Prof. Dr. Drs. H. Endang Komara, M.Si
4 Tahun lalu, Dibaca : 2905 kali
Oleh ENDANG
KOMARA, Prof, Drs, Dr, M.Si
Guru Besar LLDIKTI Wilayah IV Dpk pada
Magister Pendidikan IPS STKIP
Pasundan, Ketua Dewan Pakar ASPENSI,
Ketua Dewan Pakar KPLJ, Ketua Dewan Pakar
AP3KnI, Ketua Dewan Pakar DPP GNP TIPIKOR, Dewan Pakar PGRI Jawa Barat
dan Peserta Seleksi JPT Madya Kemendikbud RI
Tahun 2020
Komunitas
Cinta Indonesia (KACI) #PASTI BISA#
Kearifan
lokal berasal dari dua suku kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal (local).
Secara umum maka local wisdom dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local)
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan
diikuti oleh anggota masyarakatnya. Keberadaan kearifan lokal ini bukan tanpa fungsi. Kearifan lokal sangat
banyak fungsinya. Menurut Sartini (2006) dan Lelly Qodariah (2013) bahwa,
kearifan lokal adalah: Pertama, konservasi dan pelestarian sumber daya alam. Kedua, pengembangan sumber daya alam. Ketiga, pengembangan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan. Keempat, petuah,
kepercayaan, sastra dan pantangan. Kelima, bermakna sosial, misalnya upacara integrasi komunal/kerabat. Keenam, bermakna
etika dan moral. Ketujuh, bermakna
politik.
Penggalian
nilai-nilai kearifan lokal sebagai basis pendidikan karakter ini sejalan dengan
rekomendasi UNESCO tahun 2009. Menurut UNESCO dalam (Wibowo & Gunawan,
2015), bahwa penggalian nilai kearifan lokal sebagai dasar pendidikan karakter
dan pendidikan pada umumnya, akan mendorong timbulnya sikap saling menghormati
antar etnis, suku, bangsa, agama, sehingga keberagaman terjaga. Harus diakui
bahwa kebudayaan dan pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
keduanya. Laksana dua sisi mata uang keduanya satu kesatuan yang saling
mendukung dan saling menguatkan. Kebudayaan menjadi dasar falsafah pendidikan,
sementara pendidikan menjadi penjaga utama kebudayaan karena peran pendidikan
membentuk orang untuk berbudaya.
Kearifan
lokal (local wisdom) menurut
Sungsari dalam (Ardianto, 2014) adalah pengetahuan dan pengalaman
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, occupation dan budaya yang sudah turun
temurun dari sejumlah generasi ke generasi (knowledge
and experience related to day to day living, accoputions and culture had been
passed on form generations to generations). Istilah kearifan lokal adalah
terjemahan dari local genius, yang
pertama kali diperkenalkan oleh Quaritch Wales pada tahun 1948-1949 dengan
pengertiannya ‘’kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi pengaruh
kebudayaan asing pada waktu kebudayaan itu berlangsung’’. (Rosidi, Kearifan
Lokal dalam Perspektif Budaya Sunda, 2011).
Pengetahuan
dan pengalaman masih banyak digunakan orang sampai saat ini, karena mereka
secara mendalam terkait dengan cara atau pandangan hidup mereka. Jika kearifan
lokal adalah setelah dilihat secara baik dan dipromosikan, mereka dapat menjadi
sumber pengetahuan yang sangat baik, menjadi informasi dan pedoman bagi
kualitas pengembangan kehidupan orang-orang. Sungsari 2010 dalam (Ardianto,
2014) menyatakan bahwa ketertarikan kearifan lokal dapat dipertahankan yakni:
‘’These knowledge and experience are
still useful for people at the present because they deeply relate to their way
of live. If these local wisdom are well looked after and promoted, they can be
very good source of knowledge, information and guidelines for quality of life
development of people. Artinya:
Pengetahuan dan pengalaman ini
masih berguna bagi orang-orang pada saat ini
karena mereka sangat berhubungan dengan kehidupan mereka. Jika kearifan
lokal ini dijaga dan dipromosikan dengan baik, mereka dapat menjadi sumber
pengetahuan, informasi, dan pedoman yang sangat baik untuk kualitas
pengembangan kehidupan masyarakat.
Tepatlah
apa yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara, mengibaratkan pendidikan tanpa
kebudayaan, seperti perahu di lautan tanpa panduan arah (Ki Hadjar Dewantara,
1977) dalam (Wibowo & Gunawan, 2015). Kebudayaan umat manusia mempunyai
unsur-unsur yang universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dianggap universal
karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa-bangsa di dunia. Menurut
Koentjaraningrat dalam Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi) tahun 2016, ada 7 (tujuh) unsur kebudayaan
universal, yaitu: Bahasa, Sistem Pengetahuan, Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi
Sosial, Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, Sistem Mata Pencaharian Hidup,
Sistem Religi, Kesenian.
Pertama, Bahasa
adalah suatu pengucapan yang indah dalam elemen kebudayaan dan sekaligus
menjadi alat perantara yang utama bagi manusia untuk meneruskan atau
mengadaptasikan kebudayaan. Bahasa terdiri dari bahasa lisan dan tulisan. Kedua, sistem pengetahuan itu berkisar pada pengetahuan tentang
kondisi alam sekelilingnya dan sifat-sifat peralatan yang dipakainya. Sistem
pengetahuan meliputi ruang pengetahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna,
waktu, ruang dan bilangan sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia, tubuh
manusia. Ketiga, sistem
kemasyarakatan atau organisasi sosial. Organisasi sosial adalah kelompok
masyarakat yang anggotanya merasa satu dengan sesamanya. Sistem kemasyarakatan
atau organisasi sosial yang meliputi: kekerabatan (garis keturunan), asosiasi
dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup dan perkumpulan. Keempat, sistem peralatan hidup dan
teknologi adalah jumlah keseluruhan teknik dimiliki oleh para anggota suatu
masyarakat, meliputi keseluruhan cara bertindak dan berbuat dalam hubungannya
dengan mengumpulkan bahan baku mentah, pemrosesan bahan baku itu untuk dibuat
menjadi alat kerja, penyimpanan, pakaian, perumahan, alat transportasi dan
kebutuhan lain yang berupa benda material. Unsur teknologi yang paling menonjol
adalah kebudayaan fisik yang meliputi: alat-alat produksi, senjata, wadah,
makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan
serta alat transportasi. Kelima, sistem
mata pencaharian hidup merupakan segala
usaha manusia untuk mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Sistem mata
pencaharian atau sistem ekonomi yang meliputi: berburu dan mengumpulkan
makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan dan perdagangan. Keenam, sistem religi serupakan sebuah
sistem yang terpadu antara keyakinan dan praktek keagamaan yang berhubungan
dengan hal-hal yang suci dan tidak terjangkau oleh akal. Sistem religi
meliputi: sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, komunikasi
keagamaan dan upacara keagamaan. Misalnya dalam mengatasi Pandemi COVID-19
Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Fatwa antara lain: Shalat Jum’at diganti
dengan Shalat Dzuhur di rumah begitu pula Shalat Fardhu dan Shalat Sunat
lainnya dilaksanakan di rumah masing-masing. Juga Jemaat Gereja diimbau
kembangkan ibadah dari Rumah Akibat Wabah Corona. Juga Presiden RI menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Kepres
(Keputusan Presiden) mengenai Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Untuk
melaksanakan amanat Undang-Undang tersebut, maka Kepala Daerah tidak membuat
kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi. Semua kebijakan di
daerah harus sesuai peraturan, berada
dalam koridor Undang-Undang dan PP serta Kepres tersebut. Polri juga dapat
mengambil langkah-langkah hukum yang terukur dan sesuai dengan undang-undang
agar PSBB dapat berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluasnya Pandemi COVID-19. Ketujuh, kesenian, secara sederhana
kesenian dapat diartikan sebagai segala hasrat manusia terhadap keindahan,
bentuk keindahan yang beraneka ragam itu timbul dari permainan imajinasi
kreatif yang dapat memberikan kepuasan batin bagi manusia. Secara garis besar
maka bentuk kesenian terdiri dari tiga, yakni; seni rupa, seni suara dan seni
tari.
Living Values Education merupakan
pendidikan nilai kehidupan yang secara resmi dibentuk oleh PBB melalui UNICEF (United Nations Emergency Children’s
Fund), organisasi internasional di bawah naungan PBB yang didirikan pada 11
Desember 1946 untuk memberikan bantuan kemanusiaan khususnya kepada anak-anak
yang hidup di dunia yang luluh lantah akibat Perang Dunia II. Gerakan ini
sendiri dipelopori oleh Brahma Kumaris (pada HUT PBB tahun 1995)
yang melihat dan mengukur begitu banyaknya perubahan drastis manusia ke arah
kemerosotan nilai-nilai dasar kehidupan. Secara nyata Living Vales Education dihidupkan semangatnya melalui pembelajaran
di sekolah, diintegrasikan dengan pelajaran bimbingan atau budi pekerti dan
seluruh mata pelajaran lainnya.
Living Values Education adalah
program pendidikan untuk membantu dan menyediakan kesempatan bagi anak-anak dan
orang muda menggali serta mengembangkan nilai-nilai universal dan juga
berlanjut sampai mengasosiasikan nilai tersebut dalam keterampilan
sosial-emosional dan intrapersonal mereka sehari-hari.
Salah
satu proses mendasar dalam Living Values
Education adalah tiap pendidik diajak untuk merefleksikan dan menggali
nilai pribadi mereka, agar dapat menjadi pondasi dalam menciptakan suasana
belajar yang berbasis nilai. Nilai tidak diajarkan, melainkan ditangkap dan
dirasakan. Siswa belajar dari contoh yang diberikan pendidiknya. Oleh karena
itu, sangat penting bagi tiap pendidik untuk menyadari dan terus menghidupkan
nillai-nilai pribadi mereka, untuk dapat menjalani peran sebagai panutan ini
secara positif.
Program
ini menyajikan berbagai macam aktivitas pengalaman dan metodologi praktis bagi
para guru dan fasilitator untuk membantu anak-anak dan para remaja
mengeksplorasi dan mengembangkan nilai-nilai kunci pribadi dan sosial,
diantaranya: kedamaian, penghargaan,
cinta, tanggung jawab, kebahagiaan, kerjasama, kejujuran, kerendahan hati,
toleransi, kesederhanaan, kebebasan dan persatuan (Tillman, 2004). Program aktivitas kehidupan nilai ini
bertujuan untuk mengembangkan karakter siswa. Adapun tujuan khusus yang
dihimpun dari Living Values Education seperti
yang diungkap oleh Tillman (2004) sebagai berikut: Pertama, membantu individu memikirkan dan merefleksikan nilai-nilai
yang berbeda dan implikasi praktis bila mengekspresikan nilai-nilai tersebut
dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan seluruh
dunia. Kedua, memperdalam pemahaman,
motivasi dan tanggung jawab saat menentukan pilihan-pilihan pribadi dan sosial
yang positif. Ketiga, menginspirasi
individu memilih nilai-nilai pribadi, sosial, moral, dan spiritual serta
menyadari metode praktis dalam mengembangkan dan memperdalam nilai-nilai
tersebut. Keempat, mendorong para
pendidik memandang pendidikan sebagai sarana memberikan filsafat hidup kepada
siswa, dengan demikian memfasilitasi pertumbuhan, perkembangan dan
pilihan-pilihan mereka sehingga mereka bisa berintegrasi dengan masyarakat
secara hormat, percaya diri dan tujuan yang jelas. Dengan demikian, maka Living Values Education merupakan salah
satu pengembangan model pembelajaran dan pendidikan karakter (nilai reiligius,
nasionalis, gotong royong, integritas dan kemandirian) yang menekankan prinsip
belajar yang menyenangkan (AJEL: active,
joffull, effective learning). Aktivitas nilai yang dibelajarkan di kelas
bisa berbentuk permainan nilai (VCT: Value Clraification Technique), dimana
siswa terlibat dalam latihan resolusi konflik, diskusi, kegiatan atistik
(bernyanyi, melukis, drama, bercerita/dongeng, tari), permainan, latihan
komunikasi, mind mapping, penulisan
kreatif, role playing, latihan
imajinasi, relaksasi dan konsentrasi.
Mudah-mudahan
melalui Local Wisdom & Living Values
Education dapat mengembangkan karakter siswa melalui pembelajaran sehingga
dapat menciptakan SDM unggul pemimpin masa depan melalui literasi data,
literasi teknologi, literasi manusia dan experiental
learning.*** Semoga ***
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer