Penulis: Herz/Editor: Mbayak Ginting
3 Tahun lalu, Dibaca : 1211 kali
CIAMIS, Medikomonline.com
- Persoalan oknum anggota DPRD Ciamis dari Fraksi
Gerinda berinisial ARG yang diduga melanggar Tata Tertib DPRD dengan meminta
sejumlah uang dengan cara berpotensi melanggar hukum ke salah satu Puskesmas di
wilayah hukum Ciamis sedang menggelinding ke permukaan publik.
Endin Lidinillah
Mag, pemerhati kemajuan daerah sekaligus dosen perguruan tinggi di Tasikmalaya
asal Kota Ciamis, Selasa (23/03/2021) kepada Medikomonline.com mengatakan,
ada kerancuan peraturan yang diterapkan oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD Ciamis dalam
menjalankan Tata Beracara demi tegaknya marwah DPRD.
Menurut Endin, Peraturan
DPRD Kabupaten Ciamis Nomor 2 Tahun 2017 itu sudah dicabut dan disahkan Peraturan DPRD yang baru yakni Peraturan
DPRD Ciamis No 1 Tahun 2020 dan menjadikan PP No 12 Tahun 2018 sebagai rujukan
dalam penyusunannya.
Endin
mempertanyakan mengapa Peraturan Tata Cara Beracara BK seperti tidak ikut menyesuaikan dan masih merujuk pada
PP 16/2010 yang lama. Padahal peraturan tersebut penyusunan rujukan masih pada
PP No. 16 Tahun 2010 yang sudah dicabut
dan diganti dengan PP No. 12 Tahun 2018 tentang pedoman penysusunan tatib DPRD.
Seharusnya DPRD
Ciamis menyesuaikan peraturan tata cara beracara BK dengan PP No. 12/2018
tersebut, karena di PP tersebut ada hal baru yang berbeda dengan yang lama. “Misalnya,
adanya sanksi pemberhentian sementara dari anggota DPRD ketika ada dugaan oknum
DPRD melanggar kode etik DPRD,” katanya.
Hal ini tentu harus
diperhatikan, karena jika hukum acara yang digunakan BK bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih atas, maka keputusan BK nantinya bisa
tidak sah. “Saya heran kenapa hal tersebut tidak dilakukan,” tanya Endin
Lidinillah.
Masih kata Endin
Lidinillah, DPRD Ciamis sendiri telah menyesuaikan peraturan tentang tata
tertib dengan menetapkan Peraturan DPRD Ciamis No. 1 Tahun 2020 dan menjadikan
PP No. 12 tahun 2018 sebagai rujukan dalam penyusunannya, lalu kenapa Peraturan
tata cara beracara BK nya tidak ikut menyesuaikan dan masih merujuk pada PP
16/2010 yang lama.
Hal lain yang patut dipertanyakan adalah mengapa sifat
persidangan di BK DPRD Ciamis bersifat tertutup sehingga publik tidak bisa
menghadiri di ruang siding. Padahal sifat persidangan di BK DPRD Provinsi Jawa
Barat sendiri kalau dilihat di Peraturan
DPRD Jawa Barat No. 2 tahun 2017 dinyatakan
terbuka
untuk umum, kecuali dalam pemeriksaan kasus kesusilaan atau menyangkut rahasia
negara, maka persidangan dinyatakan tertutup untuk umum. Masa
sesama DPRD sendiri ketentuannya bisa berbeda, padahal rujukan kedua DPRD itu
sama, merujuk pada PP 16/2010.
“Saya
berpandangan sidang BK ini sebaiknya bersifat
terbuka, sehingga publik bisa memantau langsung jalannya sidang BK. Secara
flosofis, hal ini untuk memperkuat tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja
BK ketimbang sidang dilakukan secara tertutup. Saya sendiri belum memahami
landasan filosofis BK DPRD Ciamis menetapkan sidang BK bersifat tertutup. Karena
sidang di Pengadilan saja prinsipnya dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali
untuk kasus-kasus tertentu, dan tindak pidana pemerasan itu tidak termasuk yang
tertentu di mana sidangnya tertutup. Apalagi ini yang diduga melakukan
pemerasan adalah anggota DPRD yang
mempunyai pertanggungjawaban moral terhadap rakyat,” pungkasnya.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer