Loading

MENGKRITISI KABINET INDONESIA MAJU


Dr. H. Deden Ramdan MSi.
4 Tahun lalu, Dibaca : 1047 kali


Oleh Dr. H. Deden Ramdan MSi.

(Wakil Rektor III Unpas dan Komda Priangan Kulon Paguyuban Pasundan)

 

Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah mengumumkan susunan kabinet mereka untuk pemerintahan periode 2019-2024. Kabinet periode kedua ini berisi 34 menteri dan 4 jabatan setingkat menteri, yang terdiri atas 16 orang berlatar partai politik (parpol), 18 orang berlatar non-parpol dan 12 posisi wakil menteri. Terdapat pula enam menteri yang berlatar belakang militer dalam kabinet ini.

Sinyal yang ditunjukkan presiden Jokowi dalam penyusunan menteri kabinet cukup kuat. Dengan latar belakang orang-orang yang ditempatkan tentu ada alasan kuat yang menyertainya baik dari sisi ekonomi maupun politik. Kedua motif ini memang disasar presiden Jokowi. Melihat kondisi global dan Indonesia, motif politik itu bisa diartikan sebagai upaya penyatuan kekuatan politik di Indonesia. Khususnya yang begitu menguat pada Pilpres lalu. Itu benar-benar terlihat dari Jokowi yang menempatkan Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri, Prabowo Subianto pada posisi Menteri Pertahanan, Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan dan sejumlah nama lainnya.

Di sisi lain pemberian jabatan kepada partai pendukung, dan, secara mengejutkan, pada lawan politiknya Prabowo Subianto dari Partai Gerindra, presiden Jokowi tampaknya hendak mengonsolidasikan kekuatan politik dalam periode pemerintahan kedua ini. Presiden Jokowi tampaknya ingin menunjukkan sinyal bahwa dia menyerap masukan berbagai pihak. Tentu ada yang merasa tidak diuntungkan dalam situasi ini. Tentu saja ini perspektif pemerintah, yang belum tentu juga menguntungkan masyarakat tapi untuk kepentingan yang lebih luas sehingga menghindari paradigma kami dan mereka.

Pemilihan Prabowo pada satu sisi dapat mendinginkan keterbelahan politik masyarakat yang terjadi sejak tahun 2014. Namun, pada sisi lain kehadiran Prabowo dan partainya menunjukkan sedikit pihak yang berseberangan (oposisi) yang dapat mempertanyakan dan memeriksa kebijakan pemerintahan Jokowi. Konsolidasi tokoh elite baik pejabat di legislatif maupun eksekutif dalam pemerintahan Jokowi sangat tinggi karena diasumsikan mereka telah bersatu dalam gerbong yang sama.

Dengan bergabungnya Gerindra, maka komposisi dukungan kursi legislatif untuk pemerintahan Jokowi adalah sebanyak 427 kursi dari total 575 kursi. Berdasarkan jumlah ini, kebijakan-kebijakan yang akan dihasilkan bisa jadi tidak mendapatkan masukan dan kritik yang memadai dari internal parlemen. Dari data tersebut, bisa menunjukkan bahwa presiden Jokowi kali ini sepertinya sungguh mengutamakan stabilitas politik di atas penguatan kelembagaan dan supremasi hukum.

Kedua hal tersebut merupakan pondasi bagi tercapainya tujuan negara sebagaimana tercermin dalam Pembukaan UUD 1945, misalnya melindungi segenap bangsa Indonesia dan menciptakan keadilan sosial. Dua hal ini tidak membutuhkan sumber daya fiskal yang besar.

Salah satu prioritas utama Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) & Ma’ruf Amin adalah mengarahkan bahwa pemerintahan lima tahun ke depan adalah berusaha mendorong terciptanya lapangan pekerjaan serta menyederhanakan regulasi dan birokrasi mulai dari UU, peraturan presiden, peraturan gubernur, hingga peraturan daerah. Hal ini menyebabkan aturan-aturan menjadi tumpang tindih.

Dengan demikian dapat dibaca dalam kabinet ini Jokowi mencoba mengakumulasi kekuatan politik sebesar mungkin. Sebuah langkah yang sangat mencerminkan model kekuasaan Jawa, dengan berusaha mewujudkan harmoni dan keseimbangan atas nama rekonsiliasi nasional dan menghindari disintegrasi dan polarisasi politik.

Dari sisi kebijakan ekonomi, tidak banyak berubah. Karena posisi Menteri Keuangan masih dipercayakan kepada Sri Mulyani. Sejumlah nama baru masuk dalam susunan kabinet. Yang paling disorot adalah sejumlah tokoh muda. Seperti Nadiem Makarim pada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Wishnutama sebagai Menteri Pariwisata serta lainnya. Presiden Jokowi sepertinya memang menginginkan menteri yang kreatif dan inovatif. Jadi itu memang yang ditangkap Presiden Jokowi, bahwa dia ingin orang yang cepat, kreatif dan inovatif yang bisa mendongkrak investasi di Indonesia untuk devisa negara dalam kerangka penguatan postur APBN.

Meskipun begitu belum tentu semuanya bisa diterima publik. Masih butuh pembuktian nyata bagi para menteri dalam sisi kinerjanya. Kehadiran kalangan profesional juga sepertinya untuk mendukung efektivitas pemerintahan dalam pembangunan ekonomi, dan untuk menghindari konflik kepentingan antarparpol.

Permasalahan tentang pemberantasan korupsi secara tuntas, kebakaran hutan yang berskala nasional, serta penuntasan kasus HAM agaknya tidak begitu disorot secara fokus dalam pidato resmi presiden dan wapres setelah dilantik. Selain permasalahan di atas penulis menganalisis  ada beberapa agenda yang harus diselesaikan pemerintahan. Pertama pembenahan sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) terutama pada aspek perbaikan sistem dan pelayanan kesehatan peserta BPJS.

Kedua, sektor kemandirian ekonomi dengan mengerem bahkan menyetop laju hutang negara untuk kemudian melunasinya, mewujudkan kedaulatan pangan, serta menumbuhkan ekonomi kreatif sehingga dengan postur kabinet .diharapkan menteri-menteri yang berlatar belakang beragam dari partai politik bisa bahu membahu menyelesaikan permasalahan nasional yang kompleks ini, artinya negara ini tidak bisa dikelola sendiri dan butuh peran serta semua pihak, termasuk yang mengawasi dan mengoreksi secara kritis dan konstruktif.

Dengan demikian dalam memahami Kabinet Indonesia Maju ini presiden Jokowi Ma’ruf sedang berusaha untuk mewujudkan ekspektasi publik tentang prinsip kesamaan politik serta diselenggarakan dalam suasana di mana kebebasan  politik terjadi, tapi pada saat yang sama ada hak-hak prerogatif presiden yang digunakan secara proporsional selaras dengan statement Charles Costello (1998) bahwa dalam konteks politik kontemporer, demokrasi merupakan suatu sistem sosial serta politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi oleh hukum serta kebiasaan dalam melindungi hak-hak individu warga negara, dan pada saat yang sama terdapat pengakuan terhadap kehendak rakyat yang dijadikan sebagai landasan dalam legitimasi serta kewenangan pemerintahan (kedaulatan rakyat).

Kehendak tersebut nantinya akan dituangkan dalam suatu iklim politik terbuka, yaitu dengan melaksanakan pemilihan umum yang diadakan secara bebas dan berkala. Tiap-tiap warga negara memiliki hak untuk memilih pihak-pihak yang akan memerintah. Pemerintahan ini menghadapi globalisasi dengan tantangan yang tidak ringan dan itu harus bersama-sama dihadapi oleh berbagai elemen negara dan kelompok masyarakat untuk menemukan dan menjalankan solusinya, di mana rakyat telah memiliki keyakinan bahwa segala kehendak serta kepentingan mereka akan selalu diperhatikan oleh pemerintahan Jokowi Ma’ruf dalam Kabinet Indonesia Maju ini, semoga.

 

Tag : No Tag

Berita Terkait