Penulis: H. Nanang S.H.
15 Hari lalu, Dibaca : 546 kali
Oleh H. Nanang S.H.
Setiap lima tahun sekali, Gerakan Pramuka
Kabupaten Garut menggelar hajatan besar:
Musyawarah
Cabang (Muscab)
Acara ini bukan sekadar rutinitas
seremonial yang dipenuhi laporan dan pemilihan pengurus, tetapi merupakan musyawarah tertinggi di tingkat kabupaten,
tempat arah dan masa depan Pramuka Garut dirumuskan.
Tiga tujuan pokok Muscab sejatinya jelas:
1.
Mendengar dan
mengevaluasi laporan pertanggungjawaban pengurus masa bakti sebelumnya,
2.
Merumuskan program
kerja lima tahun ke depan, dan
3.
Memilih pengurus
baru
yang akan menahkodai organisasi.
Namun di balik formalitas itu, Muscab
sesungguhnya adalah momentum menyalakan Kembali
kepedulian bersama terhadap peran besar Pramuka dalam membentuk karakter
generasi muda.
Pramuka
dan Misi Pembentukan Karakter
Gerakan Pramuka bukan sekadar organisasi
berseragam coklat atau kegiatan perkemahan. Di balik lambang tunas kelapa, tersimpan cita-cita besar
untuk menumbuhkan generasi yang tangguh, mandiri, dan berakhlak.
Di sinilah nilai-nilai kejujuran, tanggung
jawab, disiplin, dan cinta tanah air dibentuk melalui pengalaman nyata, bukan
sekadar nasihat.
Karena itu, Muscab seharusnya tak berhenti
pada persoalan siapa yang terpilih, tetapi berfokus pada bagaimana Pramuka Garut mampu menjembatani proses pembentukan karakter
generasi muda di tengah tantangan zaman.
Jika gerakan ini gagal menyalakan
karakter, ia akan kehilangan jiwanya menjadi sekadar organisasi upacara tanpa
makna pembinaan.
Dari “Hajat Kelompok” ke “Hajat Bersama”
Tantangan lain yang perlu disadari adalah
bagaimana menjadikan Muscab milik
bersama, bukan milik sekelompok orang.
Sering kali, hajatan besar seperti ini
hanya dipandang sebagai arena elite organisasi, padahal sejatinya Muscab adalah
pesta kebersamaan seluruh insan Pramuka
Garut.
Langkah menyelenggarakan Muscab di pusat ibu kota kabupaten layak
diapresiasi. Selain memperkuat siar
organisasi, pilihan ini menunjukkan bahwa Pramuka hadir di tengah
masyarakat, bukan di ruang sempit yang hanya dikenal kalangan internal.
Kehadiran di jantung kota menegaskan
eksistensi bahwa Pramuka adalah bagian
dari denyut nadi Garut, bukan gerakan pinggiran.
Ketika penyelenggaraan Muscab dirancang
dengan rasa bangga dan terbuka, publik pun akan merasa terlibat. Dari situlah
kepedulian tumbuh. Karena pada hakikatnya, Pramuka adalah gerakan milik semua,
bukan milik segelintir orang yang berputar dalam lingkaran kecil kekuasaan.
Secara kultural, masyarakat sering
memandang Pramuka sebagai organisasi “plat merah” yang lekat dengan birokrasi
dan pemerintahan. Pandangan ini sejatinya justru menunjukkan keunggulan strategis Pramuka sebagai
gerakan yang memiliki legitimasi kuat dan dukungan struktural dari negara.
Melalui hubungan erat dengan lembaga
pendidikan dan pemerintah, Pramuka memiliki jalur koordinasi yang jelas, akses
kebijakan yang luas, serta daya
jangkau yang merata hingga pelosok desa sesuatu yang tidak banyak dimiliki
organisasi kepemudaan lain.
Kehadiran unsur birokrasi ini membuat
Pramuka mampu menjaga stabilitas,
kesinambungan program, dan akuntabilitas publik, tanpa kehilangan semangat
muda dan jiwa pengabdian yang menjadi
rohnya.
Justru di sinilah nilai tambahnya ketika disiplin birokrasi berpadu dengan
kreativitas generasi muda, lahirlah gerakan kepanduan yang teratur,
berkarakter, dan berdampak luas bagi pendidikan
bangsa.
Organisasi ini akan tumbuh kuat bila
birokrasi hanya menjadi penopang, bukan pengendali. Kita perlu memastikan agar
Muscab tak hanya melahirkan struktur yang rapi, tapi juga kepemimpinan yang
menginspirasi dan regeneratif memberi tempat bagi para pembina muda, pelatih
muda, dan anggota aktif untuk menjadi bagian dari pengambilan keputusan.
Satu
Kursi, Satu Amanah
Fenomena lain yang tak kalah penting
adalah tumpang tindih jabatan. Tak
jarang satu orang memegang posisi ganda, baik di tingkat cabang maupun ranting.
Kondisi ini sering
menimbulkan benturan agenda, memperlambat pengambilan keputusan, dan
mempersulit sinkronisasi program.
Karena itu, prinsip “satu kursi, satu amanah” perlu ditegakkan. Dengan pembagian
tanggung jawab yang jelas, kaderisasi dapat berjalan sehat. Setiap pengurus
bisa fokus, dan organisasi terhindar dari konflik kepentingan yang sering
muncul akibat rangkap jabatan.
Kita harus berani menumbuhkan generasi
penerus, bukan mempertahankan struktur dengan wajah lama. Regenerasi bukan
ancaman, melainkan jaminan keberlanjutan.
Muscab sejatinya bukan akhir dari masa
bakti, melainkan awal dari kebangkitan
baru.
Inilah waktu yang tepat untuk merumuskan
arah dan strategi agar Pramuka Garut lebih adaptif terhadap dunia yang berubah
cepat dari teknologi digital, perubahan gaya hidup remaja, hingga tantangan
moral di era serba instan.
Pramuka harus tampil sebagai gerakan pembentukan karakter yang relevan
dan membanggakan, bukan sekadar warisan masa lalu.
Kita butuh Pramuka yang mampu menghadirkan
nilai-nilai luhur di dunia maya maupun dunia nyata, menjadi inspirasi bagi
pelajar, dan mitra strategis bagi pemerintah daerah dalam membangun generasi
berdaya saing dan mampu dalam mewujudkan Garut hebat berkelanjutan.
Menjaga
Silaturahmi, Menjaga Citra
Dalam setiap dinamika Muscab, perbedaan
pendapat adalah hal biasa. Tetapi yang tak boleh hilang adalah silaturahmi dan semangat kekeluargaan.
Pramuka tumbuh karena persaudaraan, dan
jatuh bila diisi oleh rivalitas yang berlebihan.
Maka siapa pun yang kelak terpilih sebagai
pengurus baru hendaknya menyadari bahwa jabatan di Pramuka bukan soal
kekuasaan, melainkan pengabdian dan
amanah moral.
Muscab bukan tempat mencari posisi, tetapi
mencari solusi. Bukan ruang merebut pengaruh, tetapi membangun pengabdian.
Muscab Kwarcab Garut kali ini harus
menjadi momentum menyalakan kembali kepedulian bersama. Kepedulian terhadap
organisasi yang telah berpuluh tahun menjadi wadah pembinaan karakter bangsa.
Kepedulian agar Pramuka tetap hadir di hati masyarakat, bukan sekadar di papan
nama atau seragam kegiatan.
Semoga Muscab berjalan lancar,
menghasilkan keputusan yang arif, mempererat tali silaturahmi, dan menghidupkan
kembali semangat pengabdian di bawah panji tunas
kelapa. Karena Pramuka bukan milik masa lalu, bukan milik segelintir orang tetapi milik masa depan Garut, dan masa
depan bangsa.
H.
Nanang S.H., adalah Ketua Dewan pendidikan Kabupaten Garut dan pemerhati
pendidikan karakter. Aktivis Pramuka, Aktif menulis gagasan kebangsaan,
kepemudaan, dan pendidikan di berbagai media lokal dan nasional.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Indramayu Diguncang Gempa Magnitudo 4.4, Kedalaman 280 Kilometer
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back