadi pusat ekonomi nasional pasca
pemindahan ibu kota negara. Tentunya hal ini akan membuat Jakarta tetap akan
menjadi magnet bagi investor, masyarakat ataupun pemerintah. Kawasan penyangga
Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi diproyeksikan akan menjadi
kawasan aglomerasi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup besar.[2]
Apapun
yang akan terjadi pada Jakarta setelah tidak jadi Ibu Kota Negara, kota ini
sudah menorehkan predikat yang penting, yaitu Kota yang Berketahanan. Konsep
Kota Berketahanan ini pernah penulis sampaikan di depan Sidang Pleno Pertahanan
Militer dan Pertahanan Nir Militer di Aula Merah Putih Universitas Pertahanan
RI Sentul pada 15 Juni 2021.[3]
Pada
intinya, Konsep Jakarta Kota Berketahanan adalah Jakarta sebagai kota yang
menyediakan kesempatan setara bagi
seluruh warganya untuk hidup
aman, sehat, sejahtera, dan bahagia
melalui pelayanan publik dan inovasi. Jakarta SIAP, Jakarta SEHAT, dan Jakarta
TERHUBUNG merupakan pilar utama dengan Tata Kelola Pemerintahan dan Kohesi
Sosial sebagai pilar pendukung dalam mewujudkan Ketahanan Kota Jakarta.
Sebagai
ASN yang pernah bertugas di Pemerintah Provinsi
Jakarta[4], penulis
mencatat setidaknya ada 6 kemajuan
sebagai kawasan perkotaan yang telah ditorehkan dengan mantap oleh Provinsi Jakarta, yaitu Smart
City, Sustainable Development, Vertical Expansion, Mixed-Use Development,
Mobility Solutions, dan Resilience and Adaptation.
The
Next Level of Urbanization
Smart
City adalah Integrasi teknologi digital dan solusi berbasis data untuk
meningkatkan infrastruktur perkotaan, layanan, dan kualitas hidup penduduk.
Smart City di Provinsi Jakarta memanfaatkan teknologi canggih seperti Internet
of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan analitik big data untuk
mengoptimalkan penggunaan energi, transportasi, pengelolaan limbah, dan layanan
publik.
Sustainable
Development di Provinsi Jakarta memprioritaskan praktik berkelanjutan untuk
meminimalkan dampak lingkungan dan mengatasi tantangan seperti perubahan iklim,
polusi, dan penipisan sumber daya. Ini termasuk mengadopsi sumber energi
terbarukan, menerapkan opsi transportasi ramah lingkungan, mempromosikan desain
bangunan hijau, dan meningkatkan pengelolaan limbah dan sistem daur ulang.
Vertical
Expansion adalah strategi untuk mengatasi terbatasnya ruang horizontal yang
tersedia. Provinsi Jakarta semakin berkembang secara vertikal, membangun gedung
yang lebih tinggi, dan memanfaatkan ruang vertikal secara lebih efisien. Struktur
bertingkat tinggi, termasuk perumahan dan gedung perkantoran, dapat membantu
mengakomodasi pertumbuhan populasi sambil mengoptimalkan penggunaan lahan dan
melestarikan ruang hijau.
Mixed-Use
Development di Provinsi Jakarta menekankan pada pengembangan penggunaan
campuran, yang menggabungkan ruang hunian, komersial, ritel, dan rekreasi dalam
satu distrik atau kompleks bangunan. Pendekatan ini mempromosikan walkability,
mengurangi jarak perjalanan, dan menumbuhkan komunitas yang dinamis di mana
orang dapat tinggal, bekerja, dan bersosialisasi dalam jarak dekat.
Mobility
Solutions di Provinsi Jakarta berfokus pada penciptaan sistem transportasi yang
efisien dan berkelanjutan. Ini termasuk mengembangkan jaringan transportasi
umum yang terintegrasi, memperluas jalur sepeda dan infrastruktur ramah pejalan
kaki, mempromosikan kendaraan listrik dan otonom, dan mendorong layanan
mobilitas bersama seperti ride-sharing dan bike-sharing.
Resilience
and Adaptation di Provinsi Jakarta sangat berguna pada saat kota menghadapi
tantangan dari bencana alam dan kejadian terkait iklim, tingkat urbanisasi
berikutnya akan memprioritaskan strategi ketahanan dan adaptasi, sebagaimana
yang pernah penulis sampaikan pada Sidang Pleno Pertahanan Militer dan
Pertahanan Nir Militer di Universitas Pertahanan. Ini melibatkan perancangan
kota dengan infrastruktur yang tangguh, penerapan sistem peringatan dini,
peningkatan tanggap bencana dan rencana pemulihan, serta peningkatan
keterlibatan dan kesiapsiagaan masyarakat.
Keenam
next level of urbanization tersebut pernah penulis kumpulkan dalam sebuah buku
yang berjudul “Best Practices Smart Governance
Provinsi Jakarta[5]“ hasil kerja sama DPD
IKAL dengan Pemerintah Provinsi Jakarta.
Analisis
Astagatra
Pemindahan
ibu kota negara dari Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur akan
membawa dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan di Jakarta.
Berikut ini disampaikan hasil analisis Astagatra terhadap Jakarta pasca
pemindahan ibu kota.
1.
Ideologi
Jakarta
tetap akan memainkan peran penting dalam penyebaran dan pengembangan ideologi
Pancasila. Institusi pendidikan, lembaga riset, dan pusat kajian ideologi yang
ada di Jakarta akan terus mempromosikan nilai-nilai Pancasila.
Meskipun
pusat pemerintahan pindah, Jakarta tetap menjadi simbol ideologi nasional yang
mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.
2.
Politik
Dengan
berkurangnya fungsi sebagai pusat pemerintahan, Jakarta akan lebih fokus pada
pengelolaan pembangunan daerah. Hal ini bisa memperkuat otonomi daerah Jakarta
dalam menjalankan pemerintahan dan mengelola sumber daya.
Jakarta
tetap menjadi tempat penting bagi aktivitas politik, dengan keberadaan kantor
pusat partai politik dan organisasi masyarakat yang aktif dalam dinamika
politik nasional.
3.
Ekonomi
Jakarta
akan semakin mengukuhkan posisinya sebagai pusat ekonomi dan bisnis nasional.
Infrastruktur yang sudah maju dan adanya pusat-pusat keuangan besar akan
menarik lebih banyak investor.
Jika
Jakarta dan Provinsi Jawa Barat bergabung, ini akan menciptakan kawasan ekonomi
yang sangat kuat dengan sumber daya manusia dan ekonomi yang luar biasa besar.
Kolaborasi ini akan mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.
Kawasan
penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) akan terus
berkembang sebagai kawasan aglomerasi ekonomi dengan pertumbuhan yang
signifikan, didukung oleh infrastruktur yang terintegrasi.
4.
Sosial
Budaya
Jakarta
akan terus menjadi melting pot dengan keberagaman budaya yang kaya.
Pusat seni, budaya, dan hiburan akan terus berkembang, mencerminkan pluralisme
sosial yang dinamis.
Peningkatan
infrastruktur dan fasilitas umum akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas tinggi akan menarik penduduk
dari berbagai daerah.
5.
Hankam
(Pertahanan dan Keamanan)
Meskipun
pusat pemerintahan pindah, Jakarta tetap menjadi prioritas dalam hal keamanan
nasional. Penguatan infrastruktur keamanan dan peningkatan kerja sama keamanan
internasional akan memastikan stabilitas kota.
Jakarta
akan terus memprioritaskan keamanan kota dan pengelolaan risiko, terutama
terkait dengan ancaman terorisme dan bencana alam.
6.
Geografi
Investasi
dalam infrastruktur seperti transportasi publik, jalan tol, dan fasilitas umum
lainnya akan terus berlanjut untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Upaya
untuk mengatasi masalah lingkungan seperti banjir dan polusi udara akan semakin
ditingkatkan, dengan fokus pada pengembangan kota yang berkelanjutan.
7.
Sumber
Kekayaan Alam
Jakarta
tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun pengelolaan sumber daya
yang ada, seperti air dan lahan, akan semakin diperhatikan untuk mendukung
kehidupan urban yang berkelanjutan.
Walaupun
begitu, Jakarta memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi yang
menjadi aset utama dalam mendorong inovasi dan perkembangan ekonomi.
8.
Demografi
Jakarta
akan terus menarik migrasi dari daerah lain karena peluang ekonomi yang besar.
Meskipun demikian, pertumbuhan populasi mungkin akan stabil dengan kebijakan
urbanisasi yang lebih terencana.
Peningkatan
kualitas hidup melalui perbaikan infrastruktur, fasilitas umum, dan layanan
sosial akan menjadi prioritas untuk memastikan Jakarta tetap nyaman dan layak
huni.
Dengan
analisis Astagatra ini, dapat disimpulkan bahwa Jakarta akan terus memainkan
peran penting sebagai pusat ekonomi dan bisnis nasional. Penggabungan (merger)
dengan Provinsi Jawa Barat dan pengembangan kawasan penyangga akan meningkatkan
potensi pertumbuhan ekonomi. Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan
lingkungan akan menjadi kunci dalam memastikan Jakarta tetap menjadi kota yang
menarik dan berdaya saing tinggi pasca pemindahan ibu kota negara ke IKN di
Kalimantan Timur.
Bagaimana
Jakarta Pasca Ibu Kota Negara?
Penulis
mengusulkan untuk dilakukan merger dua provinsi besar ini, yaitu Jakarta
dan Jawa Barat. Secara keseluruhan,
merger Jakarta dan Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat menciptakan
pemerintahan yang lebih efisien, ekonomi yang lebih kuat, dan kualitas hidup
yang lebih baik bagi warga kedua wilayah. Namun, tentu saja, implementasi yang
baik dan perencanaan yang matang sangat diperlukan untuk mencapai manfaat tersebut.
Dengan
merger ini, ekonomi regional dapat diperkuat karena Jakarta sebagai pusat
ekonomi terbesar di Indonesia, akan terintegrasi dengan Jawa Barat yang juga
memiliki potensi ekonomi besar. Hal ini bisa menciptakan sinergi yang lebih
baik dalam perdagangan, industri, dan investasi. Kota Jakarta memiliki
infrastruktur yang lebih lengkap dan maju dibandingkan Kota Bandung. Dengan
perpindahan ibu kota provinsi ke Jakarta, Jawa Barat bisa memanfaatkan
infrastruktur ini untuk meningkatkan pelayanan publik dan efisiensi
administratif.
Merger
Kota Administratif Jakarta Timur dengan Kota Bekasi dan Jakarta Selatan dengan
Depok dapat membantu dalam penataan ruang dan tata kelola kota yang lebih
efisien. Dengan demikian, pengembangan wilayah bisa lebih terencana, mengurangi
masalah kemacetan, dan meningkatkan kualitas hidup warga. Merger juga akan
memungkinkan penyederhanaan birokrasi dan efisiensi dalam pelayanan
pemerintahan. Dengan satu pemerintahan provinsi yang lebih besar, pengelolaan
sumber daya manusia dan anggaran bisa lebih efektif.
Jakarta
sebagai pusat kebudayaan dan sejarah bisa menarik lebih banyak wisatawan, dan
dengan status sebagai ibu kota provinsi, potensi pariwisata bisa dikembangkan
lebih jauh, termasuk promosi budaya Jawa Barat yang kaya. Merger dapat
memperkuat rasa kebersamaan dan identitas regional, dengan menggabungkan
keunikan budaya dari Jakarta dan Jawa Barat. Hal ini dapat menciptakan
masyarakat yang lebih kohesif dan harmonis.
Dengan
satu entitas pemerintahan yang lebih besar, masalah lingkungan seperti polusi,
pengelolaan sampah, dan konservasi dapat ditangani dengan lebih terkoordinasi
dan efisien. Penggabungan ini memungkinkan perencanaan pembangunan yang lebih
terpadu dan komprehensif. Proyek infrastruktur besar dapat direncanakan dan
dilaksanakan dengan skala yang lebih besar dan dampak yang lebih signifikan.
Pemikiran
tentang merger ini penulis peroleh setelah membongkar naskah lama yang
berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan Jakarta. Pada awal tahun 1970
terjadi perang ide (Oorlog van ideeën) antara Bang Ali dan Mang Ihin yang
bisa menjadi pertimbangan mendasar (fundamentele overweging) untuk
menata kembali Provinsi Jakarta pasca
mengemban tugas sebagai Ibu Kota Negara.[6] Provinsi Jakarta dengan Provinsi Jawa Barat ternyata
pernah berselisih keras terkait perbatasan dua wilayah yang kala itu sama-sama
dipimpin oleh tokoh nasional yang memiliki bobot, kelas, dan karakter yang sama
lantaran keduanya lahir dari rahim Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Kedua
Kepala Daerah tersebut yakni Letnan Jenderal Marinir Ali Sadikin memimpin Jakarta dan Mayor Jenderal TNI Solihin
Gautama Purwanegara saat itu memimpin Jawa Barat. Pernah pada suatu saat ketika
menghadapi permasalahan pemekaran wilayah, yaitu masalah perbatasan
Provinsi Jakarta dan Provinsi Jawa
Barat, kedua tokoh ini terlibat dalam suatu perang tanding yang seru, perang
(dalam tanda petik) para negarawan, mengutip tulisan Ramadhan KH dalam buku
'Membenahi Jakarta menjadi Kota yang Manusiawi'.
Solihin
GP yang saat itu belum lama diangkat menjadi Gubernur Jawa Barat ingin menemui
Ali Sadikin ke Jakarta. Mendapat kabar tersebut, Bang Ali merespon baik
keinginan koleganya sesama Gubernur itu dan seraya memutuskan menjemput Mang
Ihin, panggilan akrab Solihin GP di perbatasan wilayah Jakarta-Jabar.
Dari
penentuan titik jemput itu, ada pesan tersirat Bang Ali terkait hal yang akan
dibahasnya saat bertemu. Waktu Mang Ihin muncul di Gubernuran, Bang Ali
menerima Mang Ihin di operation room Balaikota. Di ruangan itu sudah disiapkan
peta yang masih bertirai. To the Point bang Ali bilang ke Mang Ihin 'Mang Ihin,
saya akan mendasarkan penyambutan saya pada peta ini. Karena kita orang-orang
praktis, harus operasional.
“Saya
ditugaskan oleh rakyat saya untuk memenuhi kebutuhan pengembangan Jakarta. Oleh
karena itu, daerah ini (Bekasi, Tangerang dan Bogor), ini dan ini harus masuk
wilayah Jakarta. Toh Jawa Barat tidak bisa membangun," sambung Bang Ali.
Mendengar
pernyataan Bang Ali tersebut, seketika Mang Ihin sontak menolak permintaan Bang
Ali dengan ucapan 'kalau sepotong-potong seperti maunya Bang Ali, no way. Jabar
bisa membangun atau tidak, itu soal lain. Harus kira-kira dulu dong siapa
gubernurnya'.
Menurut
Mang Ihin, strategi Bang Ali itu kerdil. Mang Ihin berfikir secara strategis
tawaran bang Ali tidak akan membawa perkembangan yang luar biasa. Mang Ihin malah
meminta Bang Ali belajar ke pengalaman nenek moyang mereka saat Galuh pindah ke
Pajajaran, Bogor, karena mau menyatukan komunitas di Jawa Barat dengan Jakarta.
Ke utara sampai Sunda Kelapa. Dari Bogor bisa dikuasai. Ke barat, sampai
Banten. Ke timur, sampai Cirebon.
Mang
Ihin bahkan menantang Bang Ali untuk menyatukan Jakarta dengan Jawa Barat. Bang
Ali Gubernurnya. Ibukotanya Jakarta. Bandung hanya kotamadya. Baru Mang Ihin
akan mengalah. Karena mang Ihin berprinsip jika strategi itu adalah siapa yang
bisa berkompetisi bila potensi Jawa Barat dan Jakarta menyatu.
Alih-alih
mendapat dukungan Mang Ihin, dari cara bicara Mang Ihin jelas menandakan bahwa
Mang Ihin tidak setuju dengan apa yang ditawarkan Bang Ali. Padahal, Bang Ali
berkeyakinan Pembangunan akan lebih cepat jika dilaksanakan oleh . 'Sekarang
kita perang perbatasan' Mang Ihin sampai menyatakan sikap seperti itu.
Pasca
pertemuan tersebut, bahkan adu argumen terjadi bukan hanya di operation room
itu saja, tapi sampai di luar gedung. Kemudian orang mengira mereka berdua
sebagai dua gubernur yang berseteru dan bermusuhan. Perundingan mereka sangat
emosional.
Namun
anehnya, penolakan Mang Ihin tidak lantas membuat Bang Ali kecewa. Sebaliknya,
Bang Ali menilai Mang Ihin sebagai sosok orang yang memiliki karakter sama
dengan Bang Ali. Ia tidak mau kalah, ingin maju, gigih, bahkan dijadikan
sparring partner yang menyenangkan buat Bang Ali.
Dari
suasana itu bisa digambarkan bahwa bang Ali meskipun tegas, terkesan keras dan
tempramen, namun sangat menghargai argumentasi dan keputusan orang untuk
mempertahankan kedaulatan wilayahnya.
Di
mata Bang Ali, Mang Ihin sangat menaruh perhatian pada masalah wilayahnya.
Karena Jawa Barat daerah agraris, ia memperdalam benar masalah pertanian.
Sedang Bang Ali memperdalam soal industri, perdagangan, dan jasa.
Solihin
GP bukan saja tidak setuju dengan perluasan wilayah Jakarta. Secara prinsip,
mengubah batas wilayah Kota Bandung pun ia tidak mau. Bupati Bandung-nya pun
tidak mau. Padahal ibukota-ibukota provinsi lainnya sudah diperluas.
Bukan
Bang Ali kalau menyerah, Bang Ali tetap kukuh ingin menyelesaikan soal
perbatasan Jakarta dan Jabar. Apa yang sudah dikejar bang Ali mutlak harus
didapat. Hemat Bang Ali agar masalah itu jangan sampai tertunda terus. Bang Ali
ingin mengadakan suatu terobosan waktu itu. Tidak mau adanya perasaan khawatir,
ada konflik. Dan dalam hal ini harus ada keberanian. Itu karakteristik Bang Ali.
Singkat
cerita, kesepakatan dua Gubernur itu pun tercapai. Sekalipun tidak seperti yang
diinginkan oleh Bang Ali, kesepakatan itu yakni ada pelurusan-pelurusan garis
batas, yang tadinya berbelok-belok lalu diluruskan. Terselesaikannya
batas-batas itu karena ada tekanan dari . Bukan tanpa tanggung Jawab, nampak
kenegarawanan Bang Ali yakni menyediakan biayanya, ruangan, rumah, dan
perkantoran untuk sekretariat Jabotabek.
Dari
cara kedua pemimpin ini menghadapi persoalan kerakyatan, kedaulatan,
kewilayahan, pembangunan dan peradaban patut dihormati, disegani bahkan
diapresiasi setinggi-tingginya.
[1] CNN Indonesia, 2024, Pakar:
Jakarta Sudah Bukan Ibu Kota Negara Indonesia Sejak 15 Februari, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240306170515-20-1071268/pakar-jakarta-sudah-bukan-ibu-kota-negara-indonesia-sejak-15-februari.
[2] Jakarta dan Implikasi
Pemindahan Ibu Kota Negara Pascapemilu, https://kumparan.com/anestia-lairatri/jakarta-dan-implikasi-pemindahan-ibu-kota-negara-pasca-pemilu-22C6Sr9ve3k/4
[3] Sidang
Pleno Pertahanan Militer dan Pertahanan Nir Militer, Pandangan Pemprov DKI
tentang SisHankamrata Abad ke 21, https://www.slideshare.net/DadangSolihin/pandangan-pemprov-dki-tentang-sishankamrata-abad-ke-21-249371557
[4] Memori Jabatan Deputi Gubernur
DKI Bidang Budaya dan Pariwisata, https://www.slideshare.net/DadangSolihin/memori-jabatan-deputi-budpar-252120410
[5] DPD IKAL DKI, 2023, Best
Practices Smart Governance Provinsi DKI Jakarta , https://www.slideshare.net/DadangSolihin/best-practices-smart-governance-provinsi-dki-jakarta
[6] Radar Nonstop, 2021, Cara
Negarawan, Begini Ali Sadikin dan Solihin GP Selesaikan Perbatasan
Jakarta-Jabar, https://m.radarnonstop.co/read/29429/Cara-Negarawan-Begini-Ali-Sadikin-dan-Solihin-GP-Selesaikan-Perbatasan-Jakarta-Jabar
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer