Loading

Ruang Rindu


Penulis: EVA RIYANTI
3 Tahun lalu, Dibaca : 1106 kali


EVA RIYANTI

Oleh EVA RIYANTI

SDN 137 Cijerokaso

Komunitas Penulis Guru Bandung

 

 


      "Mengapa kamu tidak bisa berdamai dengan hatimu sendiri, Sin?" teriak Ardi dengan bersungut-sungut.
"Aku tidak bisa, Mas?" Sinta mencoba menjawab dengan sedikit melemahkan suaranya."Apa yang tidak bisa membuatmu memaafkanku?, bukankah aku sudah berkali-kali meminta maaf padamu?" Ardi mencoba menjelaskan
"Tak semudah itu, Mas..!" Sinta membalasnya
"Aku bukan malaikat!" teriak Ardi
"Tapi kebodohanmu telah membuat aku terpuruk..!!!" tiba-tiba Sinta berteriak
tanpa sadar.
"Seandainya kamu merasakan betapa pedihnya jadi aku..." sela Sinta terisak-isak.
"Kesalahanmu telah membuat aku tidak bisa memafkan lagi setiap kata-kata laki-laki, terlalu sulit untukku menerima ini sebuah kekhilafan.., aku benci kamu, Mas...aku benci kamu, aku ingin kamu pergi dari kehidupanku" kembali Sinta menangis tak terbendung air matanya mengalir deras. Ardi hanya bisa tertunduk pilu, tak tahu apa lagi yang bisa menguatkan hati Sinta, sesekali tatapannya menerawang entah kemana, tapi ketika melihat Sinta, wanita yg selama ini dicintainya, ingin memeluknya erat-erat dan tak mau melepaskannya, ingin menciumnya seperti saat-saat Sinta gelisah dan saat itu juga menjadi tenang, manakala Ardi mencium keningnya penuh kehangatan. Ardi  ingin membawanya ke tempat yang bisa membuatnya sedikit lega. "Duhh..Sinta maafkan kecerobohanku..!" gumam Ardi dalam hatinya.

 *****
Sinta, seorang wanita cantik, cerdas, energik, penuh pesona. Tubuhnya tinggi semampai, kulitnya putih bening jangankan laki-laki, perempuanpun banyak iri dengan kemolekan tubuhnya. Pendidikannya cukup tinggi, S2  Harvard University.  Bukan Sinta kalau tidak bisa mendapat beasiswa ke luar negeri, sarjananyapun dia dapatkan dari beasiswa. Sinta merasa bahwa dia bukan  tidak mau meminta biaya sekolah kepada orang tuanya tapi ke 4 adiknya masih ngantri untuk menunggu giliran kiriman biaya kuliah dari ayahnya yang hanya pegawai rendahan. Walau demikian kedua orang tuanya sangat bersemangat untuk tetap menyekolahkan kelima anak-anaknya. Terkadang Sinta harus mengalah ketika adik-adiknya lebih membutuhkan biaya kuliah , maka Sinta harus bisa memutar otaknya mencari peluang usaha sampingan di sela-sela aktivitasnya sebagai mahasiswa. Beruntung hobbinya bisa menghasilkan uang, Sinta membuka shop online. Sinta menjual pernak-pernik  mulai dari kaos, topi, album-album, semua yang berbau korea. Bukan suatu kebetulan ia jalani bisnis online itu dari SMA, bearawal dari kegilaannya terhadap  musik k-pop terutama tampilan boy dan girl band Korea sampai-sampai dia rela menyisihkan sebagian uangnya untuk menonton konser boy band korea. Sebut saja Super Junior yang membuat ia nekat pergi ke Jakarta untuk menyaksikan aksi panggung boyband korea itu.
Adalah ardi, laki-laki yang tak pernah terpikirkan di benak Sinta. Mengapa mesti Ardi, yaa Ardi...
Tak habis pikir, sampai-sampai Sinta mengerutkan dahinya setiap mengingat pertemuan pertama dengan lelaki itu.
"Maaf, sapu tangannya jatuh, Mbak!" suara itu tiba-tiba muncul entah dari mana asalnya. Tiba-tiba mengagetkan Sinta yang sedang berjalan tergesa-gesa ke kantornya. " Oh, Ya..terima kasih, Mas.." Balas Sinta tersipu malu.
"Apa ini juga milik,Mbak?" tiba-tiba laki-laki itu menyodorkan sebuah syal merah hati. "Aduhh..maaf mengapa benda itu bisa terjatuh yaa?" Sinta nampak kebingungan karena dia benar-benar tidak menyadari kalau syal merah hati itu belum dikenakan di bajunya karena dia terlalu tergesa-gesa pergi dari rumahnya.
"Terima kasih, Mas" sekali lagi Sinta mengucapkan rasa terima kasihnya kepada laki-laki yang telah mengembalikan syalnya itu. Bagaimana kalau syalnya itu hilang, tidak terbayang olehnya bagaimana hari pertamanya kerja di perusahaan baru tanpa kelengkapan seragam. Mungkin saja Johan, laki-laki yang menjadi bosnya yang baru di perusahaan itu akan marah, atau setidaknya karyawan lain di perusahaan itu mencap dia pegawai yang tidak disiplin. "Hati-hati yaa, jangan sampai lupa lagi memakai syalnya.." Ardi tiba-tiba membuyarkan lamunan Sinta tentang keadaan kantornya di hari pertama itu. "..Oh..yaa, yaa, Mas.." dengan gugup Sinta mencoba menahan malu yang sedari tadi hinggap di wajahnya. Ada perasaan bingung kenapa sejak tadi dia tidak begitu fokus padahal hari pertamanya di kantor, harus dia hadapi dengan tenang. "Ahh..aku harus tenang.."gumam Sinta dalam hati
"Sampai jumpa lagi, hati-hati di jalan yaa.." begitu Ardi menutup perjumpaan pagi itu. "Yaa,..sampai jumpa lagi" tak sadar Sinta membalas Ardi. Akhirnya merekapun berpisah di persimpangan jalan antara viaduck dan braga.

 ****
Pagi - pagi sekali hujan begitu deras, Sinta berkemas mengenakan jam tangannya, terlihat sepintas jam menunjukkan pukul 06.57 ini berarti Sinta terlambat karena seharusnya 06.30 dia harus sudah on the way kantor.
"Duhh, aku telat nih.." gumam Sinta dalam hati. Tergesa-gesa ia melangkahkan kaki ke luar rumah. Seperti biasa di persimpangan jalan antara braga-viaduck, seseorang memanggil namanya
"Hei, tunggu sebentar...!" suara berat seorang laki-laki menghentikan langkah Sinta. Secara reflek Sintapun mencari arah sumber suara. Deg..deg..dadanya berdetak kencang. "Dia lagi...!" seru Sinta dalam hati. " Apakah kamu terlambat lagi?" laki-laki itu bertanya.
"Yaa, begitulah.." jawab Sinta
" Maaf, angkotnya lambat yaa?" laki-laki itu seolah tahu kalau Sinta selalu naik angkot ke kantor.
" Aku memang telat dari rumahnya, Mas", keluh Sinta. "Banyak pekerjaan kantor yg nyaris aku kerjakan di rumah, di kantor rasanya waktu sangat kurang akhirnya aku teruskan di rumah" sambung Sinta.
Ardi hanya menganggukkan kepala tandanya paham alasan yang diutarakan Sinta. " Bolehkah sekali-kali aku antar kamu ke kantor,..eeh...maaf aku lancang bukankah aku jg belum mengenalmu" tiba-tiba Ardi meralat ajakannya. " Oh, trima kasih banyak, Mas.." timpal Sinta
" Bolehkah aku tahu namamu, namaku Ardi?" Ardi mencoba mengulurkan  tangannya walau terasa deg degan karena Sinta Takut menepiskan tangannya.
" Namaku Sinta Senjawinati, panggil saja aku Sinta" jawab Sinta tertunduk malu
"Nama indah...secantik wajahnya" lagi-lagi Ardi memuji Sinta.
yang dipuji malah memukul Ardi dengan tas kecilnya, " Ah, kamu..!" Sinta sambil menyipitkan  bola matanya. "Duhh, semakin cantik" gumam Ardi dalam hati.
"Apakah aku jatuh cinta?" tiba- tiba Ardi kebingungan sendiri. "Ahh, jangan..jangan.." rintihnya dalam hati.
*****
" Permisi..!" seperti biasa  Ardi menjemput Sinta ke rumahnya.
"Oh, Nak Ardi, silahkan masuk dulu, Sinta sudah dari tadi menunggu di dalam" jawab ibunya Sinta. Seorang ibu yg nampaknya begitu santun dan penuh kelembutan menjawab sapaan Ardi.
" Terima kasih, Bu..gapapa di sini aja" balas Ardi.
"Hey, sudah lamakah menunggu aku?" tanya Sinta sambil tersenyum sumringah, karena dia merasa semenjak Ardi mengantarnya ke kantor Sinta tidak kesiangan lagi. Sinta mengakui kalau tawaran Ardi sangat tepat di saat dia sangat membutuhkannya. Terbayang olehnya jika setiap hari harus kesiangan "karyawan macam apa aku ", keluh Sinta dalam hati. " Terima kasih Ardi, kamu memang baik sekali" Sinta bergumam dal hati.
"Hayo..lagi ngelamunin apa? nanti kesiangan yuukk kita cabut..! " ajak Ardi membuyarkan lamunan Sinta.
"Oke, Bos..!" seru Sinta
"Ma, aku berangkat dulu yaa.." Sinta mencium tangam mamanya.
"Hati-hati di jalan yaa...!" seru mamanya
"Saya pamit dulu" seru Ardi sambil mencium tangan mamanya Sinta
"Ya, nitip Sinta yaa, hati-hati di jalan jangan ngebut!" mamanya Sinta menasehati
" Siap, Ma..saya akan berhati-hati membawa putri cantik, mama...!" kilah Ardi sambil melempar  senyum  ke arah mamanya Sinta. Mama Sinta hanya tersenyum sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.
Avanza silver yang dikendarai Ardipun melaju dengan santai ke kantor Sinta.
****
Lima bulan sudah Sinta dan Ardi bersama, tapi tak pernah sepatah katapun dari Ardi apalagi Sinta untuk memulai pembicaraan tentang hubungan mereka. Mereka sangat berhati - hati menjaga perasaan masing-masing. Hingga pada suatu hari ketika  hujan deras mengguyur Kota Bandung, jalanan macet Ardi memberanikan diri bertanya
" Sin, kita sudah cukup lama jalan bareng, apa kamu tidak merasakan sesuatu yg aneh dari hubungan kita selama ini?" tanya Ardi
"Perasaanku biasa saja tuh " balas Sinta
"Apa kamu tidak ada yg keberatan selalu diantar aku?" lanjut Ardi
" Entahlah, aku tidak tahu"balas Sinta
"Ko, jawabnya gtu sih ??" tanya Ardi kebingungan
"Ya, aku mesti jawab apa dong, Di.."balas Sinta
"Pacar misalnya...apa kamu sudah punya pacar?" tanya Ardi penuh perasaan deg degan takut pertanyaannya membuat Sinta marah.
"Haa...haa...haa siapa yang marah??" balas Sinta sambil terbahak-bahak
Ardi semakin tidak mengerti, taoi ada sedikit lega dengan jawaban Sinta, karema yang ada di pikirannya Sinta sudah memiliki kekasih.
" Kalau begitu boleh dong aku nembak kamu?? " Ardi mencoba menggoda Sinta
"Ya, nggalah..!" balas Sinta
"Lho, kan kamu belum punya pacar?" tanya Ardi keheranan
"Ga punya pacar bukan berarti aku mau sama kamu" kata Sinta dengan senyum meledek, yang diledek semakin gemas
"Aku mau meminangmu, tuan Putri" Ardi tak kalah bergurau
"Maukah kau menjadi istriku??" gurauan Ardi semakin membuat Sinta terdiam
Sinta bingung apakah pertanyaan Ardi serius, kalau serius berarti ia sangat bahagia walau perasaanya tak bisa disembunyikan dari raut wajahnya yang memerah ketika Ardi menggodanya.
"Apa-apaan sih kamu?" Sinta mencoba memalingkan wajah merahnya karena tertangkap Ardi semakin tak bisa berbohong.
"Sinta, aku serius untuk menjadi pacarmu sekaligus suamimu, bukankah waktu 5 bulan telah cukup bagiku untuk mengenal siapa kamu?" panjang lebar Ardi mencoba menjelaskan
"Jangan sekarang, Mas..beri aku waktu untuk.menjawabnya" balas Sinta
tiba-tiba Ardi memegang tangan lembut gadis di hadapannya dan seketika Sinta terkejut, serta menciumnya dengan penuh perasaan. "Duuh, tangan yang indah..maukah kau menjadi ibu dari anak-anakku, sayang" Ardi nekat bertanya
Sinta tak bisa menyembunyikan lagi perasaan bahagiannya. Dipegang tangan oleh laki-laki segagah dan sebaik Ardi memang nyaris pingsan, untung ia masih kontrol diri. "Oke, Mas ...aku mau menerimamu" gumam Sinta lirih bahkan nyaris tidak terdengar saking malunya.
"Terima kasih, sayang.."tiba-tiba Ardi memeluk Sinta, yang dipeluk sangat kaget. Duuh..Ardi..Ardi..gumam Sinta dalam hati padahal iapun sangat senang dengan perlakuan Ardi kepadanya.
****
Hari-haripun semakin berbunga, Ardi maupun Sinta melaluinya dengan penuh kebahagiaan. Masing-masing sudah saling mengenalkan orang tuanya. Bahkan kedua belah fihak sudah tidak sabar ingin segera melihat anak-anaknya di pelaminan. "Ardi, nanti jika pernikahanmu tiba kita undang semua teman-teman mama yaa?" tanya mama
"Ya, dong ma" jawab Ardi
"Mama sudah ga sabar nih.." timpal mama
"Doakan saja semua lancar ya, Ma.." pinta Ardi
"Tentu saja sayang" balas Mama
" Apa tanggal pernikahanmu sudah deal ?" tanya mama lagi
"Insya Allah, Ma..semua sudah hampir final..tinggal membagikan surat undangan saja" jawab Ardi penuh kebahagiaan.
"Kalau begitu kita segera adakan pengajian  dulu yaa, biar semuanya dilancarkan" tanya mama lagi
"Ya, terserah mama aja yang terbaik, Ardi setuju setuju aja ma.."balas Ardi
"Ma, Ardi mau Fitting baju dulu ya sma Sinta.." kata Ardi memberitahu mamanya tentang tujuannya siang nanti bersama Sinta
"Ya, semoga dilancarkan yaa, hati-hati di jalan, sayang.."balas mama
"ya, ma" kata Ardi sambil mencium tangan mamanya untuk pamit berangkat.
****
Siang itu Sinta siap-siap untuk mengambil pesanan kartu undangannya. Hari pernikahan yang ditunggunya sangat cepat berputar. Rasanya sudah tidak sabar menunggu Ardi meminangnya dalam balutan kaun indah yang sudah dicobanya di " Risa wedding organizer " kebetulan paketan Sinta sudah sekaligus dipercayakan kepada Wendy sang empunya salon. Pokoknya Santi tidak mau cape-cape, dia serahkan semua urusan kostum, makanan, EO dll. Wendy memang cukup terkenal, saking banyaknya peminat jauh-jauh hari harus booking dulu. Bersyukur  Sinta tidak kesuliatan menghubungi Wendy karena Wendy kenal baik dengan Keluarga Ardi.Kakak perempuan Ardi juga pernah memakai jasa Wendy.
yang ada di pikirannya Sinta dan Ardi nampak bagai ratu dan raja sehari yang gagah dan cantik..puihh..bahagianya..gumam Sinta dalam hati. Bergegas Sinta melangkah kaki ke luar halaman rumah, tiba -tiba handphone berbunyi. Cepat-cepat diangkatnya takut ada klien kantor atau atasanya  Pa Johan ada keperluan
"Hallo, apakah ini dengan Sinta?" terdengar suara halus  dan lirih bertanya
"Betul, dengan siapa yaa, maaf ada yang perlu saya bantu, Mbak?" Sinta mencoba menawarkan diri.
"Begini, saya adalah Marina.." balas Marina
"Apakah kamu sudah lama kenal sama Ardi" tanya Marina
"Lumayan, Mbak..kami sudah menikah"jawab Sinta.
Tiba-tiba ada suara menangis sesenggukan. Yaa..Marina sedang menangis pikir Sinta dalam hati
"Mengapa, Mbak? apa saya salah menyampaikan hal ini?" Sinta mencoba bertanya
"Kamu tidak salah, sayalah yang salah sebenarnya saya adalah istri Mas Ardi.." Marina mencoba menjelaskan
"Maksud, mbak??" Sinta penasaran
"Baik saya akan ceritakan, begini yaa saya adalah istrinya Mas Ardi, lima tahun yang lalu saya dekat dengan Ardi, kami sama-satu kampus. Kami sudah saling mengikrarkan untuk saling merajut kasih ke pelaminan. Tapi tiba-tiba ketika kami pulang bulan madu dari Bogor mobil yang kami tumpangi  bertabrakan dan masuk ke jurang.Semua orang menyangka saya sudah meninggal karena tidak ditemukan lagi jasad saya.Hingga akhirnya saya ditemukan seseorang jauh dari kota ini." Marina panjang lebar menjelaskan
"Ohh, jadi Mbak istri Mas Ardi??' tanya Sinta dengan gemetar
" Ya, begitulah tapi Ardi dan keluarganya tidak tahu kalau saya masih hidup" jawab Marina
"Mengapa Mbak ga menghubungi Ardi?" tanya Sinta penuh kebingungan
"Saya malu, pasti Ardi sudah tidak mengenali saya lagi" jawab Marina lirih
"Mengapa? bukankah Mbak sudah sangat lama mengenal Ardi?" tanya Sinta
"Betul, kami bahkan sudah merencanakan masa depan kami, impian kami yang sangat indah, 80% wajah dan tubuh saya mengalami musibah luka bakar" jawab Marina
Sinta bingung, sedih dan kecewa  mengapa tiba-tiba masalah ini datang pada saat dirinya akan menjadi Nyonya Ardi. "Ya, Tuhan kenapa Kau timpakan masalah berat ini?" hati Sinta menangis
" Terus apa yang Mbak harapkan dari  Ardi atau saya sekarang? tanya Sinta
"Saya tidak berharap apa-apa, saya hanya ingin melihat Ardi bahagia bersama kamu itu sudah lebih dari cukup" jawab Marina
"Tapi tidak bisa, Mbak" jawab Sinta
"Mbak harus memberitahu Ardi bahwa Mbak masih hidup, Ardi harus tahu "timpal Sinta lagi.
" Mohon jangan bilang ke Ardi yaa saya masih hidup"jelas Marina.
"Terima kasih kamu sudah mau mendengar cerita saya, selamat siang" Marina mencoba menutup telponnya.
Sinta bingung entah apa yang harus dia lakukan. Sinta merasakan dunia seakan gelap...gelap sekali.
****
Percakapan di telpon dengan Marina seakan terus terngiang-ngiang.Bagaimana ia harus menyampaikan masalah ini kepada Ardi. Di ruang tamu Ardi menampakan senyum yang sumringah karena ia sangat bersemangat menyiapkan semua persiapan buat pernikahannya dengan Sinta yang hanya tinggal menghitung hari. "Hai Sinta kita jadi kan ke toko asesoris?" Ardi bertanya
"Yaa, jadi Mas.."jawab Sinta
"Kenapa wajahmu murung, apa kamu sakit?" Ardi menangkap ada sesuatu, Sinta tidak seperti biasanya murung, dia selalu melihat Sinta yang riang dan ceria. Bahkan saking senangnya kadang Sinta suka tak sadar diri mencium Ardi dan itu membuat Ardi bahagia sekali. Pun Ardi jika Sinta sedih selalu mencium kening calon istrinya itu dengan penuh kelembutan membuat Sinta merasa tenang dan damai di pelukan Ardi. Rasa kasih dan sayang yang sudah terpatri diantara mereka membuat hati mereka selalu bahagia dan nyaman satu sama lain. Apalagi sebentar lagi momen sakral mereka akan segera dilangsungkan di depan penghulu. Ikatan pernikahan suci yang telah direncanakan dengan matang berjanji sehidup semati dalam suka dan duka mereka ikrarkan di dalam hati yang paling dalam diantara sujud syukur mereka yang sudah dianugrahi rasa cinta yang luar biasa.
"Sin, hayoo dong dah siap??" tiba-tiba Ardi mengagetkan Sinta
"Iya..yaa..yu kita berangkat" jawab Sinta antara bingung, sedih dan harus bicara apa tentang Marina pada Ardi. Seperti biasa Ardi memegang erat tangan Sinta sambil meremas-remasnya seolah dia sangat puas melepaskan kerinduannya pada wanita yang sebentar lagi akan menjadi bidadari surganya. "Sinta..Sinta I love u, sayang..aku sangat bahagia sekali mendapatkanmu.."Ardi bergumam dalam hati sambil  membukakan pintu mobilnya untuk Sinta yang lebih dahulu masuk.
"Ardi, Ardi betapa bahagianya kamu, tapi tahukah kamu bahwa sebenarnya bukan aku yang harus ada di dekatmu sekarang ini" gumam Sintapun dalam hatinya.
****
Semakin dekat hari yang di tunggu-tunggu semakin cemas dan bingung yang dirasakan Sinta, apalagi Marina semakin gencar dengan kiriman ucapan selamat kepada Sinta. Sinta hanya bisa menangis membayangkan perasaan Marina di sebrang sana sehingga tak banyak yang harus dikomentari dari postingan - postingan Marina di galeri whattsAp nya. Marina hanya bisa tersenyum pilu. Semakin dekat justru semakin menyakitkan. Beda dengan Ardi yang selalu nampak ceria. Hari-hari semakin lama ditunggu semakin terasa lama. Saking ingin segera tiba hari yang membahagiakannya. Terbayang wajah Sinta yang anggun, cantik dan meneduhkan membuat Ardi tak kuat menahan rindu. Diambilnya handphonenya."Selamat siang  sayang sedang apa?" Ardi mencoba mulai menyapa Sinta
"Selamat siang juga sayang" balas Sinta
" Nanti kita makan siang dimana yaa?" tanya Ardi seperti biasa menanyakan agenda makan siang mereka.
"Terserah  Mas aja aku ngikut" balas Sinta,ada keengganannya untuk tidak bertemu Ardi siang itu padahal jika ditanya tentang makan siang biasanya Sintalah yang berinisiatif menentukan lokasinya. Untung Ardi ga menangkap keengganan di wajah Sinta karena jauh.
"Okey, aku jemput ke kantormu istirahat siang ya.." ajak Ardi
"Yaa" balas Sinta pelan bukannya semakin hari semakin bahagia yang dirasakan Sinta tapi justru semakin sedih. Dia membayangkan betapa jahatnya dia berbahagia padahal semestinya Marinalah yang bahagia saat itu. Sinta mencoba menenangkan pikirannya untuk tidak mengingat-ingat semua masalah yang tengah ia hadapi. Semakin ia ingin menjauhinya justru semakin liar bayangannya menerawang, bagaimana perasaam Marina bila melihat ia berdampingan dan memgucapkan janji suci di hadapan penghulu juga tamu-tamu. Ada ayah, ibu jg saudara-saudaranya juga keluarga Ardi. Apa yang akan terjadi bila mereka tahu bahwa Marina masih hidup. Perang batin Sinta tak pernah berhenti semakin panas dan semakin panas saja.
****
Hari yang ditunggu-tunggupun tiba
sedari dini Sinta sudah berdandan. Dengan sentuhan tata rias yang sehebat Wendy, jadilah Sinta bak putri raja. Cantiknya alami memancarkan aura dari dalam dirinya yang memang sudah cantik. Tapi hari itu tampilan kebaya putih membuat dia sendiri tidak yakin itu dirinya. "Wahh Mbak Sinta luar biasa cantiknya" puji Wendy seakan merasa takjub melihat tampilan Sinta pagi itu
"Terima kasih, Mas Wen..ini juga kan berkat sentuhan tangan Mas Wendy yang hebat" Sinta membalas pujian Wendy.
Mereka saling memuji satu sama lain karena tampilan hari itu memang sangat berbeda ada kepuasan dari keduanya tak salah pilihan Sinta juga tak salah riasan Wendy yang memang sudah sangat berbakat. Pukul 08.30 rombongan tamu baru tiba. Tampak Ardi dengan balutan beskap putih membuat kegagahannya paripurna. Semua terkesima ketika Sinta keluar dari ruangan dan Ardi menghampiri untuk disandingkan bersama. Semua mata tertuju pada mereka berdua. Banyak decak kagum melihat keserasian mereka. Yang satu cantik menawan bak putri, yang satu gagah perkasa bak raja. Hari itu adalah hari yang luar biasa bagi keluarga kedua mempelai karena merasa larut dalam bahagia yang tak terhingga. Ardi memandang Sinta tak berkedip, yang dipandang menunduk malu, suasana yang sungguh romantis.
Tak lama master ceremony  lalu membacakan satu persatu susunan acara hingga acara ijab kabulpun tiba.
Saat itu Sinta teringat Marina, apakah dia hadir di tengah hiruk pikuknya tamu undangan? dia mencuri-curi pandangan ingin menyasar seluruh sudut ruangan tapi itu sungguh sulit karena acara begitu khidmat. Saat penghulu mengucapkan "Syah"..dengan tiba-tiba Sinta berteriak " tidak...!!" "mohon jangan lanjutkan ini semua!!" "cobalah lihat di sudut sana!!" Sinta menunjuk seorang wanita dengan pakaian cadarnya, "Mari kemarilah..!!" pinta Sinta.Seorang wanita tergopoh-gopoh menyeret kakinya yang memang sangat berat untuk dilangkahkan menuju meja pelaminan. Tiba-tiba Sinta menghampiri wanita itu, dia tak lain adalah Marina wanita yang selama ini kontak WA bersamanya. Saat itu juga Sinta mengenalkan wanita itu, "hadirin sekalian wanita inilah yg seharusnya berada di samping Mas Ardi, dia Marina istrinya Mas Ardi yang telah hilang 5 tahun yang lalu"  begitu lantangnya Sinta mengenalkan jati diri wanita yang asing itu. Semua tamu sontak kaget dan panik. "Tidak mungkin!!" teriak Ardi sambil nampak panik dan kebingungan
"Tidak, Mas..ini benar Marina  istri Mas Ardi" jawab Sinta
"Pasti wanita itu ngaku-ngaku!" seseorang berteriak dengan lantang.
"Apa buktinya kamu Marina?" tiba-tiba Ardi mengajukan pertanyaan
"Inilah buktinya" kata Marina
Semua tamu tercengang ketika Marina memperlihatkan cincin manis di jarinya, sebuah cincin kawin. Sontak saja Ardi kaget. Memorinya mengingat-ingat kejadian 5 tahun yang lalu.
"Tapi mengapa kamu seperti ini?" tanya Ardi seolah tidak yakin
"Ceritanya panjang, Mas" kata Marina
Tiba-tiba secara reflek Sinta berlari meninggalkan kerumunan orang. Ardi mengejarnya dengan cepat. Tapi malang di sebrang jalan tiba-tiba sebuah mini bus tak bisa menghentikan lajunya yang sangat cepat. Seketika"braakkk!!!" tubuh langsing Sinta terlempar jauh, darah merah membajiri gaun putihnya. Seketika itu juga Sinta di bawa ke rumah sakit terdekat. Kondisi Sinta sangat memprihatinkan. Acara yang dibayangkan indah hancur sudah. Ke
dua kelurga besar tak banyak bicara atas kejadian itu. Semua seakan bingung entah apa yang harus dilakukan.
Marina merasa menyesal telah membatalkan acara sakral itu, keinginannya melihat Ardi dan Sinta bahagia malah berujung kacau, Ardi nampaknya bingung entah harus bagaimana. Dengan setia Ardi menunggu Sinta siuman, tapi sayang Sinta tak juga bangun. Tiba-tiba diraihnya handphone milik Sinta yang sejak awal kejadian berdering terus, dengan tangan bergetar Ardi membuka note
"Dear Ardi, aku benar-benar shock .
Mengapa kamu tidak memberitahu sebelumnya bahwa kamu sudah memiliki istri. Mengapa kamu seakan melupakannya. Tidakkah kamu takut semua itu sangat menyakitkan aku..
Ardi, lanjutkanlah hubungan kalian. Apapun yang terjadi, Marina adalah istrimu, dia berhak bahagia. Biarlah aku meniti hidupku sendiri, aku tahu ini sangat berat bagiku, tapi aku tak bisa memilih. Aku ingin kalian hidup bahagia. Biarkanlah cerita kita sampai  di sini. Aku yakin hidup ini penuh ujian, dan ujian terberat adalah ketika aku melepaskan orang yg aku cinta. Tapi itu akan lebih baik daripada aku menyakiti orang lain"

                                                                                    Yang pernah singgah di hatimu,
                                                                                                   Sinta Senjawinati

"Tidakk...!!" teriak Ardi, kepalamya terasa berat. Tak sanggup dia harus memikul beban ini sendiri. "Tidak..Sinta, tidak mungkin aku meninggalkanmu apalagi dalam keadaan seperti ini" Ardi mencium kening Sinta. Namun Sinta diam dalam keadaan koma. Denyut nadinya masih berdetak namun tubuhnya tak sedikitpun merespon Ardi. Entah karena lelah tiba-tiba Ardi tertidur di depan tubuh Sinta. Tangannya terkulai layu, seolah-olah dia sedang bermimpi. Dalam mimpinya Sinta benar-benar marah besar karena Ardi tidak pernah bercerita tentang masa lalunya. Berkali-kali Ardi minta maaf tapi Sinta tak mengabulkan permohonan maafnya. Sinta nampak sedih karena Ardi tidak bisa menjaga hatinya selama ini. Dia harus berjuang menerima kenyataan pahit ini. Berkali -kali Ardi menjelskan jika ini adalah kekhilafannya, tapi Sinta tetap tak bisa menerimanya. Ini adalah kecerobohan Ardi karena tidak punya keinginan untuk mencari lebih jauh keberadaan Marina, walau Ardi telah berupaya mencari tapi Sinta tidak percaya. "Mas, bangun Mas..saya mau memeriksa ibu Sinta!" tiba-tiba seorang dokter muda membangunkan Ardi, Ardipun bangun "Maaf, dok..saya ketiduran" balas Ardi. "Ga pa pa,Mas silahkan Mas istirahat dulu nampaknya Mas kelelahan" dokter menyarankan Ardi supaya istirahat. "Terima kasih, dok" balas Ardi.
Sejenak Ardi melepas lelah di ruang tunggu pasien, tapi apa yang dilihatnya...? Marina duduk tertunduk takut, Ardi bingung apa yang harus dilakukannya.  Ardi dan Marina saling diam membisu. Berjuta kalimat seakat tersekat di tenggorokan mereka. Masing asing saling menjaga diri. Entah siapa yang akan memulai pembicaraan. "Hei Marina apa kabarmu? " Akhirnya Ardi mencoba menyapa Marina. "Saya baik-baik saja, Mas.." balas Marina
"Maafkan aku tidak tahu keberaadaanmu selama ini, aku sudah mencarimu kemana-mana yapi aku tak menemukanmu" Ardi mencoba membuka pembicaraan yang lebih serius.
"Ga pa pa, Mas semua bukan salahmu. Ini adalah sebuah takdir dari cerita kita.." keluh Marina. "Aku ingin melupakan peristiwa yang telah terjadi dahulu karena itu sangat menggangguku" terang Marina. " Keadaanku sangat tidak baik, luka bakar membuat aku tidak bisa melakukan aktivitas normal, Mas.." keluh Marina. Ada perasaan sedih di hati Ardi melihat kondisi Marina, tapi ia bingung harus bagaimana. Seketika Ardi teringat masa-masa indah bersama Marina, sampai ia berani menikahinya. "Kamu adalah istriku " akhirnya Ardi mengatakan kalimat yang membuat Marina ingin menangis tapi berusaha untuk tidak meneteskan air matanya. "Jangan Mas..biarlah aku seperti ini adanya" jawab Marina sambil tak kuat menahan air matanya yang akhirnya jebol juga.
Tiba-tiba Ardi memeluknya, membuat Marina semakin sedih. Entahlah apakah Ardi harus bahagia atau sedih saat ini. Yang jelas Marina memperlihatkan poto seorang anak yang sangat tampan.
"Siapa ini? tanya Ardi
"Ini anak kita" balas Marina
"Benarkah??" Ardi tak yakin
"Yaa Mas, dalam keadaan aku sakit aku memang tengah mengandung anak kita aku mencoba mempertahankan janinku saat itu walau aku sendiri keterbatasan fisik. Alhamdulillah anak kita Dirgantara lahir dengan selamat" Marina mencoba menjelaskan. Ardi tak.kuasa menahan rasa sedih bercampur bahagia karena ia tidak menyangka selama ini ia memiliki seorang anak yang tampan yaa Tara atau Dirgantara. Ardi tak  sabar ingin melihat seperti apa wajah anaknya. Apakah seperti dirinya??
****
Seminggu sudah Sinta dirawat di rumah sakit. Dokter menyarankan untuk tetap tinggal di sana sampai luka-lukanya sembuh. Dokter Rafi seorang dokter muda yang telaten memeriksa setiap hari kondisi Sinta. Setiap hari dia mencatat dalam status medisnya  progress kesehatan Sinta. "Bagaimana kabarnya pagi ini? lebih baikkah?" seperti biasa dokter Rafi menyapa Sinta.
"Alhamdulillah, dok.." balas Sinta walau masih meringis menahan sakit di bagian kakinya yang masih sulit untuk digerakkan. "Sebaiknya istirahat aja dulu jangan banyak gerak, yaa!!" nasehat dokter Rafi

Tag : No Tag

Berita Terkait