Loading

Bias Politik – Teman Ruang Digital


Penulis: Anwar S
1 Tahun lalu, Dibaca : 1220 kali


Anwar S

Oleh Anwar S

 

Opini atau berita di ruang digital saat ini amat mudah dipercaya bila diterima dari sirkulasi pertemanan terdekat seperti saudara, bapak, ibu, paman, teman bermain. Dengan melihat bahwa konten ruang digital tidak bebas kepentingan, maka kita juga perlu melihat telaah ruang digital dari sudut pandang politik dan pertemanan.

Politik secara umum dipahami sebagai merupakan kegiatan dalam suatu sistem komunitas/masyarakat, menyangkut proses menetapkan tujuan dan melaksanakan kerja-kerja mencapai tujuan, agar semua masyarakat bahagia. Aristoteles dan plato memberikan gambaran tentang politik sebagai usaha  warga negara/masyarakat untuk mewujudkan kebaikan bersama. Kemudian Politik adalah suatu Tindakan kebaikan untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang bahagia, maka ketika setiap individu yang berpolitik termasuk  dalam upaya mewujudkan en dam onia (kebahagian hidup). Pergeseran makna politik saat ini terjadi karena dalam implementasinya dalam mewujudkan tujuan politik tersebut, berbagai cara ditempuh oleh invidu atau kelompok.

Berbeda dengan pemahaman politik, pengertian awal pertemanan adalah bermula dari individu sebagai makhluk sosial, dimana senantiasa ada kebutuhan interaksi dengan individu lain, berkomunikasi, berbagi cerita, perasaan, opini maupun pengalaman. Individu terlahir senantiasa terikat dengan individu lain-ibu, hingga sejak lahir setiap individu memiliki keinginan membangun dan menjaga hubungan dengan individu lainnya. Dalam pemahaman ini pertemanan terbentuk karena interaksi berbagi cerita, hadinya perasaan atau perilaku sama/sejenis antara satu orang dengan individu lainnya.  Hubungan pertemanan ini kemudian lahir juga semangat kerelaan, interaksi timbal balik, kesetaraan hingga kesamaan nasib. Lantas tidak mengherankan antar individu  akan terjalin hubungan untuk mengakui dan memperlakukan antar satu dengan lain juga memberi perlakuan yang sama atau setara. Konteks unik kemudian terbentuk dalam interaksi ini, dimana individu kemudian menjalani proses pertentangan konflik, kompromi bersama melalui negoisasi, hingga membentuk perspektif simpati - empati serta memenuhi kebutuhan sosial dalam menjalani jalinan persahahabatan-keintiman.

Rasa terasing muncul ketika seorang individu tidak dapat membentuk pertemanan, Pembentukan pertemanan memiliki fungsi penting bagi individu karena merupakan sumber dukungan sosial dan emosional, bagian dari proses untuk dapat melompati halangan dan menghadapi tekanan psikis dalam kehidupannya. Afeksi merupakan pondasi kuat untuk terbentuknya sebuah hubungan pertemanan, sebuah kesamaan dan keinginan untuk bersahabat. Melalui afeksi, dapat kita pahami bahwa proses pertemanan memiliki beberapa prasyarat utama: pertama, individu harus memiliki satu persamaan perasaaan, kegembiraan, prilaku juga keinginan untuk bersama. Kedua, seorang teman harus memiliki interaksi yang terbentuk dari interkasi berbagai cerita, opini, pengalaman. Ketiga pertemanan dapat dibentuk menjadi sebuah hubungan keintiman, disaat seorang teman dapat terbuka dan merespon satu sama lain karena memiliki pemahaman yang sama.

Politik dan teman tentu dua hal saling mempengaruhi, baik “politik dalam berteman maupun pertemanan dalam politik(Irma Ade, 2019). “Politik dalam berteman dijalani otomatis setiap individu saat menjalin hubungan pertemanan, tak kala setiap individu yang memutuskan berteman memiliki tujuan berhubungan yang jelas.  Sisi lain pertemanan dalam berpolitik dapat dipahami sebagai upaya konstruktif mewujudkan tujuan politik yang dilakukan melalui sebuah koalisi. Kedua hal di atas tentu saja memiliki perbedaan, koalisi atau pertemanan dalam politik hanya mengenal istilah teman atau musuh, sekarang teman, esok bisa musuh, namun dalam konteks “politik dalam berteman justru dapat mempererat pertemanan karena hubungan tersebut memiliki tujuan untuk berhubungan yang sama, dimana pertemanan memiliki dinamika interaksi sendiri. Proses pertemanan yang terbentuk di media sosial tidak selalu memiliki kesamaan, karena interaksi di media sosial tidak harus menghabiskan waktu bersama dan tidak selalu intim. Hal yang menjadikan dasar betapa mudahnya benih perpecahan muncul di media sosial.

Proses politik pertemanan juga dapat kita dekaiti dengan pemahaman penetrasi sosial Pendekatan penetrasi sosial diilustrasikan sebagai upaya menganalisa sebuah hubungan pertemanan (Carpenter & Greene, 2016). Teori ini merujuk atas ikatan hubungan antar individu dalam hubungan, komunikasi membangun keintiman dengan cara bergerak dari komunikasi superfisial menuju komunikasi intim. Intim yang dimaksud dalam teori ini tidak hanya keintiman fisik tapi juga keintiman secara intelektual dan emosional. Dalam pendekatan penetrasi sosial, seorang individu bergerak dari tidak dekat menjadi intim dikarenakan:

1.                      Proses membangun hubungan secara bertahap dan dapat diukur mengalami   dengan kedekatan dari tidak intim jadi intim

2.                      Membangun keintiman adalah kegiatan sistematis dan dapat diprediksi, dalam membangun keintiman dapat terjadi depenetrasi maupun dissolusi.

3.                      Keterbukaan diri adalah inti berkembangnya hubungan dalam proses membangun keintiman.

Fenomena digitalisasi demokrasi tidak dapat dihindarkan. Fenomena untuk saling serang akan terus berlanjut menyebar, terbiasa, dan tumbuh agresif dibandingkan dengan abad sebelumnya. Sayangnya Demokrasi di era digital tidak mendorong terbentuknya dialog dalam komunikasi politik, sehingga kemudian dirasakan perlu adanya upaya mengembalikan marwah demokrasi ke tempatnya.

Merujuk filsafat Tindakan, politik juga dapat dipahami sebagai proses di luar manusia (Indah, 2015), “Politik berlangsung di antara manusia-manusia maka politik berada di luar manusia.” Oleh karena kegiatan maupun proses politik berada di luar diri manusia, maka komunikasi menjadi penting. Melalui komunikasi individu dapat memahami yang individu lain sehingga terjadi ‘peleburan’, tantangan hari ini dalam komunikasi di media digital ialah tidak menciptakan peleburan, justru malah menguatkan perbedaan. Fenomena politik hari ini dalam konteks media sosial Indonesia bukanlah kebersamaan dan saling respek antar yang berbeda, tapi upaya pemecah-belah dan sarana penguat perbedaan. Sebuah Situasi yang ironis. Lalu dalam garis demarkasi komunikasi politik media sosial hari ini, komunikasi politik makin mempertegas antara “saya, kamu, “kita, maupun mereka”.

Kuatnya perbedaan “saya, kamu, kita dan mereka” juga disertai hilangnya tanggung jawab. Ruang online membuat individu tidak terlihat secara fisik. Dimana dengan Tidak hadirnya individu secara nyata justru menghilangkan ketakutan akan tanggung jawab. Dalam aspek keterhubungan, Media digital memungkinkan Individu membentuk

Tag : No Tag

Berita Terkait