Loading

BK Dinilai Cacat Hukum Terapkan Peraturan Tatib DPRD


Penulis: Herz/Editor: Mbayak Ginting
3 Tahun lalu, Dibaca : 1067 kali


Endin Lidinillah MAg, Pengamat Kemajuan Daerah serta Aktivis Lama di Ciamis. (Foto; Herz)

CIAMIS, Medikomonline.com - Persoalan oknum anggota DPRD Ciamis dari Fraksi Gerinda berinisial ARG yang diduga melanggar Tata Tertib DPRD dengan meminta sejumlah uang dengan cara berpotensi melanggar hukum ke salah satu Puskesmas di wilayah hukum Ciamis sedang menggelinding ke permukaan publik.

Endin Lidinillah Mag, pemerhati kemajuan daerah sekaligus dosen perguruan tinggi di Tasikmalaya asal Kota Ciamis, Selasa (23/03/2021) kepada Medikomonline.com mengatakan, ada kerancuan peraturan yang diterapkan oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD Ciamis dalam menjalankan Tata Beracara demi tegaknya marwah DPRD.

Menurut Endin, Peraturan DPRD Kabupaten Ciamis Nomor  2 Tahun 2017 itu sudah dicabut dan disahkan Peraturan DPRD yang baru yakni Peraturan DPRD Ciamis No 1 Tahun 2020 dan menjadikan PP No 12 Tahun 2018 sebagai rujukan dalam penyusunannya.

Endin mempertanyakan mengapa Peraturan Tata Cara Beracara BK seperti  tidak ikut menyesuaikan dan masih merujuk pada PP 16/2010 yang lama. Padahal peraturan tersebut penyusunan rujukan masih pada PP No. 16 Tahun 2010  yang sudah dicabut dan diganti dengan PP No. 12 Tahun 2018 tentang pedoman penysusunan tatib DPRD.

Seharusnya DPRD Ciamis menyesuaikan peraturan tata cara beracara BK dengan PP No. 12/2018 tersebut, karena di PP tersebut ada hal baru yang berbeda dengan yang lama. “Misalnya, adanya sanksi pemberhentian sementara dari anggota DPRD ketika ada dugaan oknum DPRD melanggar kode etik DPRD,” katanya.

Hal ini tentu harus diperhatikan, karena jika hukum acara yang digunakan BK bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih atas, maka keputusan BK nantinya bisa tidak sah. “Saya heran kenapa hal tersebut tidak dilakukan,” tanya Endin Lidinillah.

Masih kata Endin Lidinillah, DPRD Ciamis sendiri telah menyesuaikan peraturan tentang tata tertib dengan menetapkan Peraturan DPRD Ciamis No. 1 Tahun 2020 dan menjadikan PP No. 12 tahun 2018 sebagai rujukan dalam penyusunannya, lalu kenapa Peraturan tata cara beracara BK nya tidak ikut menyesuaikan dan masih merujuk pada PP 16/2010 yang lama.

Hal lain yang patut dipertanyakan adalah mengapa sifat persidangan di BK DPRD Ciamis bersifat tertutup sehingga publik tidak bisa menghadiri di ruang siding. Padahal sifat persidangan di BK DPRD Provinsi Jawa Barat sendiri  kalau dilihat di Peraturan DPRD Jawa Barat No. 2 tahun 2017 dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali dalam pemeriksaan kasus kesusilaan atau menyangkut rahasia negara, maka persidangan dinyatakan tertutup untuk umum. Masa sesama DPRD sendiri ketentuannya bisa berbeda, padahal rujukan kedua DPRD itu sama, merujuk pada PP 16/2010.

“Saya berpandangan  sidang BK ini sebaiknya bersifat terbuka, sehingga publik bisa memantau langsung jalannya sidang BK. Secara flosofis, hal ini untuk memperkuat tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja BK ketimbang sidang dilakukan secara tertutup. Saya sendiri belum memahami landasan filosofis BK DPRD Ciamis menetapkan sidang BK bersifat tertutup. Karena sidang di Pengadilan saja prinsipnya dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali untuk kasus-kasus tertentu, dan tindak pidana pemerasan itu tidak termasuk yang tertentu di mana sidangnya tertutup. Apalagi ini yang diduga melakukan pemerasan adalah anggota DPRD  yang mempunyai pertanggungjawaban moral terhadap rakyat,” pungkasnya. 

Tag : No Tag

Berita Terkait