Prof. Dr.Ir. Mir Alam Beddu, M.Si
4 Tahun lalu, Dibaca : 2688 kali
Oleh Prof.
Dr.Ir. Mir Alam Beddu, M.Si
Guru
Besar Ekologi Pertanian Universitas Islam Makassar, Makassar Sulawesi Selatan
Pemerhati
Pendidikan dan Budaya
Komunitas Cinta Indonesia (KACI) #PASTI BISA#
Kehadiran
Revolusi Industri 4.0 yang diluncurkan oleh Jerman dan Sosiety 5.0 oleh Jepang,
hampir menguras semua, energy, pikiran, tindakan dalam menata kebijakan di
berbagai sektor, kehidupan sosial, ekonomi berbangsa dan bernegara. Termasuk
berpengaruh terhadap sektor pendidikan,
kebijakan penataan kurikulum, menggiring
mindset tenaga pendidik yang mungkin lebih fokus melihatnya sebagai tantangan baru yang “mengerikan”,
bukan sebaliknya melirik sebagai peluang baru, sumber inspirasi membangun
inovasi dan kreativitas, minimal menghadirkan juga tagline baru yang dapat membangun “mindset” dunia
melihat Indonesia sebagai negara yang berpeluang besar merebut peradaban dan
megatrend dunia, “Spirituality” adalah kekuatan dahsyat yang build
in dalam setiap diri manusia. Penulis
merumuskan gagasan ini untuk membangun
sikap “optimisme”, dan percaya diri dengan kekuatan bangsa merebut peradaban
dan megatrend dunia 2045 dengan “Indonesian spirituality 0.1”.
Menurut Pengamat
Marketing Yuswohady, kemunculan grand inisiatif Society 5.0 yang dicanangkan
Jepang tidak lepas dari perlombaan teknologi antar negara-negara maju utama
khususnya Amerika Serikat (AS), Jerman, dan Jepang. Menurut dia,
kelahiran teknologi yang mendisrupsi dengan memanfaatkan big data, internet of
thing (IoT), artificial intelligence (AI), robotic hingga blockchain telah
memicu negara-negara maju untuk berlomba agar bisa memimpin dunia melalui
kekuatan ekonomi dan teknologi. “Itulah yang mendorong Jerman pada 2014
mengeluarkan inisiatif high-tech strategies yang kini dikenal sebagai Revolusi Industry
4.0,” Indonesia harus hadir dalam perlombaan ini, dengan
keyakinan bahwa high-tech strategies dan humanity tidak cukup
untuk menata peradaban dunia, bahkan dapat memunculkan permasalahan baru
ketika tidak dibungkus dan didasari dengan “spirituality”, kesadaran
tanggungjawab kemanusiaan dan tanggung jawab ketuhanan.
Indonesia
harus menata diri dengan lebih banyak meneropong ke dalam, belajar dari sejarah
perjuangan bangsa, kepemilikan potensi besar yang dianugrahkan Tuhan kepada
bangsa ini. Indonesia
harus optimis dan kerja keras membangun kekuatan bangsa melalui pembentukan
Sumberdaya Manusia (SDM) yang inspiratif, tangguh memiliki motivasi, spirit
yang kuat untuk menggali potensi bangsa,
dengan kretivitas dan tanggung jawab. (baca” SDM” dengan spiritualitas yang
kuat). Era pasti berubah akan tetapi apapun namanya perubahan era, spirituality
merupakan kekuatan yang
paling dahsyat karena memuat nilai-nilai
kemuliaan, nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai budaya yang dapat membungkus dan
menata perubahan. Manusia hadir
dipermukaan bumi membawa spiritualitas, fitra kemuliaan dari Tuhan,
fitra tersebut harus teraktualkan dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh
lingkungan (alam-sosial) dan sebaliknya akan mempengaruhi lingkungan.
Pernyataan
R Agus
Sartono Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI (Koran Sindo), bahwa saat ini
Indonesia masih kalah satu hingga dua langkah dibelakang Jepang, sehingga
dinilai masih perlu waktu yang panjang untuk mengejar ketertinggalan, Jepang
memang lebih maju karena sudah membangun big data jauh sebelum Indonesia heboh
membahas Revolusi Industri 4.0. Sementara saat ini, kata dia, Indonesia masih
jauh dari membangun big data. Pernyatan ini harus dijadikan motivasi
menyusun strategi untuk bergerak lebih cepat
Revolusi
Industri 4.0 dan society 5.0, harus dilirik sebagai peluang, sumber inspirasi
dan inovasi dibungkus dengan spirituality dan menjadi sebuah blue print nasional untuk menata peradaban
merebut mega trend dunia. Modal besar Indonesia, sumberdaya alam, ekosistem
yang beragam, keragaman hayati, budaya, bahasa agama/keyakinan, semua nya dapat
menjadi modal daya saing bangsa. Kuncinya bagaimana membangun SDM yang mampu
mengaktualkan nilai-nilai spiritual yang inhern dengan dirinya, sumberdaya manusia dengan kesadaran kehambaan
dan kekhalifaan yang kuat, semangat
berkarya yang besar untuk dirinya, masyarakat berbangsa dan bernegara sebagai
modal dasar kemuliaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Belajar
dari sejarah, bangsa di dunia menguasai peradaban karena penanaman nilai spiritual
pada masyarakatnya sebagai pondasi dalam penggalian, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan, serta akhlak moral dalam menata kehidupan sosial
dan kemasyarakatan. Indonesia bangkit melawan penjajahan untuk merebut
kemerdekaan karena spirit yang kuat, jiwa dan semangat pantang mundur
(tangguh), keyakinan yang kuat akan kekuatan spiritual (kekuatan Ilahiyah),yang
tumbuh dari religiulitas dan cultured. Semangat kebersamaan,
keikhlasan, kepercayaan, persatuan menuju pada tujuan yang sama “MERDEKA” ,
bukan perjuangan merebut kekuasaan dan kedudukan. Nilai-nilai tersebut akan
menjadi modal besar ketika di aktualkan kembali dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara untuk merebut peradaban dan megatrend dunia. Pancasila, Pembukaan
UUD, Bhinneka Tunggal Ika, Teks Proklamasi adalah simbol-simbol
negara sebagai falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara mengandung kekuatan
spiritual harus membentuk
kepribadian dan diaktualkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
Sipiritualitas berasal dari bahasa inggeris
spirit yang berarti jiwa dan semangat, spirituality hal-hal yang
berkaitan dengan “kejiwaan” dalam kamus
bahasa Indonesia spiritual berarti kejiwaan, rohani, mental moral, dalam bahasa
kitab suci sesuatu yang berkenan dengan RUH, sifat-sifat mulia “Tuhan” yang ditiupkan melalui AR RUHNYA (QS. As Sajadah (32):9.
“Spirituality 0.1”, merupakan nilai-nilai mulia,
kesucian yang bersumber dari yang Maha Esa, Maha mulia, Maha suci, Maha
pengasih, Maha penyayang, Maha jujur, Maha cerdas yang inhern pada setiap “diri” menjadi
potensi dasar untuk di build up diaktualkan dalam kehidupan dan menjadi
panduan bersikap bertindak untuk kembali bertanggungjawab ke padaNYA. Hakikat
pendidikan adalah membuild up potensi mulia, potensi cerdas anak didik.
“Spirituality
0.1” harus hadir
menata pengembangan ilmu dan teknologi, menata sumberdaya manusia, menata kebijakan dan regulasi, menata
kepemimpinan, menata kehidupan ekonomi, sosial. Ketika jepang fokus menggiring mindset
dunia kepada “humanism” Indonesia harus hadir dengan kekuatan dahsyat
dan falsafah hidup tertinggi yaitu “spiritualism”. Tanggung jawab dalam
menata, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu dan tekhnologi tidak cukup hanya
tanggungjawab kemanusiaan, tetapi harus dibungkus dan berujung pada tanggung
jawab “spiritual”. Indonesia harus mampu menggali, mengembangkan
,manfaatkan big data, internet of
thing (IoT), artificial intelligence (AI), yang humanis dan spiritual.
Berbagai
permasalahan yang muncul dalam kehidupan diakibatkan dari pemisahan spiritualitas
dan akhlak dari kehidupan sosial
penyebabnya antara lain (1) Maindset ummat beragama yang cenderung
menganggap memperbaiki hubungan dengan Tuhan sudah cukup dan lebih penting
dengan menata hubungan sosial (hubungan kemanusiaan dan alam lingkungan), (2)
pendekatan sebagian kaum beragama lebih menekankan pada aspek ritual formal dan
lahiriah, kurang memperhatikan pesan moral, ritual agama dengan rutinitas kurang memberikan makna dalam
kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara, semangat kerja keras, jujur dan
bertanggungjawab kurang disadarai sebagai bagian dari perintah Tuhan, Semua
bentuk ibadah ritual memiliki pesan moral dan berujung pada perubahan prilaku,
(baca “spiritualitas”), (3) terjadinya dikotomi ilmu dalam sistem
pendidikan yang berujung pada pola pikir “sekuler” sains terpisah dari nilai
spiritual, saintis miskin dengan nilai spiritual, praktek rutinitas ritual beragama (spiritual), kurang
berpengaruh pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemisahan spiritualitas dan akhlak
dari kehidupan sosial berdampak pada kualitas kerja yang tidak amanah. Permasalahan korupsi, narkoba,
terorism, kerusakan lingkungan diakibatkan karena krisis spiritual bangsa,
krisis kesadaran tanggungjawab, pribadi, sosial, negara, dan tanggungjawab
kepada Tuhan.
Pertanyaan
dari mana harus memulai.?. Paling mendasar dan utama adalah penataan pendidikan secara komprehensif terintegrasi
mulai dari pendidikan non formal (keluarga), PAUD – Pendidikan Tinggi, pendidikan
keagamaan dan sains, menata tujuan, kurikulum dan strategi mewujudkan tujuan. Hakikat Tujuan pendidikan adalah menghasilkan
SDM yang cerdas-spiritual, serta mengembangkan ilmu dan teknologi yang
berbasis dan orientasi spiritual untuk menata peradaban mulia. Ekonom
Indonesia harus menguasai ekonomi konvensional dan spiritualitas ekonomi,
begitu pula para politikus harus menguasai sains politik dan akhlak politik yang bersumber dari
nilai-nilai agama dan budaya, menguasai spiritual politik, Bonus demografi
Indonesia tahun 2020-2045, dimana 68 % usia produktif akan menjadi kekuatan
dahsyat ketika di bentuk dengan sistem pendidikan yang tepat. Kebijakan Guru
penggerak, Kampus merdeka dan merdeka belajar, Organisasi Penggerak yang
diluncurkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan membuka peluang untuk
merumuskan strategi, pendekatan dan metode mewujudkan “Indonesian’s
spirituality 0.1” mengantar nusantara bangkit memimpin peradaban dan
merebut megatrend dunia.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer