Penulis: Daddy Rohanady/Anggota DPRD Provinsi Jabar
3 Tahun lalu, Dibaca : 851 kali
(Oleh: Daddy Rohanady/Anggota DPRD Provinsi Jabar)
ANTARA PERUT DAN MAUT. Hampir semua pedagang kini meradang. Mereka
merasa bernasib sama. Otak mereka diperas agar tabungan dan isi rumah tidak
terkuras.
Repotnya yang tak
punya tabungan, bantuan yang ada pasti tak cukup. Apalagi kalau larangan
diperpanjang. Bagaimana menyambung hidup kalau dagang dilarang?
Memang tidak boleh
putus asa jika tak ada jalan keluar? Solusi seakan buntu. Dilarang berkerumun
dan semua dibatasi, tapi perut harus diisi. Mereka butuh makan, maka tetap
harus ada jalan.
Jangan menunggu amuk
rakyat. Kalau itu terjadi, birokrasi tak lagi punya arti karena pilihannya
antara hidup dan mati. Kalau terus dibiarkan, rakyat tak lagi punya pilihan. Mereka
bisa turun ke jalan, tapi bukan jalan-jalan. Mereka jadi demonstran.
Semoga cobaan berat
ini segera berlalu. Sampai kapan bisa bertahan juga tak ada yang tahu. Kalau
sudah berkaitan dengan perut, semua tak lagi takut maut.
Itulah sekilas
gambaran situasi yang berkembang belakangan ini. PPKM Darurat memang sudah
berakhir pada 20 Juli 2021 lalu berbarengan dengan Idul Adha 1442 H. Penerapan
kebijakan tersebut di satu sisi sukses mencegah pergerakan masyarakat yang
semula dikhawatirkan akan pulang kampung.
Banyak pejabat sudah
menyatakan bahwa PPKM Darurat berhasil menekan angka peningkatan jumlah
terkonfirmasi covid-19. Angka-angka yang dipublikasikan memang mendukung semua
itu. Belum lagi persentase angka keterisian tempat tidur di setiap rumah sakit
yang terus turun. Semua itu memperkuat argumentasi keberhasilan PPKM Darurat.
Kini era berganti.
Presiden Jokowi mengubahnya menjadi PPKM berlevel. Mayoritas wilayah pun
menerapkan kebijakan wilayahnya di level 4. Sebenarnya, tidak terlalu banyak
perbedaannya antara PPKM Darurat dengan PPKM level 4. Hanya ada beberapa bagian
yang dilonggarkan. Pada intinya, tujuannya memang sama, yakni mengurangi
kemungkinan penyebaran covid-19 secara lebih meluas.
Di satu sisi tujuan
kebijakan yang diambil pasti dipahami masyarakat. Namun, ada hal yang tak bisa
kita abaikan pula. Itulah yang coba saya tuangkan dalam deretan kata di awal
tulisan ini. Pada dasarnya manusia memang butuh sehat, tetapi dia juga butuh
makan.
Andai kemudian
kebijakannya seratus persen tak boleh berjualan, saya khawatir ini menjadi
kebijakan yang kontraproduktif. Di satu sisi kita ingin memperhatikan
kesehatan, tanpa mengabaikan sisi recovery ekonomi. Namun, sekali lagi
misalnya, andai dilakukan pelarangan berjualan secara total, pasti di sana sini
akan banyak perlawanan.
Betapa tidak, para
pedagang asongan, misalnya, pasti tidak setuju dengan PPKM Darurat. Mereka
mayoritas baru bisa makan dari hasil penjualan hari itu. Bagi mereka, makan
tidaknya hari itu -- atau maksimal besok -- sangat bergantung pada hasil
penjualan hari ini. Lantas, apa yang akan terjadi jika mereka dilarang
berjualan?
Secara sederhana,
kita bisa menjawab dengan mudah. Mereka akan melakukan penolakan. Mereka akan
tetap berjualan. Itu semua mereka lakukan demi keluarganya. Bagaimana mungkin
seseorang akan membiarkan keluarganya tidak makan?
Bansos? Bukankah
sudah dinyatakan bahwa besarannya Rp600.000 per keluarga per bulan. Andai
suami-istri sebuah keluarga hanya satu yang jadi tulang punggung (mencari
uang), berarti mereka berdua harus menggunakan dengan berhemat karena jatahnya
Rp20.000 per hari.
Lalu bagaimana,
misalnya, kalau mereka harus membayar listrik dan PAM minimal. Apalagi kalau
mereka mempunyai anak sekolah. Pulsa untuk anaknya harus dibayar pula. Berarti
besaran biaya makan mereka per hari menjadi jauh lebih kecil lagi. Itu untuk
mereka yang mendapat bansos.
Bagaimana dengan
keluarga yang tidak mendapat bansos? Mereka bisa dipastikan akan tetap
berdagang atau melakukan kegiatan lainnya yang diharapkan bisa memenuhi
kebutuhan keluarganya. Mereka juga pasti menyadari risiko yang harus
ditanggung. Jadi, kebijakan kita harus dipikirkan secara matang. Karena,
seperti akhir deretan kata-kata saya di awal tulisan ini, kalau sudah berkaitan
dengan perut, semua tak lagi takut maut.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer