 
           
          Penulis: Idris Apandi						
						10 Hari lalu, Dibaca : 104 kali
					
 
											Oleh Idris Apandi, Praktisi Pendidikan
Keluarga: Sekolah Pertama dan Abadi
Sebelum
anak mengenal sekolah, guru, dan buku pelajaran, keluarga adalah ruang belajar
pertamanya. Di situlah nilai-nilai dasar kehidupan ditanamkan: tentang kasih
sayang, tanggung jawab, disiplin, serta bagaimana memperlakukan orang lain
dengan hormat.
Pendidikan sejati sesungguhnya dimulai dari rumah. Orang
tua adalah guru utama dan abadi bagi anak-anaknya. Sekolah hanya melanjutkan
apa yang telah ditanamkan di keluarga. Maka, ketika pondasi pendidikan keluarga
kuat, pembentukan karakter anak pun menjadi lebih kokoh.
Namun, di tengah derasnya arus teknologi, media sosial,
dan gaya hidup serba cepat, banyak orang tua merasa kewalahan. Ada yang takut
menjadi terlalu keras, tetapi juga takut dianggap terlalu lembek. Tidak sedikit
pula yang kehilangan arah dalam membimbing anak.
Kondisi ini menuntut refleksi: bagaimana sebenarnya peran
ideal orang tua dalam mendidik anak di zaman modern?
Pendidikan
Keluarga: Menyatukan Cinta dan Disiplin
Pendidikan keluarga bukan sekadar memenuhi kebutuhan
fisik anak. Lebih dari itu, pendidikan keluarga berarti upaya sadar orang tua menanamkan nilai, moral, dan kebiasaan baik
melalui cinta, dialog, dan teladan.
Anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kasih sayang,
disiplin positif, dan komunikasi terbuka akan memiliki fondasi kuat untuk
menjadi pribadi tangguh dan berakhlak mulia. Namun kasih sayang tanpa batas bisa
membuat anak manja, sementara disiplin tanpa empati bisa membuat anak takut dan
tertutup. Oleh karena itu, keseimbangan antara kasih dan ketegasan menjadi kunci keberhasilan pendidikan keluarga.
Peran Ideal Orang Tua dalam Membangun
Karakter Anak
Orang tua
bukan hanya penjaga rumah tangga, tetapi juga arsitek karakter. Berikut peran
ideal yang perlu dijalankan agar anak tumbuh sehat secara moral, emosional, dan
spiritual:
1.     
Sebagai
Teladan Nilai-Nilai Kehidupan
Anak belajar lebih banyak dari apa yang dilihat daripada
yang didengar. Jika orang tua berkata sopan, jujur, dan sabar, maka anak akan
meniru hal yang sama. Sebaliknya, jika anak sering menyaksikan pertengkaran
atau kekerasan verbal, maka itu pula yang akan ia pelajari sebagai “cara
menyelesaikan masalah.”
2.     
Sebagai Pembimbing Emosi Anak
Anak bukan hanya perlu dipuji saat berprestasi, tetapi
juga didampingi saat kecewa, marah, atau gagal. Orang tua ideal tidak hanya
menenangkan, tetapi membantu anak memahami perasaannya dan mencari jalan keluar
secara sehat.
3.     
Sebagai Kompas Moral
Di tengah derasnya perubahan nilai sosial, orang tua
harus menjadi kompas moral yang membimbing anak memahami benar dan salah, adil
dan tidak adil, pantas dan tidak pantas.
4.     
Sebagai
Pendorong Potensi Anak
Orang tua
sebaiknya membantu anak mengenali minat dan kemampuannya sendiri, bukan
memaksakan impian pribadi yang belum tercapai. Anak yang tumbuh dengan dukungan
akan lebih percaya diri dan kreatif.
Tantangan
Mendidik Anak di Zaman Sekarang
Zaman
berubah, dan begitu pula tantangan dalam mendidik anak. Orang tua hari ini
menghadapi situasi yang jauh lebih kompleks dibanding generasi sebelumnya.
1.     
Teknologi
dan Media Sosial
Anak
lebih banyak berinteraksi dengan gawai daripada dengan manusia. Orang tua
dituntut menjadi pendamping digital — bukan sekadar pengawas, tetapi pembimbing
yang mengajarkan literasi dan etika digital.
2.     
Waktu
yang Terbatas
Kesibukan kerja membuat interaksi dengan anak berkurang. Padahal,
waktu berkualitas lebih berharga daripada hadiah atau uang saku berlimpah. Anak
tidak membutuhkan orang tua yang sempurna, melainkan yang hadir sepenuh hati.
3.     
Tekanan Akademik dan Sosial
Orang tua
sering terjebak dalam lomba prestasi. Nilai rapor
menjadi ukuran keberhasilan, padahal kecerdasan emosi dan karakter jauh lebih
menentukan masa depan anak.
4.     
Krisis Keteladanan
Banyak anak kehilangan figur panutan di rumah. Mereka
melihat kontradiksi antara apa yang diajarkan dan apa yang dilakukan orang tua.
Ketika Cinta Salah Arah: Orang Tua Toxic
dan Bermental Strawberry
Dalam
dinamika keluarga, ada dua pola yang sama-sama berisiko: orang tua toxic dan orang
tua bermental strawberry.
1. Orang Tua Toxic
Mereka
mendidik dengan cara menekan, mengontrol, atau memanipulasi. Kalimat seperti “Kamu bikin malu keluarga” atau “Kamu
tidak akan berhasil tanpa aku” sering keluar tanpa disadari. Dampaknya, anak
tumbuh dalam ketakutan, merasa tidak cukup baik, dan kehilangan harga diri. Orang
tua toxic biasanya sulit mengendalikan emosi, sering menyalahkan anak, atau
menolak mendengarkan perasaan anak. Lingkungan seperti ini menimbulkan
luka batin (inner wound) yang bisa terbawa hingga dewasa.
2. Orang Tua Bermental Strawberry
Sebaliknya,
orang tua bermental strawberry tampak penuh kasih, tetapi terlalu lembek. Mereka takut anak sedih atau marah, sehingga selalu
menuruti keinginan anak.
Akibatnya, anak tumbuh manja, tidak tahan tekanan, mudah menyerah, dan sulit
menerima tanggung jawab. Cinta yang salah arah sama bahayanya dengan ketegasan
yang berlebihan. Keduanya menumbuhkan generasi yang rapuh — satu karena
ketakutan, yang lain karena ketiadaan batasan.
Menjadi
Teladan yang Menghidupkan Nilai
Teladan adalah pendidikan paling kuat. Anak akan lebih
mengingat bagaimana orang tuanya bersikap daripada apa yang mereka katakan. Untuk
menjadi teladan, orang tua dapat mempraktikkan beberapa hal sederhana:
·        
Konsisten antara ucapan dan tindakan.
Jika mengajarkan kejujuran, maka orang tua pun harus
jujur, bahkan dalam hal kecil seperti alasan saat izin kerja.
·        
Berani meminta maaf.
Orang tua yang mampu mengakui kesalahan di hadapan anak
memberi pelajaran tentang kerendahan hati dan tanggung jawab.
·        
Menunjukkan kepedulian nyata.
Mengucapkan terima kasih kepada anak, menghargai
pendapatnya, dan melibatkan dia dalam keputusan keluarga membuat anak merasa
dihargai sebagai pribadi.
·        
Membangun
tradisi dialog di rumah.
Diskusi santai tentang isu sosial, film, atau pengalaman
sekolah melatih anak berpikir kritis dan empatik.
·        
Menjalankan kehidupan spiritual dengan konsisten.
Mengajak
anak berdoa, berbagi, dan bersyukur adalah pendidikan moral yang membumi.
Menghindari Sikap Toxic dan Strawberry:
Latihan Kesadaran Diri
Akar dari
pola asuh yang tidak sehat sering kali berasal dari ketidaksadaran diri orang tua. Banyak yang tanpa sengaja mewarisi
cara didikan masa lalu — penuh larangan, ancaman, atau pembiaran — tanpa pernah
mengevaluasi efeknya.
Langkah
awal menjadi orang tua sehat dimulai dari kesadaran:
1.     
Refleksi diri.
Pahami emosi dan luka masa lalu agar tidak diteruskan
kepada anak.
2.     
Belajar mengelola emosi.
Jangan mendidik saat marah. Ambil
waktu tenang, baru kemudian berbicara.
3.     
Gunakan disiplin positif.
Ajarkan tanggung jawab, bukan hukuman. Misalnya, jika
anak tidak membereskan mainan, bantu dia memahami akibatnya dan ajak
memperbaikinya.
4.     
Bangun komunikasi dua arah.
Dengarkan
perasaan anak tanpa langsung menasihati. Kadang anak tidak butuh solusi, hanya
ingin didengar.
5.     
Jaga
keseimbangan diri.
Orang tua
yang stres dan lelah cenderung reaktif. Menjaga kesehatan fisik dan mental
adalah bentuk tanggung jawab moral kepada anak.
Menyikapi Masalah Anak dengan Bijak
Ketika
anak menghadapi masalah di sekolah atau lingkungan bermain — seperti berkelahi,
dibully, atau nilainya menurun — orang tua sering kali bereaksi emosional. Padahal, cara orang tua menyikapi masalah menentukan arah
tumbuhnya kepribadian anak.
Beberapa langkah bijak yang bisa dilakukan:
1.     
Dengarkan dulu, jangan langsung menghakimi.
Anak
perlu merasa aman untuk bercerita. Dengan begitu, ia belajar kejujuran dan
tanggung jawab.
2.     
Ajak anak merenung, bukan menakut-nakuti.
Tanyakan: “Menurut kamu, apa yang bisa diperbaiki?” Daripada
memarahi, pendekatan reflektif menumbuhkan kesadaran moral.
3.     
Kolaborasi dengan guru atau sekolah.
Orang tua
dan guru memiliki tujuan yang sama: membantu anak berkembang. Komunikasi
terbuka akan menghasilkan solusi lebih baik.
4.     
Gunakan masalah sebagai pelajaran hidup.
Setiap kesalahan adalah kesempatan belajar — tentang
tanggung jawab, empati, dan keberanian memperbaiki diri.
5.     
Berikan dukungan emosional.
Anak yang tahu orang tuanya tetap mencintainya, meski
berbuat salah, akan belajar memperbaiki diri dengan tulus, bukan karena takut.
Menumbuhkan Anak yang Tangguh dan
Berakhlak Mulia
Tujuan
utama pendidikan keluarga adalah membentuk manusia seutuhnya — yang bukan hanya
pintar, tetapi juga berakhlak mulia. Anak yang dibesarkan dalam suasana penuh
kasih, disiplin positif, dan keteladanan moral akan tumbuh menjadi pribadi yang
kuat menghadapi tantangan hidup. 
Mereka
tidak mudah terbawa arus, tidak rapuh oleh kritik, dan tidak sombong oleh
pujian. Mereka belajar bahwa keberhasilan sejati bukan diukur
dari materi, tetapi dari kemanfaatan bagi sesama. 
Sebaliknya, anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang
toxic atau terlalu lembek akan kesulitan mengenali batas, kehilangan daya
juang, bahkan berisiko membawa luka psikologis hingga dewasa.
Penutup: Orang Tua yang Terus Belajar
Menjadi
orang tua sejati bukan tentang kesempurnaan, tetapi tentang kemauan untuk terus belajar dan memperbaiki
diri. Setiap anak berbeda, setiap keluarga unik. Tidak ada resep tunggal
dalam mendidik, tetapi ada nilai universal yang tak boleh hilang: cinta,
keteladanan, dan kesadaran diri.
Anak
tidak menuntut orang tuanya sempurna, mereka hanya ingin dicintai dengan cara
yang sehat — dengan pelukan yang menenangkan, nasihat yang menguatkan, dan
teladan yang menginspirasi.
Ketika
orang tua hadir dengan hati yang utuh, anak pun akan tumbuh dengan jiwa yang
tangguh dan akhlak yang mulia. Itulah puncak keberhasilan sejati pendidikan
keluarga.
Tag : No Tag
Berita Terkait
Rehat
Tajuk
 
						Memahami Pemikiran Jenderal Dudung Abdurachman
 
						PERLUNYA MENGUBAH CARA PANDANG PEDAGANG DI LOKASI WISAT...
 
							Berita Populer
Arief Putra Musisi Anyar Indonesia
Ketua Umum GRIB H Hercules Rozario Marshal, Saya Bagian Dari Masyarakat Indramayu
Project Fly High Terinspirasi dari Pengalaman Hidup Dr Joe dan Tamak
Dari Kegiatan Aksi Sosial, Hercules Kukuhkan Ketua DPC GRIB JAYA Se-Jawa Barat
Chief Mate Syaiful Rohmaan
SAU7ANA
GMBI Kawal Kasus Dugaan Penipuan PT. Rifan Financindo Berjangka di PN Bandung
Indramayu Diguncang Gempa Magnitudo 4.4, Kedalaman 280 Kilometer
Ivan Lahardika Arranger dan Komposer Indonesia
SAU7ANA Come Back
 
							 
							