Loading

Burhanudin Abdullah, Semua Kekuatan Politik Harus Bersatu untuk Keluar dari Krisis


Penulis: Dadan Supardan
4 Tahun lalu, Dibaca : 1382 kali


Burhanudin Abdullah

BANDUNG, medikomonline.com – Rektor Institut Koperasi Indonesia (IKOPIN) Burhanudin Abdullah memaparkan tiga realitas yang menggambarkan kondisi krisis. Pertama banyak perusahaan yang mengurangi tenaga kerja, yang berhenti, dan sama sekali tidak berproduksi lagi. Oleh karena itu, jumlah pengangguran bertambah.

Kedua, kondisi perusahaan tersebut berdampak pada sektor keuangan yang sampai saat ini masih kelihatan seperti berjalan baik, tetapi harus dicermati karena event di luar sangat memengaruhi perbankan.

Ketiga, sudah mulai terjadi dan akan terus berlangsung cukup lama semakin menurunnya harga aset. Baik itu aset berupa property maupun aset-aset lainnya. Situasi ini adalah situasi pengecilan ekonomi. Semakin mengecilnya ekonomi yang kemudian dinamakan degan krisis.

Ketiga realitas tersebut disampaikan Burhanudin Abdullah pada acara Sawalamaya Pra-Kongres Sunda dengan tema: “Jawa Barat di Resesi 2020, Sikap, Tantangan, dan Solusi ke Masa Depan, Rabu (12/8/2020).

Menurutnya, tiga hal itu dirasakan oleh individu. “Kalau dia menganggur, kalau dia tiba-tiba harga rumahnya yang semula di atas NJOP sekarang di bawah NJOP, tidak akan ada yang mau beli kalau dia berniat menjual. Atau dia tidak bisa membayar utangnya,” tutur Burhanudin seraya menegaskan kondisi seperti itu dirasakan juga pada tingkat koorporasi dan tingkat nasional.

Lalu, apa yang harus dilakukan oleh masing-masing level, baik pada level personal, organisasi, maupun level pemerintah? “Harus kita lakukan satu analisis dan pencermatan yang dalam,” ujarnya.

Dikatakan, bagi individu menghadapi situasi seperti ini secara personal dia harus tetap bisa survive. Dia harus bekerja semakin kuat. Harus menambah energi yang dikeluarkan untuk mendapatkan income yang mungkin sudah berkurang.

“Dia tetap harus mempertahankan dirinya barangkali dengan cara melakukan usaha bersama dengan teman-teman. Kreativitas di situ akan muncul,” imbuhnya.

Bagi pemerintah, ujar Burhanudin, semua tahu. Pemerintah sudah banyak berusaha dengan mengeluarkan berbagai aturan, baik itu perppu, perpres dan sebagainya.

“Karena itulah maka, tidak ada yang perlu diragukan. Political will pemerintah untuk menyelesaikan persoalan begitu kuat, begitu besar. Begitu kerinduan bagaimana untuk menyelamatkan ekonomi masyarakat dan pada saat yang sama menghentikan pandemi,” ungkapnya.

Akan tetapi, dia menegaskan persoalannya bukan hanya di political will saja. Barangkali itu baru setengah dari persoalan. Jadi, harus ada political capacity. Harus ada kapasitas politik untuk mengimplementasikannya. Untuk itu, pada saat-saat seperti ini, pada situasi yang berat seperti ini mestinya semua kekuatan politik bersatu mengikrarkan diri untuk bersama-sama keluar dari persoalan.

Mantan Gubernur BI ini memaparkan bebagai tex book dan tulisan yang mencontohkan political capacity of implementation biasanya mengutip Vietnam dan Jepang. Di Jepang pada saat melakukan penyerangan Pearl Harbor, Jepang menang di awal pertama karena mendapat dukungan politik yang sangat kuat. Lalu Vietnam menang terhadap Amerika Serikat karena politicall capasity to implement begitu full power.

Terkait dengan masalah finansial, ujarnya, kalau boleh terus terang dari dulu hingga sekarang persoalan kita adalah tidak punya uang. “Kita kurang uang. Mengapa pertumbuhan kita hanya sekian persen dulu, itu karena kita tidak punya uang,” ucap dia seraya menegaskan jika melihat sekarang, capacty to implement dan sisi finansial aga berat.

Untuk itu, tambahnya terpaksa harus pinjam ke masyarakat bahkan melakukan sharing dengan Bank Indonesia dan sebagainya. “Itu saya kira satu jalan keluar yang baik dan menunjukkan persoalan kita ada di situ,” tuturnya.

Selain itu, jelasnya perlu dilihat juga sektor perpajakan karena banyak yang mengatakan akan berkisar pada 8 persen dari PDB. Padahal di tahun sebelumnya yang 11 persen saja dianggap rendah lantaran pajak negara tetangga berkisar di angka 18 persen.

“Lalu dilihat juga di APBN-nya, apakah duitnya ada? Kalau ngga ada kita tidak mampu utuk itu. Kita harus pinjam. Defisit kita,” imbuh Burhanudin.

Yang tak kalah pentingnya, dia menyoroti faktor man power capacity. Apakah orang-orang yang dipilih ini adalah orang-orang ahli, pakar, orang-orang yang kerja keras dsb.

“Saya ngga tahu dalam realitasnya tetapi secara teori ada tiga hal itu yang harus diperhatikan untuk menyelesaikan persoalan,” ungkapnya. ***

Tag : No Tag

Berita Terkait