Loading

PGRI SEBAGAI ISPIRATOR GURU PENGGERAK


Juli Wahyu, PD
4 Tahun lalu, Dibaca : 10175 kali


Oleh Juli Wahyu Pari Dunda (Ketua MKPS SMA Jabar)

 

Tulisan ini saya buat sebagai bahan renungan untuk pengurus PGRI sekaligus pencerahan bagi anggota PGRI.

Sebagai organisasi profesi dan perjuangan terbesar di Indonesia, PGRI memiliki nilai strategis dalam perkembangan dan kemajuan pendidikan.

Keberadaan organisasi profesi PGRI, telah dirasakan oleh anggotanya. Di antara hasil dari perjuangannya yaitu adanya sertifikasi guru serta UU Guru dan Dosen.

Namun, kini dirasakan berbagai perjuangan dan keberhasilannya tidak lagi menjadi kebanggaan bagi guru.

Ada apa dengan PGRI?

Seharusnya PGRI itu semakin kuat. Kenyataan malah muncul berbagai organisasi profesi yang mengatasnamakan guru. Sudah tercatat ada 11 organisasi guru yang telah berdiri.

Saya pernah mengingatkan pada pengurus PGRI Jawa Barat, jika PGRI tidak mengakomodir guru aktif dalam kepengurusan PGRI maka akan ditinggalkan oleh para guru. Dan, ternyata prediksi saya benar. Hampir 15 tahun yang lalu apa yang saya sampaikan menjadi kenyataan.

Saya mengapresiasi PB PGRI yang telah mengakomodir guru aktif dalam kepengurusan PB PGRI,  walaupun persentasinya belum begitu banyak.

DR. Unifah, Ketua PB PGRI sadar benar bahwa PGRI harus direstorasi secara bertahap dan dikembalikan pada marwahnya sebagai organisasi guru yang sebenarnya.

PGRI jangan lagi dijadikan persinggahan orang-orang politik dalam kepengurusannya.

Sesungguhnya PGRI tidak alergi terhadap pengurus PGRI atau guru yang berpolitik. Justru mereka didorong untuk menjadi anggota legislatif, tetapi PGRI jangan dipakai alat kepentingan politik.

PGRI Harus independen sesuai marwah awal berdirinya. Dan, bila ada pengurus PGRI yang masuk partai,  lebih baik berhenti sebagai pengurus  PGRI.

Namun demikian, PGRI tetap mendukung sebagai pembawa aspirasi para guru. Hal ini dilakukan untuk menjaga netralisasi dan independensi sesuai asas PGRI.

Pengunduran diri wajib dilakukan bagi pengurus PGRI yang telah masuk atau berafiliasi degan partai politik.

Ini untuk mencegah konflik kepentingan di dalam organisasi PGR, tetapi keanggotaannya tetap tidak hilang.

Menteri Pendidikan yang masih berusia muda ini menjadi sinyal untuk organisasi profesi guru, khususnya PGRI.

Bila masih menganut pola para purna guru atau birokrat masih mengurus organisasi guru, sepertinya tinggal tunggu waktunya. Guru akan meninggalkan PGRI, dan akan memilih organisasi profesi yang diurus guru seutuhnya.

Untuk mencegah hal tersebut PGRI harus tampil beda dengan:

1.       Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada guru aktif menjadi pengurus PGRI.

2.       Membangun kolaborasi serta kerja sama degan organisasi profesi guru lainnya.

3.       Menyesuaikan visi dan misi PGRI degan zaman milenial, agar para guru merasa bahwa PGRI   adalah milik guru.

4.       Mendorang dan memfasilitasi aktivitas dan kegiatan guru dalam pembelajaran untuk     meningkatkan mutu pendidikan.

5.       PGRI harus independen. Tidak boleh berafiliasi dengan partai politik untuk menghindari konflik    kepentingan

6.       Para purna bakti (pensiunan) guru dan mantan birokrat pendidikan yang sudah jadi pengurus 2 periode atau    lebih harus legowo,  mundur dari pengurus PGRI (jangan menjadi pembunuh karakter guru). Beri     kesempatan para guru aktif untuk mengurus organisasi profesi PGRI (Persatuan Guru Republik     Indonesia) ***

Tag : No Tag

Berita Terkait