Loading

Pemkab Dan Disdik Sumedang Menyetujui KBM Selama Pandemi COVID-19


Penulis: Nanang/Editor: Dadan Supardan
3 Tahun lalu, Dibaca : 935 kali


Bupati Sumedang H Dony Ahmad Munir melakukan kunjungan ke Dinas Pendidikan dan RSUD dalam rangka Akselerasi Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di seluruh SKPD, Selasa (2

SUMEDANG, Medikononline – Di tengah pandemi covid-19 yang saat ini sudah masuk Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), Aparatur Sipil Negara (ASN) diharapkan tidak hanya fokus pada penanganan covid-19, tetapi juga fokus pada capaian target kinerja SAKIP.

Demikian disampaikan Bupati Sumedang H Dony Ahmad Munir saat melakukan kunjungan ke Dinas Pendidikan dan RSUD dalam rangka Akselerasi Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di seluruh SKPD, Selasa (22/6/2020).

"SAKIP yang sudah diperjanjikan kinerjanya, saya minta tetap bisa dicapai oleh tiap SKPD walaupun dengan pengurangan anggaran tapi bisa berikhtiar dengan cara lain melalui pentahelik," ungkapnya.

Dikatakannya, ia sengaja berkeliling ke tiap SKPD untuk mengingatkan kembali capain kerja yang harus diraih terutama kaitan dengan pemenuhan SAKIP sesuai perjanjian kinerja agar Sumedang Simpati bisa tercapai.

Lebih lanjut kata Bupati, untuk target capaian SAKIP di tiap SKPD berbeda-beda sebagaimana indikator kinerja RPJMD. Menurutnya, indikator kinerja RPJMD ini bisa dicapai oleh SKPD sesuai SAKIP di masing-masing dinas/instansi.

Tahun Ajaran Baru 2020/2021, akan dimulai pada tanggal 13 Juli mendatang. Namun begitu, Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang tidak akan melakukan pemeriksaan kesehatan, untuk mengetahui apakah siswa berisiko lebih tinggi dan mengalami suatu masalah kesehatan atau tidaknya (screening).

Lantaran, proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) belum bisa dilakukan dengan cara tatap muka. “Kalau nanti masuk zona hijau, tidak sekonyong-konyong anak boleh sekolah, tetapi harus di-screening (penyaringan). Mana yang boleh bersekolah dan mana yang tidak boleh,” kata Kadisdik Kabupaten Sumedang, Agus Wahidin saat ditemui Medikomonlien di kantornya, Selasa (23/6).

Kalaupun sudah memasuki zona hijau, kata dia, siswa masih belum bisa masuk sekolah secara bersamaan. Mereka tetap displit menjadi dua bagian. “Kalau satu kelas ada 32 anak, maka yang diperbolehkan belajar tatap muka hanya setengahnya. Minggu ini 16, dan minggu depannya lagi 16 siswa,” ujarnya.

Sementara itu, di  masa pandemi covid-19, pihaknya menerapkan tujuh langkah aksi Dinas Pendidikan. Antara lain, pertama melalui virtual meeting. “Ini dibatasi. Sekolah tidak boleh melakukan virtual meeting terlalu banyak, lantaran biayanya tinggi,” katanya.

Satu kali virtual meeting, kata dia, satu anak akan menghabiskan dua giga bait (GB) per satu mata pelajaran. “Kalau satu giga Rp 20 ribu, kali tiga mata pelajaran, kali satu minggu, kali satu bulan, sudah berapa?” tuturnya.

Kedua, kata Agus, melalui pembelajran projek. “Anak akan diberi tugas oleh guru, sesuai dengan umur atau tingkatan kelas masing-masing,” ujarnya.

Ketiga, pembelajran melalui Lembar Kerja Siswa (LKS). “Duku LKS menjadi hal yang menakutkan,” sebutnya.

Namun disaat pandemi seperti sekarang, LKS sangat diperlukan. “Lembar-lembar tugas yang sangat sederhana ini tidak boleh diperjualbelikan,” Agus menegaskan.

Keempat, melalui metode home visit. Artinya, guru mendatang setiap siswa ke rumahnya, di daerah-daerah tertentu. Seperti Kecamatn Surian dan Jatigede. “Guru akan mengontrol hasil tugas yang dikerjakan para peserta didiknya,” ujar dia.

Kelima, pembelajaran melalui media massa, seperti informasi yang tersebar saat ini. “Sistem daring atau nonton di televisi,” katanya.

Keenam, sistem pembelajaran melalui aplikasi WhatsApp. “Guru-guru kelas kan punya grup WA murid-muridnya. Guru akan memberikan tugas melalui aplikasi tersebut,” katanya.

Ketujuh, melalui penugasan yang berkala. “Guru juga tidak serta merta seenaknya memberikan tugas kepada siswa,” tuturnya.

Disebutkan, ke tujuh sistem pembelajaran tadi, tidak bersifat farsial atau berdiri masing-masing. Melainkan, komplementer atau saling mengisi. “Kalau tidak bisa virtual karena tidak ada jaringan internet, berarti belajar melalui modul dan televisi, kalau tidak terjangkau televisi, berarti guru yang harus mendatangi rumah siswa.” 


Tag : No Tag

Berita Terkait