Penulis: Mansurya Manik
3 Tahun lalu, Dibaca : 1643 kali
Oleh Mansurya Manik *)
Guliran wacana jabatan presiden dan wakil presiden
dapat dipilih kembali tiga periode semakin menggema di lembaga Majelis
Permusyawaratan Rakyat maupun Dewan Perrwakilan Rakyat periode 2019-2024. Tes
ombak dilakukan untuk mengetahui respons masyarakat, menguji tingkat penolakan dan penerimaan
masyarakat terhadap wacana tersebut. Berjuta dalil dan argumentasi akan
disampaikan para pengusung wacana jabatan presiden tiga periode agar hasrat
mereka dapat disahkan secara konstitusi. Wacana ini mulanya digulirkan oleh
Ruhut Sitompul ketika masih menjadi kader Partai Demokrat pada tahun 2010,
kemudian dikembangkan oleh kader Partai Nasdem Jhoni G Plate di tahun 2019 dan disambut oleh Ketua DPR RI
periode 2019-2024 kader PDIP Puan
Maharani Nakshatra Kusyala Devi di akhir tahun 2020.
Berkenaan dengan periode jabatan presiden,
Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen menyebutkan masa jabatan presiden
dan wakil presiden yaitu selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
Philosophischegronsdlag pada pasal
tersebut dapat kita lihat pada pidato Bung Karno di sidang Dokuritu Zyunbi
Tyoosakai”……pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya:
apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk
sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia merdeka yang namanya saja Indonesia
merdeka, tetapi sebenarnya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi
kekuasaan pada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu
golongan bangsawan? Apakah maksud kita begitu? Tentu saja tidak..!” karena itulah maka presiden Indonesia harus dipilih.
Walaupun akhirnya Bung Karno pernah terjebak pada puja puji dan tidak konsisten
pada prinsipnya sendiri. Bung Karno berdiam diri ketika dirinya diangkat
menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup sebagaimana ketetepan MPRS
Nomor III/MPRS/1963. Pada masa Soeharto berkuasa, kalimat “dan sesudahnya dapat
dipilih kembali” dijadikan dasar untuk terus menurus menjadikannya sebagai
presiden. Pada masa Soeharto berkuasa pemilihan presiden lima tahunan hanya “administrative procedural” untuk
legetimasi bahwa ada aktivitas demokrasi di Indonesia.
Bercermin dari peristiwa masa lalu maka pada masa
reformasi diamandemenlah pasal tentang masa jabatan presiden dari; “Presiden dan Wakil Presiden memegang
jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali” diubah
menjadi “Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya
untuk satu kali masa jabatan”.
Bergulirnya wacana jabatan presiden dapat dipilih
untuk tiga kali masa jabatan menunjukkan ada kepentingan pribadi dan golongan yang sangat menonjol.
Para punakawan yang selama ini mendapatkan manfaat dari kedekatan terhadap
kekuasaan tidak ingin hajatnya terganggu, pergantian kekuasaan berarti
mengganggu stabilitas ekonomi dan jaringan kekuasaan yang sudah dinikmati.
Demokrasi kembali menjadi demokrasi “administrative
procedural”. Simaklah tulisan Bung Hatta tentang “Demokrasi Kita” dalam
bagian tulisannya disebutkan:
“bagi beberapa
golongan menjadi partai pemerintah berarti membagi rezeki. Golongan sendiri
dikemukakan, masyarakat dilupakan, seorang menteri memperoleh tugas dari
partainya untuk melakukan tindakan-tindakan yang memberi keuntungan bagi
partainya. Seorang menteri perekonomian misalnya menjalankan tugasnya itu
dengan memberikan lisensi dengan bayaran yang tertentu untuk kas partainya.
Atau dalam pembagian lisensi itu kepada pedagang importir atau ex-portir orang
yang separtai dengan dia didahulukannya. Keperluan uang untuk pemilihan umum
menjadi sebab kecurangan itu Partai yang pada hakekatnya alat untuk menyusun
pendapat umum secara teratur, agar supaya rakyat belajar merasa tanggung
jawabnya sebagai pemangku negara dan anggota masyarakat, partai itu dijadikan
tujuan dan negara menyadi alatnya”. Tertangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan Edy Prabowo dari Partai
Gerindra dan Menteri Sosial Juliari Batubara dari Partai PDI Perjuangan
membenarkan pernyataan Bung Hatta. Bau anyir yang sangat menyengat atas
perilaku busuk para bangsawan politik tercium sangat jelas. Tidak ada
manfaatnya bagi masyarakat banyak atas perubahan konstitusi masa jabatan
presiden dapat dipilih kembali untuk tiga kali masa jabatan selanjutnya.
Memperpanjang masa jabatan presiden yang awalnya sudah
disepakati harus dibatasi karena menjaga dari penyalahgunaan kekuasaan
merupakan perampasan atas hak rakyat untuk segera memilih pemimpin yang dirasa
tidak menjalankan amanah penderitaan rakyat. Perampasan hak rakyat untuk
kepentingan pribadi dan golongan yang paling berbahaya adalah perampasan yang
dilakukan atas nama konstitusi. Jika dahulu Soeharto pernah melakukan kudeta
merangkak terhadap Bung Karno, hari ini sepertinya para bangsawan politik akan
melakukan kudeta konstitusional terhadap Rakyat Indonesia.
Bandung, 20 Desember 2020.
# Pegiat Pendidikan*)
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer