Penulis: Anwar S
2 Tahun lalu, Dibaca : 1359 kali
Oleh Anwar S
Opini
atau berita di ruang digital saat ini amat mudah dipercaya bila diterima dari
sirkulasi pertemanan terdekat seperti saudara, bapak, ibu, paman, teman bermain.
Dengan melihat bahwa konten ruang digital tidak bebas kepentingan, maka kita
juga perlu melihat telaah ruang digital dari sudut pandang politik dan
pertemanan.
Politik secara
umum dipahami sebagai merupakan kegiatan dalam suatu sistem komunitas/masyarakat, menyangkut proses menetapkan tujuan dan melaksanakan kerja-kerja mencapai tujuan, agar
semua masyarakat bahagia. Aristoteles dan
plato memberikan
gambaran tentang politik sebagai usaha
warga negara/masyarakat untuk mewujudkan kebaikan bersama. Kemudian Politik adalah suatu Tindakan
kebaikan untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang bahagia,
maka ketika setiap individu yang berpolitik termasuk dalam upaya mewujudkan en dam onia (kebahagian hidup). Pergeseran
makna politik saat ini terjadi karena dalam implementasinya dalam mewujudkan
tujuan politik tersebut, berbagai cara ditempuh oleh invidu atau kelompok.
Berbeda
dengan pemahaman politik, pengertian awal pertemanan adalah
bermula dari individu sebagai makhluk sosial, dimana senantiasa
ada kebutuhan interaksi dengan individu lain, berkomunikasi, berbagi cerita, perasaan, opini maupun pengalaman. Individu
terlahir senantiasa terikat dengan individu lain-ibu, hingga sejak lahir setiap individu memiliki
keinginan membangun dan menjaga hubungan
dengan individu lainnya. Dalam pemahaman ini pertemanan terbentuk karena interaksi berbagi cerita, hadinya
perasaan atau
perilaku sama/sejenis antara satu orang dengan individu lainnya. Hubungan pertemanan ini kemudian lahir juga semangat
kerelaan, interaksi timbal balik, kesetaraan hingga kesamaan nasib. Lantas
tidak mengherankan antar individu akan terjalin hubungan untuk
mengakui dan
memperlakukan antar satu dengan lain juga
memberi perlakuan yang
sama atau setara. Konteks
unik kemudian terbentuk dalam interaksi ini, dimana individu kemudian menjalani
proses pertentangan konflik, kompromi bersama melalui negoisasi, hingga membentuk perspektif
simpati - empati serta memenuhi kebutuhan sosial dalam
menjalani jalinan persahahabatan-keintiman.
Rasa
terasing muncul ketika seorang individu tidak dapat membentuk pertemanan,
Pembentukan pertemanan memiliki fungsi penting bagi
individu karena merupakan sumber dukungan sosial dan emosional, bagian dari proses untuk dapat melompati halangan dan menghadapi tekanan psikis dalam kehidupannya. Afeksi merupakan pondasi kuat untuk terbentuknya sebuah hubungan pertemanan, sebuah kesamaan dan keinginan untuk bersahabat. Melalui afeksi, dapat kita pahami
bahwa proses
pertemanan memiliki beberapa prasyarat utama: pertama, individu harus memiliki satu persamaan perasaaan, kegembiraan, prilaku
juga keinginan untuk bersama. Kedua, seorang teman harus memiliki interaksi yang
terbentuk dari interkasi berbagai cerita, opini, pengalaman. Ketiga pertemanan dapat
dibentuk menjadi sebuah hubungan keintiman, disaat
seorang teman dapat terbuka dan merespon satu sama lain karena memiliki
pemahaman yang sama.
Politik dan teman tentu dua hal saling mempengaruhi, baik “politik dalam berteman” maupun “pertemanan dalam politik”(Irma Ade, 2019). “Politik dalam berteman” dijalani otomatis setiap individu saat menjalin hubungan pertemanan, tak kala setiap individu yang memutuskan berteman memiliki tujuan
berhubungan yang jelas. Sisi
lain “pertemanan dalam berpolitik” dapat dipahami
sebagai upaya konstruktif mewujudkan tujuan politik
yang dilakukan melalui sebuah koalisi. Kedua hal di atas tentu saja memiliki perbedaan, koalisi
atau pertemanan dalam politik hanya mengenal istilah teman atau musuh, sekarang
teman, esok bisa musuh, namun dalam konteks
“politik dalam berteman” justru dapat mempererat pertemanan karena hubungan tersebut memiliki
tujuan untuk berhubungan yang sama, dimana pertemanan memiliki dinamika interaksi sendiri.
Proses
pertemanan yang terbentuk di media sosial tidak selalu memiliki kesamaan, karena interaksi di media sosial tidak harus menghabiskan waktu bersama
dan tidak selalu intim. Hal yang menjadikan dasar betapa mudahnya benih perpecahan muncul di media sosial.
Proses
politik pertemanan juga dapat kita dekaiti dengan pemahaman penetrasi sosial Pendekatan penetrasi sosial
diilustrasikan sebagai upaya menganalisa sebuah hubungan pertemanan (Carpenter
& Greene, 2016). Teori ini merujuk atas ikatan hubungan antar individu dalam hubungan, komunikasi membangun keintiman dengan cara bergerak dari komunikasi superfisial
menuju komunikasi intim. Intim yang dimaksud dalam teori ini tidak hanya
keintiman fisik tapi juga keintiman secara intelektual dan emosional. Dalam pendekatan penetrasi sosial, seorang individu
bergerak dari tidak dekat menjadi intim dikarenakan:
1. Proses
membangun hubungan secara bertahap dan dapat diukur mengalami dengan kedekatan dari tidak intim jadi intim
2. Membangun
keintiman adalah kegiatan sistematis dan dapat diprediksi, dalam membangun
keintiman dapat terjadi depenetrasi maupun dissolusi.
3. Keterbukaan
diri adalah inti berkembangnya hubungan dalam proses membangun keintiman.
Fenomena
digitalisasi
demokrasi tidak dapat dihindarkan. Fenomena untuk
saling serang akan terus berlanjut menyebar, terbiasa, dan tumbuh agresif dibandingkan dengan abad sebelumnya. Sayangnya Demokrasi di era
digital tidak mendorong terbentuknya dialog dalam komunikasi politik, sehingga kemudian
dirasakan perlu adanya upaya mengembalikan marwah
demokrasi ke tempatnya.
Merujuk filsafat Tindakan, politik juga dapat dipahami sebagai proses di luar manusia (Indah,
2015), “Politik berlangsung di antara
manusia-manusia maka politik berada di luar manusia.” Oleh karena kegiatan maupun proses politik berada
di luar diri manusia, maka komunikasi menjadi penting. Melalui komunikasi
individu dapat memahami yang individu lain sehingga terjadi ‘peleburan’, tantangan hari ini dalam komunikasi di media digital ialah
tidak menciptakan
peleburan, justru malah menguatkan perbedaan. Fenomena politik
hari ini dalam
konteks media sosial Indonesia bukanlah kebersamaan dan
saling respek antar yang berbeda, tapi upaya
pemecah-belah
dan sarana penguat perbedaan. Sebuah Situasi yang ironis. Lalu
dalam garis
demarkasi komunikasi politik media sosial hari
ini, komunikasi politik makin mempertegas antara “saya,
kamu, “kita, maupun mereka”.
Kuatnya
perbedaan “saya, kamu, kita dan mereka” juga disertai hilangnya tanggung jawab.
Ruang online
membuat individu tidak terlihat secara fisik. Dimana dengan Tidak hadirnya individu secara nyata justru menghilangkan ketakutan akan tanggung
jawab. Dalam aspek keterhubungan, Media digital memungkinkan Individu membentuk
Tag :
No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer