Dr Dian Peniasiani MEd
4 Tahun lalu, Dibaca : 3156 kali
Oleh Dr Dian
Peniasiani MEd
(Pengawas SMA
Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 7/Komunitas Cinta Indonesia-KACI #PASTI BISA#)
Berbicara
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) bisa jadi merupakan pembicaraan yang tidak
akan ada habis-habisnya. Kompleks, banyak terkait dengan berbagai aspek baik
data kesiswaan, data kependudukan, data tingkat ekonomi sosial, dan data
prestasi baik akademik maupun non akademik, sehingga melibatkan berbagai
lembaga kedinasan untuk akurasi data. Banyak masyarakat berkepentingan, dari
berbagai kalangan baik eksekutif, legislatif, yudikatif, pengusaha, aparat kependudukan,
organisasi masyarakat hingga masyarakat umum, kadang bukan orang tua calon
peserta didik pun hampir semua jadi sibuk saat PPDB. Luar biasa… dari tahun ke
tahun tidak pernah berubah kondisi ini, yang berubah adalah kebijakan
pemerintah, dalam hal ini kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang
akan berimbas pada peraturan di tingkat pemerintah daerah dan substansi petunjuk
teknisnya.
Perubahan bukanlah
hal yang mudah untuk diterapkan, perlu suatu manajemen perubahan yang baik
sehingga tujuan PPDB dapat diwujudkan. Kita pahami dinamika kebijakan sangat
tergantung kepada dinamisnya berbagai kondisi yang harus direspon pendidikan,
karena pendidikan akan berimbas pada kualitas sumber daya manusia yang akan
menghadapi tantangan dan peluang dalam kehidupan.
Pendidikan harus
mampu mempersiapkan generasi bangsa agar dapat berperan dalam menentukan kualitas
dan kemajuan suatu bangsa.
Menyusun regulasi
PPDB bukanlah hal mudah, pro dan kontra dari berbagai kalangan dapat terjadi
karena perbedaan sudut pandang dan perbedaan pemahaman regulasi yang menjadi
dasar hukumnya atau bisa jadi perbedaan kepentingan masyarakat. Pada tahun 2020
ini sudah beredar Surat Edaran Nomor I Tahun 2020 Tentang Kebijakan Merdeka
Belajar dalam Penentuan Kelulusan Peserta Didik dan Pelaksanaan Penerimaan
Peserta Didik Baru Tahun Ajaran 2020/2021, dan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020
tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease
(Covid-19) yang memberikan arahan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik
Baru.
Dalam SE Mendikbud
No.1 tahun 2020 bagian 2 huruf c. dinyatakan “Pemerintah Daerah tidak menggunakan
nilai ujian nasional dan/atau nilai ujian lainnya dalam pelaksanaan PPDB jalur
zonasi dan jalur afirmasi “dan bagian 5 huruf b menyatakan bahwa PPDB pada
Jalur Prestasi dilaksanakan berdasarkan akumulasi nilai rapor ditentukan
berdasarkan nilai lima semester terakhir; dan/atau prestasi akademik dan
non-akademik di luar rapor sekolah;
Pada Surat Edaran
Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus
Disease (Covid-19) bagian satu huruf c dinyatakan “dengan dibatalkannya UN
Tahun 2O2O maka keikutsertaan UN tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi
masuk jenjang pendidikan yang Iebih tinggi’.
Bagian lima dari
surat edaran tersebut lebih rinci menjelaskan tentang PPDB bahwa Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) dilaksanakan dengan ketentuan: Dinas Pendidikan dan
sekolah diminta menyiapkan mekanisme PPDB yang mengikuti protokol kesehatan
untuk mencegah penyebaran Covid-19, termasuk mencegah berkumpulnya siswa dan
orangtua secara fisik di sekolah; PPDB pada Jalur Prestasi dilaksanakan
berdasarkan akumulasi nilai rapor ditentukan berdasarkan nilai lima semester
terakhir; dan/atau prestasi akademik dan non-akademik di luar rapor sekolah;
Substansi dari
kebijakan Mendikbud ini menyiratkan bahwa pemerintah memberi kebebasan kepada satuan
pendidikan dan memberi kepercayaan kepada guru-guru di satuan pendidikan yang
telah berupaya memberikan penilaian berbagai aspek pendidikan yang finalnya
diwujudkan dalam nilai raport yang dilaporkan kepada orang tua. Tentu ini perlu
diacungkan jempol, berbagai upaya kreativitas, inovasi guru-guru dalam
memberikan penilaian terhadap siswa itu dihargai. Suatu apresiasi sekaligus
amanat dalam melaksanakan tugas pokok guru yang harus dilandasi tanggung jawab
bahwa sebuah penilaian harus memenuhi prinsip-prinsip penilaian sebagaimana
dituntut dalam Permendikbud Nomor 23 tentang Standar Penilaian yaitu prinsip
sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur; objektif, didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai; adil, berarti penilaian tidak menguntungkan
atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar
belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender;
terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran; terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian,
dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk
memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta didik; sistematis, berarti
penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah baku; beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada
ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan; dan akuntabel, berarti penilaian
dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segimekanisme, prosedur, teknik, maupun
hasilnya.
Sudahkah para guru
melaksanakan penilaian sebagaimana yang dituntut permendikbud tersebut sehingga
nilai raport dapat dijadikan dasar seleksi masuk ke jenjang pendidikan
berikutnya?
Kita harus
menumbuhkan kepercayaan kepada guru-guru, walaupun para guru belum optimal
dalam melaksanakannya, bukan lalu hilang kepercayaan dan nilai yang diberikan
tidak bermanfaat. Prihatin sekali jika tidak ada lagi kepercayaan kepada
kinerja guru. Guru sudah dituntut memenuhi kualifikasi dan kompetensi
sebagaimana dipersyaratkan dalam standar kompetensi guru, dinilai melalui
penilaian kinerja guru secara periodik. Guru sudah berkreasi, berinovasi dalam
melaksanakan penilaian berdasarkan prinsip-prinsip penilaian sesuai kondisi
siswa. Penilaian yang dilakukan oleh guru-guru adalah perwujudan konsep merdeka
belajar, perwujudan guru penggerak yang berkreasi dan berinovasi. Sudah
optimalkah?
Tentu perlu upaya
bersama untuk mewujudkannya, perlu keterlibatan pemerintah pusat, pemerintah daerah,
pengawas Pembina, satuan pendidikan, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, dan guru
yang bersangkutan. Jangan hanya meragukan kemampuan dan kinerja guru. Sudah
waktunya kita mengapresiasi guru dalam melakukan penilaian peserta didik,
terlebih dengan tantangan jumlah siswa yang banyak.
Merdeka belajar
dalam PPDB, dimulai dari proses seleksi yang menggunakan nilai-nilai yang
diperoleh dari hasil penilaian guru-guru di satuan pendidikan masing-masing,
dari bahan-bahan yang ditentukan oleh guru-guru sesuai dengan kondisi siswa
dengan intake yang beragam, dengan keberagaman jenis kecerdasannya, keberagaman
minat dan bakat, suku bangsa, agama, tingkat ekonomi social, dan sebagainya.
Prinsip Merdeka
belajar ini mendukung terwujudnya layanan pendidikan yang inklusif, yang
memberikan pelayanan pendidikan dengan keberagaman kriteria dan latar belakang
siswa. Semua siswa dengan keberagaman potensi, minat dan bakat harus
dikembangkan melalui pendidikan sehingga dapat berkembang secara optimal
sebagaimana menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Keberagaman
kriteria dan latar belakang atau aspek dalam seleksi PPDB juga dilaksanakan
dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang memungkinkan siswa
berinteraksi secara heterogen, untuk mempersiapkan siswa menghadapai kehidupan
di masyarakat yang juga heterogen. Hal ini didukung ahli pendidikan H. Fuad
Ihsan (2005: 1) menjelaskan bahwa dalam pengertian yang sederhana dan umum makna
pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai
yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskan kepada
generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam
suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.
Dengan demikian,
menjadi kontradiktif jika ada pihak-pihak yang menghendaki seleksi PPDB
berdasarkan suatu tes atau ujian yang distandarkan atau disamakan di semua
satuan pendidikan, dan setiap satuan pendidikan menentukan Passing Grade. Di samping
itu, jika seleksi PPDB berdasarkan Passing grade (PG) dari hasil suatu tes yang
sama, ini dapat memunculkan kembali klasterisasi antarsekolah, sehingga sekolah
yang PG-nya tinggi atau rendah akan memunculkan kecenderungan muncul lebih kuat
kategori sekolah favorit dan tidak favorit, hal ini bertentangan dengan upaya
menghilangkan klasterisasi sekolah.
Jika seleksi PPDB
berdasarkan penetapan Passing Grade dari suatu tes/ujian, maka di suatu sekolah
akan diterima siswa-siswa dengan Passing Grade yang sama, artinya sudah
mengarah pada pengelompokkan siswa di suatu sekolah dengan keseragaman
kemampuan berpikir, jika seleksi PPDB berdasarkan tes yang sama ini dilakukan,
hal ini kontradiktif dengan prinsip pendidikan inklusif.
Sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan juga harus mendukung terselenggaranya layanan
pendidikan inklusif, yang memberikan peyananan pendidikan untuk mengembangan
potensi siswa dengan berbagai keragamannya baik minat dan bakat, suku, agama,
budaya, tingkat ekonomi sosial termasuk keberagaman kemampuan daya berpikirnya
( kecerdasannya).
Dasar seleksi PPDB
masing-masing jalur zonasi, afirmasi, prestasi sudah ditentukan pada SE
Mendikbud No.1 Tahun 2020 dan dinyatakan tidak menggunakan nilai UN dan/atau
nilai ujian lainnya. Hal ini berarti sudah ada dasar acuan yang sama untuk
semua satuan pendidikan, bukan berdasarkan hasil ujian/tes lainnya dalam
pelaksanaran PPDB jalur zonasi dan jalur afirmasi dan pada Jalur Prestasi dilaksanakan
berdasarkan akumulasi nilai rapor ditentukan berdasarkan nilai lima semester
terakhir; dan/atau prestasi akademik dan non-akademik di luar rapor sekolah.
Namun demikian,
mekanisme teknis pelaksanaan seleksi PPDB Merdeka Belajar ini harus dimusyawarahkan
dengan dewan guru, ditetapkan, dan dituliskan dalam Prosedur Operasional
Standar (POS) di masing-masing satuan pendidikan serta disosialisasikan kepada
orang tua calon peserta didik baru agar menjadi pedoman bagi yang
berkepentingan dalam pelaksanaannya.
Pada masa darurat
Covid-19 ini, pemerintah membantu seleksi PPDB dengan menyediakan akses ke
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
bantuan teknis bagi daerah yang memerlukan mekanisme PPDB daring.
Mari kita dukung
prinsip Merdeka Belajar dalam seleksi PPDB, kita tumbuhkan pola pikir bahwa
pada kenyataannya tidak bisa pungkiri keberagaman di Negara Indonesia tercinta
ini ditemukan pada berbagai aspek hingga kualitas pendidikan. Semua anak bangsa
dapat bersekolah dan berinteraksi dengan keberagamannya di suatu sekolah. Guru
harus siap menjadi guru penggerak untuk berkreasi dan berinovasi untuk
menghadapi keberagaman siswa untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
Salam sehat dan
sukses
Dian Peniasiani
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer