Penulis: Dudung Nurullah Koswara
3 Tahun lalu, Dibaca : 1094 kali
Mereka Manusia, Kita?
Oleh Dudung Nurullah Koswara
(Penulis Buku Narasi Spiritual)
Melihat empat
orang terbaik di negeri ini dalam satu gambar, satu barisan dalam pemerintahan
sungguh wow! Jokowi memang Jokowow bukan Jokodok seperti yang diteriakkan
seseorang. Ia luar biasa melakukan manuver politik rekonsiliatif. Kini Prabowo
dan Sandiaga Uno dua tokoh paling berpengaruh secara politik dalam kontestasi
Pilpres tahun 2019 menjadi “pendukung” Jokowi.
Mereka bersatu
demi NKRI. Kita para pengidolanya pun harus bersatu. Dalam kontestasi Pilpres
tahun 2019 rakyat kita terbelah ke dalam dua pilihan yakni “otak” 01 dan 02.
Kita rakyat Indonesia saat itu memilih satu pasangan memimpin negeri ini.
Faktanya kini dua pilihan itu bersama, seirama memimpin negeri ini.
Sungguh wajar
dan manusiawi bila kita rakyat Indonesia punya pilihan politik yang tidak sama.
Sungguh wajar pula bila kita saatnya mengakhiri mental “oposisi” ekstrem. Dua
pasangan idola rakyat kita sudah bersama. Kita? Bila rakyat Indonesia membaca
“kode keras” Jokowi dengan hadirnya Prabowo dan Sandiaga Uno di pemerintahan
akan lebih baik.
Bila
terus-terusan menghujat pemerintah, menganggap Thogut dan sebutan buruk
lainnya, sungguh benar kata Rhoma Irama,
“Terlalu”. Prabowo dan Sandiaga Uno memang manusia pilihan. Ia bertindak
ksatria. Menerima kekalahan politik dan mendukung pasangan Capres yang unggul.
Kesejatian kemanusiaan Prabowo dan Sandiaga Uno teruji. Kita?
Kalau kita
sebagai pendukung Jokowi masih bermental Pleciden dan pendukung Prabowo
bermental Jokodok, sungguh terlalu. Bila mereka---Jokowi, Ma’ruf, Parabowo, dan Sandi---sudah “berpelukan”,
mengapa kita masih nyinyir anyir dan memelintir berbagai hal? Mereka manusia, kita?
Bisa jadi kita manusia secara fisik tapi secara mental adalah Kadrun dan
Cebong.
Allah memberikan
perbedaan, warna dan segala ketidaksamaan agar kita lebih menguatkan ketauhidan
kita. Ungkapan bijak mengatakan, “Pasangan terbaik adalah pasangan
terbalik/berbeda”. Kerja sama terbaik
adalah dengan orang yang berbeda. Pernikahan itu terjadi romantik dan mesra penuh
cinta karena dua orang berdeda (pria dan wanita).
Hari itu adalah
paduan dua waktu berbeda yakni siang dan malam. Tuhan menciptakan segala
sesuatu dua atau berpasangan. Ada langit, ada bumi. Ada matahari, ada bulan.
Ada pria, ada wanita. Ada Syeitan, ada Malaikat. Ada benda padat ada benda
cair. Ada dunia, ada akhirat. Tuhan menciptakan
segala sesuatu mendua, mengapa? Prof. Dr. Abdul Majid mengatakan ada
pesan “ke-Esaan” dalam penciptaan yang “mendua”. Tuhan memberi “kode keras”
hanya aku yang tunggal, lainnya tidak!
Kembali pada
kode keras rekonsiliasi politik saat ini. Kita sebagai manusia biasa harus
mengakui keunggulan manuver politik Jokowi. Ia ciptaan Tuhan, Ia manusia dan Ia
seorang Presiden yang identik dengan simbol negara. Ia wajah kehormatan bangsa
Indonesia secara politik dunia. Ia dengan segala kekurangannya sebagai manusia
biasa sungguh luar biasa.
Pertengkaran,
hujatan dan kata-kata buruk itu datangnya dari Syeitan. Persahabatan,
rekonsiliasi itu datangnya dari kewarasan. Politik dipersepsi publik kotor,
jahat, kongkalingkong bangkong, loncat sana, loncat sini. Politik adalah seni.
Seni memimpin dan “memadukan” aspirasi manusia menjadi sebuah kesepakatan
bersama menuju kesejahteraan bersama.
Untuk menguji
kita ini manusia atau bukan, kadrun atau
cebong abadi, maka kita mendukung tidak pada pemerintah saat ini. Bila ikut
mendukung dan tetap kritis humanis maka kita baik-baik saja. Bila tetap
bermental “Jokodok” maka kita masih level kodok, cebong, dan kadrun. Saya bukan pengagum buta Jokowi tapi Saya kagum
pada “design” yang menciptakan-Nya.
Satu momentum unik
terjadi saat Jokowi dan keluarga masuk ke Ka’bah dikawal pemerintah Arab Saudi.
Ka’bah adalah bangunan suci. Hanya orang terpilih yang bisa memasukinya. Mari
kita berubah, move on, move up, dan movement lebih konstruktif. Hidup hanya
sesaat. Sekecil apapun kebencian adalah tak sehat. Sekecil apapun pikiran
positif, rekonsiliatif, dan mental
kolaboratif adalah penting!
Ada ungkapan
indah yang mengatakan, “Shalatlah sebelum kita dishalatkan”. Ada ungkapan lebih
indah lagi dari seorang yang memahami substansi shalat. Ia mengatakan
“Shalatlah di luar shalat”. Sebelum kita
wafat, shalatlah. Sesudah kita shalat, sahalatlah dalam perbuatan. Jauhi hal keji dan munkar, termasuk keji dan
munkar dalam diskursus politik. Apakah kita sudah shalat sebenar-benarnya
shalat?
Dalam shalat
jumlah terbatas saja kita punya imam, mengikuti imam. Apalagi dalam shalat di
luar shalat dalam bentuk akhlak bernegara kita harus mengikuti imam. Imam besar
politik yang sah, Presiden Republik Indonesia. Gambarnya pun ada di seluruh
ruang kelas sekolahan dan diakui seluruh negara di dunia. Saatnya waras!
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer