Penulis: Dudun/Editor: Dadan Supardan
4 Tahun lalu, Dibaca : 1325 kali
BEKASI, Medikomonline - Pembatasan sosial
berskala besar (PSBB) bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran covid 19
corona.
Pakar Hukum Perseroan, Advokat Imam Prayogo mengatakan hal
itu kepada wartawan, usai sidang teleconference pidana di Lapas Cikarang,
Selasa (14/4/2020).
Menurut dia, landasan hukum utama PSBB adalah PP No. 21
tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) lalu ditindaklanjuti
dengan Permenkes No. 9 tahun 2020
tentang pedoman PSBB dalam rangka percepatan pelayanan Covid 19 yang diikuti
dengan Pergub dan Perbup dibeberapa wilayah di Indonesia.
"DKI Jakarta yang pertama kali mendapat izin PSBB, oleh
karenanya sudah lebih dulu mengeluarkan Pergub untuk dijalankan dan diikuti
dengan wilayah lainnya, termasuk Kabupaten Bekasi," katanya.
Patut diketahui, lanjut Imam, Peraturan Pemerintah,
Permenkes, Pergub dan Perbup ini derajat hukumnya berada dibawah undang-undang.
"Karena itu, tidak boleh menjatuhkan sanksi pidana dan
hanya diperkenankan menjatuhkan sanksi administratif dan/ atau denda sebab
hanya undang-undanglah yang berwenang menjatuhkan sanksi pidana. Itulah batasan
yang diperkenankan sistem hukum Indinesia," ujarnya.
Wakil Ketua Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia
(POSBAKUMADIN) Kabupaten Bekasi ini menjelaskan mengenai bkendala dikemudian
hari ketika aparat hukum menjalankan tugasnya terhadap pelanggaran PSBB dan ada
perlawanan dari masyarakat.
"Polisi tidak boleh melakukan tindakan projustisia
karena ini bukan ranah pidana," kata Imam Prayogo.
Dia mengatakan, Kapolri memang telah mengeluarkan maklumat
No. Mak/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020. Akan tetapi maklumat itu, menurut
teori ilmu hukumnya bukanlah produk hukum.
"Maklumat sama sifatnya dengan imbauan, anjuran,
pemberitahuan/pengumuman yang tidak berkekuatan hukum mengikat untuk
menjatuhkan sanksi pidana," Imam, menegaskan.
Menurut dia, pemerintah sudah mempunyai UU No. 6 tahun 2018
tentang Karantina Kesehatan dalam Pasal 93 undang-undang ini mengatur sanksi
bagi pelanggar maksimal 1 tahun pidana dan denda maksimal. Kenapa tidak UU No.
6 tahun 2018 saja yang diberlakukan dan dikonversi menjadi Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (PERPPU) karantina kesehatan yang makna dan maksudnya
diperluas dengan penambahan klausul dengan melihat jargon pandemi Covid-19,"
bebernya.
Sebab, kata Imam, PERPPU mempunyai derajat hukum yang sama
dengan undang-undang, sehingga bisa menjatuhkan sanksi pidana bagi pelanggar
dengan perbedaan PERPPU hanya bersifat temporer/sementara.
Ditanya apakah kemudian dengan PERPPU karantina kesehatan
nantinya akan ditindaklanjuti dengan PP, Permenkes, Pergub dan Perbup karantina
kesehatan, menurut Imam, itu sudah keharusan.
"Intinya sudah sangat cukup dengan menerbitkan PERPPU
karantina kesehatan memberikan landasan hukum yang kuat bagi aparat hukum untuk
mengambil tindakan projustisia bagi pelanggar," ujarnya.
Hanya saja yang menjadi antinomi di sini, kata dia,
seharusnya yang diberlakukan adalah karantina teritorial/ wilayah bukan
pemberlakuan PSBB guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
Mika Andrian Artis & Executive Producer